geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Jumat, 05 Oktober 2012

Cuaca dan Awan



AWAN

Setiap saat kita merasakan adanya keadaan udara. Kadang-kadang terasa panas, kadang-kadang terasa dingin; kadang-kadang bertiup angin kencang, kadang-kadang terasa lembap, dan lain-lain. Di pegunungan terasa berbeda di pantai. Keadaan semacam itu disebut “cuaca”Meskipun cerita tentang cuaca sudah banyak diketemukan, namun tidak didukung dengan data cuaca yang dihasilkan dari pengukuran. Pengamatan dan pengukuran cuaca baru dapat dimulai dari abad ke-17 sesudah Masehi setelah banyak penemuan teknologi.

Secara sistematik didefinisikan bahwa cuaca adalah keadaan udara atau atmosfer setiap saat. Keadaan tersebut dinyatakan dengan ukuran suhu, tekanan, angin, kelembapan, dan adanya fenomena dalam atmosfer misalnya kabut, berawan, hujan, badaiguntur, dll.).

Ciri kecuacaan suatu daerah disebut “iklim”, yang jenisnya dinyatakan dengan nilai statistik cuaca dari wilayah yang bersangkutan.

Selain itu kita sering mendengan kata musim, misalnya musim hujan, musim kemarau, musim dingin, musim panas, dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “musim” mempunyai arti periode dengan nilai sesuatu yang dominan atau mencolok. Jadi musim hujan berarti periode dengan banyak turun hujan; musim dingin adalah periode dengan suhu udara yang selalu dingin.

Ilmu tentang cuaca disebut “meteorologi”, dan ilmu tentang iklim disebut “klimatologi”.

Dalam buku International Meteorological Vucabulary WMO, sains meteorologi dan klimatologi diklasifikasikan bahwa meteorologi diklasifikasikan dalam meteorologi teori, meteorologi terapan, meteorologi gabungan, dan meteorologi praktik.

Meteorologi teori membahas tentang cuaca dari aspek teori fisika, dinamika, dan dari aspek laboratorium atau eksperimen.

Meteorologi terapan membahas tentang penggunaan cuaca dalam berbagai kegiatan, antara lain dalam bidang umum disebut meteorologi sinoptik, dalam bidang penerbangan disebut meteorologi aeronautik, dalam bidang kelautan disebut meteorologi maritim, dalam bidang pengelolaan air disebut hidrometeorologi, dalam bidang pertanian disebut agrometeorologi, dan dalam bidang kesehatan disebut meteorologi kesehatan.

Banyak dijumpai bahwa dalam membahas tentang penggunaan cuaca diperlukan ilmu lain yang tidak dapat dipisahkan secara eksplisit. Dari aspek tersebut maka lahirlah ilmu cuaca gabungan yang disebut meteorologi gabungan. Meteorologi gabungan antara lain biometeorologi, dan radiometeorologi. Biometeorologi adalah gabungan antara biologi dan meteorologi, dan radiometeorologi gabungan antara radiologi dan meteorologi.

Ada pula cabang meteorologi yang membahas cuaca dari aspek skala, baik dari skala waktu maupun skala ruang, yakni meteorologi mikro, meteoroloygi meso. Meteorologi mikro membahas tentang cuaca dalam skala kecil, yakni meliputi cuaca dekat pada permukaan bumi, sedangkan meteorologi meso membahas tentang cuaca dalam skala yang lebih besar.

Meteorologi praktik membahas tentang meteorologi dalam praktik kegiatan sehari-hari.
Sebagai bidang ilmu, meteorologi sudah lama dikenal. Ribuan tahun sebelum Masehi cerita-cerita tentang cuaca dan pemanfaatan cuaca telah ditemukan, sehingga dikenal iklim sejarah yaitu ilmu cuaca yang didasarkan atas cerita-cerita dan atau tanda-tanda zaman lampau.

Secara ilmiah banyak orang berpendapat bahwa cuaca sudah dikenal sejak adanya manusia. Pada saat itu sikap manusia kepada cuaca hanya bersifat menerima dan menyerah karena cuaca dipandang sebagai sesuatu kekuatan yang ajaib. Dari cerita prasejarah orang sudah mengenal musim. Di India misalnya, G.C. Asnani dalam bukunya Tropical Meteorologi, mengemukakan bahwa menurut buku The Rig Veda of India, lebih dari 3000 tahun SM telah dikenal musim dan monsun. Kemudian dikemukakan oleh Kautiliya dari India bahwa pada abad ke-4 sebelum Masehi telah disebutkan pentingnya pemerhatian curah hujan.

Pengukuran cuaca. Meskipun cerita tentang cuaca sudah banyak diketemukan, namun tidak didukung dengan data cuaca yang dihasilkan dari pengukuran. Pengamatan dan pengukuran cuaca baru dapat dimulai dari abad ke-17 sesudah Masehi setelah banyak penemuan teknologi, seperti misalnya :

Tahun 1600, termometer diketemukan oleh Galileo untuk mengukur suhu udara.

Tahun 1639, penemuan petakar hujan oleh Casteli, murid Galileo.

Tahun 1644, penemuan barometer untuk mengukur tekanan udara oleh Torricelli, juga murid Galileo.

Tahun demi tahun, berbagai alat makin banyak ditemukan, misalnya higrometer untuk mengukur kelembapan udara; anemometer untuk mengukur kecepatan angin. Dengan adanya berbagai alat ukur tersebut pos-pos pengamatan cuaca didirikan dalam suatu aturan sehingga membentuk jejaring pengamatan.

Tahun 1653 dicatat sebagai awal pembangunan jejaring stasiun pengamatan cuaca. Pada tahun tersebut Ferdinan II dari Tuscani membangun tujuh stasiun pengamatan cuaca di Italia Utara.

Pada tahun 1780, Masyarakat Meteorologi Mannhein di Jerman membangun jejaring pengamatan yang terdiri atas 39 stasiun pengamatan tersebar di 14 tempat di Jerman, 4 di Amerika Serikat, dan 21 di berbagai negara di Eropa. Stasiun pengamatan tersebut dilengkapi dengan alat peukur suhu (termometer), alat peukur tekanan udara (barometer), alat peukur kelembapan udara (higrometer), alat peukur angin (anemometer), dan alat peukur curah hujan.



Konsep cuaca.
Dengan diketemukannya alat-alat, percobaan–percobaan laboratorium mulai dilakukan.

Tahun 1659, Robert Boyle mengemukakan dari hasil percobaan laboratorium yang dilakukan, tentang adanya hubungan erat antara tekanan udara dan volume serta suhu udara dalam suatu kaidah yang dikenal dengan "hukum Boyle dan hukum Boyle Gay-Lussac” (Charles). Masing-masing dinyatakan dalam bentuk rumus :

pV = tetap,
pa = RT

( dengan p = tekanan; V = volume; a = volume spesifik; R = kontanta gas universal; dan T = suhu). Penemuan tersebut mengawali pengkajian lebih mendalam tentang gerakan-gerakan udara.

Hasil pengamatan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari percobaan laboratorium tersebut lahirlah berbagai konsep tentang cuaca.

Peredaran atmosfer
Tahun 1686, Halley mengemukakan hipotesanya tentang peredaran umum atmosfer. Dia berpendapat bahwa pemanasan matahari dan perputaran bumi adalah pangkal dari timbulnya tatanan peredaran atmosfer global. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengemukakan “angin pasat” dalam pandangannya tentang sistem peredaran umum atmosfer.

Tahun 1735, atau sekitar 50 tahun kemudian sesudah Halley, Hadley membenarkan dan menyempurnakan pendapat Halley tersebut.
Tahun 1783, Lavoisier mengemukakan penemuannya tentang komposisi atmosfer.

Tahun 1800, Dalton juga mengemukakan hal yang sama, yang dapat dipandang sebagai penambah kesempurnaan dari apa yang diketemukan Lavoisier.

Peta cuaca.
Perhatian masyarakat kepada cuaca terus bertambah. Hal tersebut terlihat dengan makin banyaknya jejaring pengamatan cuaca. Dengan data cuaca yang diperoleh dari jejaring stasiun pengamatan, dibuat peta cuaca.

Pada tahun 1820, peta cuaca, yakni rajahan hasil pengamatan dari jejaring pengamatan cuaca dari berbagai stasiun pengamatan dikenalkan oleh H.W. Brandes di Leipzig. Dengan peta cuaca itu pertama kali ditunjukkan letak badai yang menerpa Eropa pada tahun 1820 dan 1821. Hampir dalam waktu yang bersamaan W.C. Redfield di New York menunjukkan serangkaian peta cuaca yang memuat letak hurikan.

Sekitar 20 tahun kemudian pola-pola tekanan yang berkaitan dengan siklon dan antisiklon dibuat oleh J.P. Epsy dan Reid dari Phildelphia, Pedington di Inggris. Dengan menggunakan peta cuaca seperti yang telah disebutkan, berbagai fenomena dapat diketahui.

Tahun 1843, dicatat sebagai awal digunakannya sistem telekomunikasi telegraf untuk mengirimkan data cuaca antara Washington dan Baltimore.

Tahun 1850 di Washington D.C. diperagakan peta cuaca berdasarkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan telekomunikasi telegraf; kemudian menyusul di Peranccis pada tahun 1855.


Konferennsi Internasional.
Penemuan - penemuan yang diperoleh dari analisis cuaca melahirkan pandangan bahwa cuaca itu bergerak dan berkaitan antara yang ada di suatu tempat dan yang ada di tempat lain. Dari pandangan tersebut selanjutnya timbul gagasan akan perlunya untuk saling bertukar data dan pengalaman.

Tahun 1853, gagasan tentang saling bertukar data dan pengalaman tersebut diwujudkan dalam suatu pertemuan yang disebut “Konferensi Internasional Meteorologi”. Konferensi pertama diselenggarakan di Brussel pada bulan Agustus tahun 1853, yang dihadiri oleh banyak kalangan, terutama para pelaut dan masyarakat meteorologi. Dalam konferensi tersebut dibahas tentang kerjasama internasional dan pembakuan pengamatan serta penyusunan log-boek secara kontinu. Namun karena mereka itu umumnya bukan orang-orang pemerintahan, hasil bahasan tersebut belum dapat menjadi ikatan yang tetap.

Pada tahun 1872, tepatnya tanggal 14 Agustus 1872, hasil konferenssi tersebut baru dibahas oleh para ahli dan pemuka meteorologi dalam suatu pertemuan di Leipzig. Pertemuan tersebut mengahasilkan keputusan yang disusun secara lengkap dan sistematik yang kemudian diajukan kepada Kepala-Kepala Pemerintahan di berbagai negara di Eropa. Usulan tersebut mendapat tanggapan baik.

Pada tahun 1873, tanggapan tersebut direalisasi dengan diselenggarakannya Kongres Internasional Meteorologi pada tanggal 16 September 1873 di Wina. Berbeda dengan kongres sebelumnya, kongres tahun 1873 tersebut dihadiri oleh 32 orang yang mewakili 20 negara. Kongres berhasil membentuk “Komite Tetap”, dan memilih Buys Ballot sebagai Presiden Komite yang pertama. Kongres juga membentuk organisasi yang disebut “Organisasi Meteorologi Internasional”. Organisasi Meteorologi Internasional beranggotakan para Direktur Meteorologi dari berbagai negara.

Pada tahun 1874 Komite Tetap tersebut menghasilkan kesepakatan tentang pengamatan dan tatacara publikasi hasil pengamatan. Untuk itu diperlukan berbagai ketentuan baku, antara lain ketentuan waktu pengamatan.

Tanggal 1 Januari 1875 adalah tanggal dimulainya penggunaan waktu pengamatan sinkron, yakni waktu yang disepakati untuk dilakukannya pengamatan cuaca secara serentak. Waktu pengamatan sinkron tersebut menggunakan rujukan waktu bujur geografi 0o dekat Greenwhich, yang selanjutnya disebut waktu Greenwhich (Greenwhich Mean Time = GMT ); sekarang menggunakan Universal Time Coordinate = UTC).

Tahun 1882-1883 kiranya cukup penting; dalam tahun tersebut Komite Tetap ikut serta mengisi kegiatan dalam Program Kutub Internasional Pertama ( First International Polar Year ) tahun 1882-1883. Disamping itu hasil penting yang baik untuk dicatat pada akhir abad ke-19 tersebut adalah dikenalkannya meteorologi dinamik oleh V. Bjerknes, dengan teori peredaran yang dasar matematikanya : dC/dt = - § a dp.



Pengamatan cuaca.
Dalam bidang pengamatan terlihat banyak kemajuan; antara lain ditandai dengan makin banyaknya stasiun pengamatan di berbagai negara. Selain pengamatan cuaca permukaan, pengukuran angin dengan balon unting mulai dilakukan. Dengan melacak gerakan balon yang dilepas ke udara dapat dihitung arah dan kecepatan angin di berbagai ketinggian. Pengukuran dengan menggunakan alat yang digantungkan pada balon yang dilepas ke udara juga mulai dilakukan. Karena balon bebas bergerak mengikuti angin, maka hasil pengamatan yang direkam dapat meliputi lajur daerah yang panjang. Bila balon pecah alat-alat yang digantung jatuh ke bumi. Untuk memperoleh kembali alat-alat tersebut pada alat diberi tulisan tentang keterangan alat, dan diharapkan kepada yang menemukan mengirimkan ke alamat yang disebutkan. Juga diberi penjelasan bahwa biaya pengirimannya akan diganti.

Dalam menyambut Hari Meteorologi Dunia tahun 1994 Dr. Obasi Sekretaris Jendral WMO (bull. WMO. Vol. 43 no.1 januari 1994) mengemukakan bahwa sampai tahun itu terdapat lebih dari 9000 stasiun pengamatan cuaca di darat dan 7000 stasiun pengamtan cuaca di kapal laut melakukan pengamatan cuaca permukaan tiga jam sekali setiap hari. Kira-kira 10 % melakukan pengamatan udara atas (tekanan, suhu, kelembapan, angin) sampai ketinggian 30 km sekali sampai dua kali setiap hari. Dikemukakan pula bahwa selain pengamatan cuaca di darat dan di laut, penerbang dan /atau awak pesawat terbang yang sedang dalam penerbangan juga melakukan pengamatan cuaca sepanjang jalur penerbangannya.

Data cuaca rahasia.
Perang Dunia Pertama ( 1914 - 1918) membawa akibat kurang baik bagi meteorologi. Semula dengan sifat-sifat cuaca yang diketahui, orang mengerti akan kemanfaatan cuaca bagi berbagai kegiatan. Namun sebagian orang memanfaatkannya untuk penentuan strategi perang. Karena dimanfaatkan untuk keperluan perang itulah maka kerjasama dan pertukaran data cuaca antar stasiun pengamatan dari berbagai negara menjadi terganggu. Meskipun jumlah stasiun pengamatan di masing-masing negara bertambah. Tetapi pertukaran tidak berlangsung karena data cuaca menjadi data rahasia. Data cuaca yang semestinya dibuat dalam bentuk tertentu yang telah ditetapkan secara internasional banyak yang tidak dilaksanakan. Kerahasiaan data cuaca tersebut juga pernah dilakukan di Indonesia pada sekitar tahun 1959 - 1962.



Gelombang atmosfer.
Meskipun mengalami banyak hambatan, pengetahuan mengenai cuaca terus berkembang.

Pada akhir abad ke-19 teori massa udara, teori perenggan (front), dan teori dinamik dikenalkan oleh Solberg dan J Bjerknes dari Norwegia. Dengan menggunakan teori-teori matematik Richardson mengembangkan metode berangka (numerik) untuk menjelaskan gelombang-gelombang atmosfer.

Pada tahun 1921, dalam bukunya " Weather Prediction by Numerikal Process " Richardson (10 Oktober 1921) menulis : “ The investigation grew up out of a study of finite differences and ……………. “ dst. Namun demikian teori-teori Richardson tersebut saat itu tidak banyak mengalami kemajuan karena untuk mewujudkannya memerlukan perhitungan yang rumit yang belum dapat dilakukan pada waktu itu.


Gelombang timuran.
Hambatan muncul kembali pada masa Perang Dunia Kedua ( 1939 - 1945). Pertukaran data hasil pengamatan cuaca manjadi kacau; bahkan stasiun pengamatan cuaca di banyak negara menjadi kurang terurus. Namun dalam bidang teori, terus berkembang. Teori-teori gelombang terus berlanjut dan berkembang. Dengan teori-teori tersebut Rossby, Bjerknes, Holmboe, dll. menjelaskan tentang siklon, siklon tropis, gelombang timuran dan lain-lain.

Pada tahun 1939 C,G, Rossby memperkenalkan penemuannya tentang gelombang atmosfer skala besar yang kemudian disebut " gelombang Rossby". Pada tahun itu juga, Rossby menjelaskan tentang bentuk persamaan kepusaran (vorticity) secara sederhana. Dengan rumus tersebut dijelaskan tentang gerakan atau perpindahan badai siklon dan pola gelombang skala planet dalam peta cuaca.

Pada tahun 1944, Bjerknes dan Holmboe menjelaskan perkembangan siklon ekstratropik dengan menggunakan dasar persamaan kepusaran dan kapasitas transport yang ditunjukkan oleh kerapatan isobar.

Organisasi Meteorologi Dunia.
Setelah masa perang dunia kedua meteorologi dunia berkembang dengan cepat, baik dalam bidang organisasi maupun dalam bidang keilmuannya.

Tahun 1950 merupakan tahun penting bagi organisasi meteorologi. Organisasi yang sebelumnya bernama Organisasi Meteorologi Internasional, pada tanggal 23 Maret 1950 diresmikan menjadi bagian dari Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan nama Organisasi Meteorologi Dunia = OMD (World Meteorological Organization = WMO ). Sekarang tanggal 23 Maret dikenal sebagai hari Meteorologi Dunia ( World Meteorological Day ), dan sejak tahun 1961 setiap tahun diperingati dengan tema yang disusun sesuai dengan isu cuaca pada tahun yang bersangkutan.


Prakiraan cuaca numerik. Teori-teori Richardson tentang cuaca berangka yang dikemukakan pada tahun 1921 seolah-olah hilang selama puluhan tahun, karena untuk mewujudkannya memerlukan perhitungan yang rumit yang belum dapat dilakukan pada waktu itu. Baru kemudian setelah penemuan teknologi komputer, teori-teori Richrdson tersebut dapat diwujudkan, dan makin berkembang sampai sekarang.

Tahun 1950, dengan menggunakan komputer ENIAC Charney bersama-sama dengan Fjofort, Freeman, Smagorinsky, dan Platzman melakukan eksperimen pembuatan prakiraan cuaca numerik model barotropik. Sejalan dengan kemajuan teknologi komputer, analisis dan model prakiraan cuaca numerik terus berkembang.

Cuaca satelit.
Dalam hubungannya dengan Program Tahun Geofisika dan Geodesi Internasional ( International Geophysics and Geodesy Year = IGGY ) pengetahuan cuaca makin bertambah dengan diketemukannya teknologi satelit.

Pada tahun 1957, satelit pertama Sputnik diluncurkan oleh Rusia. Dengan peluncuran satelit tersebut tahun 1957 dikenal sebagai tahun memasuki zaman satelit. Satelit-satelit lain menyusul diluncurkan.
Pada tahun 1967, Satelit khusus untuk pengamatan cuaca diluncurkan. Dengan hasil pengamatan satelit cuaca koreksi terhadap teori-teori peredaran atmosfer sebelumnya dapat dilakukan.

Pada tahun 1977, jejaring pengamatan satelit cuaca dunia dibentuk dengan diorbitkannya lima satelit cuaca pegun bumi (geostationer) di atas khatulistiwa sekeliling bumi pada ketinggian sekitar 36.000 km. Dengan satelit-satelit tersebut makin banyak ciri dan perilaku cuaca dapat dikenali meskipun masih banyak pula yang sampai sekarang belum diketahui. Dengan bantuan data satelit prakiraan cuaca numerik makin berkembang. Produk prakiraan tidak hanya unsur-unsur dasar seperti tinggi geopotensial, medan suhu, medan angin, tetapi sudah dapat dihasilkan prakiraan awan, hujan, dan lain-lain.
Tahun 1985. ECMWF (European Centre for Medium Range Weather Forecast) mengembangkan analisis cuaca numeric model 19 paras (level) dan resolusi tinggi (120 km).

Klimatologi.
Berbeda dengan meteorologi, konsep-konsep klimatologi tidak banyak mengalami perubahan. KÖppen adalah pencentus konsep klasifikasi iklim.

Tahun 1901, Köppen mengemukakan gagasan tentang klasifikasi iklim dunia, yang terus disempurnakan sampai tahun 1931. Konsep klasifikasi iklim tersebut ditulis dalam bukunya “Grundriss der Klimakunde” di Berlin. Dengan dasar data rata-rata tahunan dan bulanan suhu dan hujan, Köppen membuat klasifikasi iklim dalam lima jenis iklim, yang masing-masing diberi lambang A, B, C, D, dan E. A = iklim hujan tropis; B = iklim kering; C = iklim hujan lintang tiunggi panas; D = iklim boreal; dan E = iklim salju. Selanjutnya Glenn Trewartha membuat klasifikasi iklim dalam enam jenis dengan menggunakan criteria suhu dan hujan. Masing-masing diberi lambang A, B, C, D, E, F, dengan A, C, D, E, F klasifikasi berdasarkan suhu, dan B klasifikasi berdasarkan hujan. A = tropis, ibun beku (frost) sebagai batas untuk daerah di tas daratan, diatas lautan bulan paling dingin sebessar 18 oC. C = subtropiks, daerah dengan 8 bulan suhu rata-rata bulanannya 10 oC atau lebih; D = lintang tengah, empat bulan suhu bulanan rata-rata 10 oC; E boreal, I bulan paling panas suhunya 10 oC atau lebih; F = iklim kutub, semua bulan rata-rata suhunya dibawah 10 oC. B adalah daerah iklim kering, yang batas luarnya ditandai dengan penguapan potenssial besarnya sama dengan banyaknya curah hujan.

Pada tahun 1937 Glenn T. Trewartha menulis tentang klimatologi dengan penerbitan bukunya “An Introduction to Climate”.

Variasi klimatik. Saat ini studi tentang iklim lebih banyak mengarah kepada klimatologi dinamik dan sifat variabilitas klimatik.

Tahun 1985, Program Penelitian Iklim Dunia (World Climate Research Programme = WRCP) mensponsori penelitian TOGA (Tropical Ocean Global Atmosphere) untuk mempelajari variabilitas antartahunan yang dipicu oleh sistem pasangan lautan-atmosfer tropik. Hasil penting dari penelitian dalam kegiatan TOGA tersebut antara lain diperolehnya suatu parameter yakni gerakan suhu laut di lautan Pasifik yang teratur dan diambil sebagai parameter yang dapat diprakirakan (predictable). Disamping itu dikenalkan fenomena ENSO (ElNino – Southern Oscillation) sebagai contoh fenomena pasangan antara fenomena laut (ElNino) dan fenomena atmosfer selatan (Southern Oscillation = SO).

Tahun 1986 istilah “climatic variation” (variasi klimatik) dan “climatic prediction” (prakiraan klimatik) digunakan oleh Dr Robert M. White, dengan alasan bahwa apabila berbicara tentang prakiraan cuaca minggu depan, dan seterusnya, hanya mungkin berbicara tentang statistik cuaca (bul.WMO vol 39, jan 1985).

Tahun 1992, dengan belajar dari keberhasilan TOGA, studi tentang variabilitas dan prediktibilitas iklim (Climate variability and Preditability = CLIVAR) dimulai. Penelitian CLIVAR tersebut disponsori oleh JSC (Joint Scientific Committee) dan WCRP. CLIVAR bertujuan untuk memahami sifat variabilitas dan prediktabilitas iklim serta tanggap sistem iklim kepada tekanan antropogenik.




PENGETAHUAN CUACA KAWASAN TROPIK

Sebelum tahun 1950 pembahasan cuaca kawasan tropik masih banyak menggunakan konsep sistem cuaca di kawasan lintang tinggi. Hal tersebut dapat ditunjukkan misalnya penamaan Front Antartropik (Intertropical Front = ITF). Tetapi karena sifat-sifat front seperti di lintang tinggi tidak terlihat, kini tidak lagi digunakan Front Antartropik melainkan Pias Pumpun Antartropik (PPAT = ITCZ, Intertropical Convergence Zone) Semula orang menganggap bahwa pendekatan quasi-geostropik tidak berlaku di kawasan tropik, meskipun kemudian ditunjukkan bahwa sampai batas diluar 5 derajat lintang masih cukup memadai.

Sampai tahun 1950-an, studi tentang peredaran atmosfer masih berorientasi kepada gerak gelombang zonal yang dikenal dengan gelombang Rossby. Setelah itu perhatian mulai ditujukan kepada gelombang gravitas. Konsep tentang adanya gelombang Kelvin dan gelombang campuran, yakni gelombang Rossby-gravitas yang terperangkap di kawasan khatulistiwa mulai berkembang.

Tahun 1959-1960. Sifat fluktuasi stratosfer dikemukakan oleh Graystone (1959a) dan Ebdon (1960).

Tahun 1961 Osilasi dipandang penting berkenaan dengan diketemukannya fenomena atmosfer dalam bentuk gerak osilasi QBO (Quasi Biennial Oscillation) oleh Landsberg. Selanjutnya QBO di stratosfer bawah di atas kawasan tropik dikenalkan oleh para ilmuwan (Reed dkk 1961; Veryard dan Ebdon 1961). QBO tersebut mempunyai periodisitas sekitar 26 bulan, dan dapat dikenali pada banyak unsur, utamanya suhu, angin, dan ketinggian geopotensial.

Eksperiment.
Studi tentang cuaca dan iklim kawasan tropik makin bertambah. Organisasi Meteorologi Dunia (OMD, alih istilah dari World Meteorological Organization = WMO), menaruh perhatian besar kepada berbagai eksperimen, terutama yang dilakukan di kawasan tropik yang sampai saat ini termasuk kawasan yang kurang memiliki data cuaca yang cukup. Berbagai eksperimen dilakukan antara lain :

IIOE (International Indian Ocean Expedition) yang dilakukan dalam tahun 1963-1964.

Tahun 1973 diselenggarakan ISMEX (Indo Soviet Monsoon Experiment).

Tahun 1978/79. diselenggarakan eksperimen tentang monsun yang dikenal dengan “Monsoon Eksperiment (MONEX)” yang merupakan bagian periode pengamatan khusus dari program FGGE (First GARP Global Experiment). Dari bulan Desember 1978 sampai Maret 1979 kegiatan MONEX bermarkas di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri monsun Asia pada musim dingin (Winter MONEX). Sedangkan dalam bulan Juni 1979 kegiatan MONEX bermarkas di New Delhi, India, dan dimaksud untuk mempelajari ciri-ciri monsun Asia musim panas (Summer MONEX).

Dalam tahun 1986 – 1989 diselenggarakan AMEX (Australian Monsoon Experiment). GAME (GEWEX- Asia Monsoon Experiment);SSCMEX (South China Sea Monsoon Experiment). Ada tiga hal utama mengenai monsun tersebut yang sampai saat ini masih dikaji kejelasannya, yaitu mengenai onset (awal mulainya), kadar, selang dan aktivitas (activities and break monsoon); dan pengaruh sumber energi dan orografi, serta aspek-aspek regional yang bersangkutan.


ISU PERUBAHAN IKLIM
Pada tahun 1980 para peneliti melaporkan adanya kecenderungan perubahan secara global. Kecenderungan naik terlihat pada paras muka laut. Kecenderungan naik juga terlihat pada suhu udara permukaan. Berkurangnya Ozon dan pertambahan CO2 diduga sebagai penyebab kenaikan suhu tersebut. Ozon dikenal sebagai bahan kimia dalam atmosfer yang mempunyai peran banyak kepada cuaca dan iklim serta lingkungan hidup pada umumnya.


Reaksi kimia Ozon dengan Khlor (Cl) bebas yang berasal dari CFC (Chloro Fluoro Carbon) menimbulkan pemecahan molekul Ozon, sehingga Ozon berkurang jumlahnya. Tiap pengurangan Ozon sebesar 1% mengakibatkan kenaikan jumlah ultraviolet ke bumi sebesar 1,3% sampai 1,8%. Oleh karena itu perhatian terhadap Ozon dipandang sangat penting.

Pada tahun 1839 sampai 1850, C.F. Schönbein melakukan penelitian dan mengemukakan adanya Ozon alam di atmosfer.

Pada tahun 1880, diketemukan bahwa Ozon mempunyai sifat menyerap spectrum ultraviolet dengan kuat.

Pada tahun 1913, ditunjukkan bahwa kebanyakan Ozon atmosfer terdapat di lapisan antara 19 dan 23 km.

Tahun 1920 dicatat sebagai tahun pengukuran Ozon secara kuantitatif yang dilakukan oleh G.M.B. Dobson, dari Oxfort University.

Tahun 1985, dilaporkan oleh para ahli survei Antartik dari Inggris tentang adanya penurunan jumlah Ozon di atmosfer yang tercatat di Syowa, Antartik.
Tahun 1984. Dalam rangka pengkajian tentang perubahan iklim tersebut pada tahun 1984 WMO membuat proyek Sistem Pemantauan Iklim (Climate Monitoring System). Perubahan iklim tidak hanya karena perubahan keadaan atmosfer sendiri, melainkan berkaitan dengan factor lingkungan lainnya. EL Nino dan Osilasi Selatan adalah salah satu contoh pasangan fenomena yang menunjukkan adanya kaitan antara laut dan atmosfer. Dalam rangka penelitian ElNino dan Osilasi Selatan yang diduga mempunyai dampat iklim global sepanjang khatulistiwa mulai tahun 1984 dibentuk proyek TOGA (Tropical Ocean Global Atmosphere).

AWAN
Awan yang bertebaran di langit tidak sekedar penghias angkasa , tetapi mempunyai banyak arti dalam meteorologi.

Awan-awan itu juga mempunyai nama.

Untuk mengenali macam-macam awan, masing-masing awan diberi nama. Nama awan tersebut dikenalkan pertama kali oleh Lamark ( ahli fisika dari Perancis) dan Luke Haward ( dari Inggris) pada tahun 1802.

Pada tahun 1803 nama–nama yang dikenalkan tersebut disempurnakan oleh Renou (Perancis), Hildebrandson (Swedia), dan selanjutnya diusulkan dalam Konferensi Meteorologi Internasional pada tahun 1891 untuk dibakukan. Usul tersebut diterima meskipun perlu penyempurnaan. Pada tahun 1939 diterbitkan atlas awan yang pertama kali. Penyempurnaan terus dilakukan dan pada tahun 1957 Organisasi Meteorologi Dunia menerbitkan atlas awan, sebagai atlas yang kedua; seterusnya disempurnakan lagi dan diterbitkan atlas awan yang ketiga pada tahun 1980. Nama-nama yang diberikan dibuat dari bentuk dasar awan, dan sekaligus untuk membedakan menurut generanya. Secara berurut menurut ketinggian letaknya mulai dari yang paling tinggi, nama awan tersebut adalah : Sirus, Sirokumulus, Sirostratus, Altokumulus, Altostratus, Stratokumulus, Stratus, Nimbostratus, Kumulus, dan Kumulonimbus. Jadi kecuali sirus, lainnya mempunyai nama berasal dari bentuk dasar kumulus atau stratus.

Awan ada yang letaknya tidak jauh dan ada yang terletak jauh dari permukaan bumi. Dari ketinggian letak dasar awan dibedakan tiga golongan awan, yakni awan rendah, awan tengah, dan awan tinggi. Awan rendah adalah golongan awan yang dasar atau bagian bawah awan terletak pada ketinggian di bawah 2 km dari permukaan bumi. Awan tengah adalah awan yang dasarnya terletak pada ketinggian antara 2 dan 8 km. Awan tinggi adalah awan yang dasarnya terletak pada ketinggian diatas 6 km dari permukaan bumi.

Dari urutan tersebut Sirus, Sirokumulus, dan Sirostratus termasuk awan tinggi yang letaknya pada ketinggian 6 km atau lebih dari permukaan bumi; Altokumulus, Altostratus termasuk awan tengah, yang letaknya pada ketinggian antara 2 dan 8 km; Nimbostratus, Stratokumulus, Stratus, Kumulus, dan Kumulonimbus termasuk awan rendah, yang letak dasar awannya pada ketinggian kurang dari 2 km dari permukaan bumi tetapi puncaknya dapat rendah atau tinggi sampai lebih dari 8 km. Namun demikian kriteria ketinggian tersebut tidak secara umum; di kawasan tropik berbeda dengan dikawasan luartropik. Di kawasan tropik letak dasar dan puncak awan lebih tinggi dibandingkan awan sejenis di kawasan mendekati kutub.

Apakah awan itu ?

Awan adalah kelompok butir air atau kristal es atau campuran keduanya yang mengapung di udara jauh dari permukaan bumi. Butir-butir air umunya berjejari lebih dari 10 mikrometer dan kurang dari 200 mikrometer. Kelompok butir air yang jejarinya kurang dari 10 mikrometer disebut kabut, dan yang lebih dari 200 mikrometer sudah keluar dari awan menjadi hujan.


Mengapa awan bermacam-macam bentuknya?

Awan ada yang tersusun dari kristal-kristal es, dan ada pula yang mengandung campuran butir-butir air dan kristal-kristal es. Awan bentuknya bermacam-macam karena banyak sebab, antara lain karena berbeda besar butir-butir air atau besar kristal esnya, berbeda cara pembentukannya. Selain itu wujud awan tersebut berkaitan dengan keadaan dan proses yang ada di dalam atmosfer. Oleh karena itu memahami wujud awan adalah salah satu cara untuk mengetahui keadaan dan perilaku atmosfer. Pada dasarnya wujud yang bermacam-macam itu berbeda mengenai strukur fisiknya, komposisinya, terangnya, dan warnanya; tetapi dalam pengamatan ada bentuk-bentuk tertentu yang masih tetap kelihatan di setiap awan. Bentuk tertentu itu disebut bentuk dasar atau bentuk utama.

Perubahan struktur fisik dan komposisi awan terjadi karena faktor luar, misalnya karena angin, suhu udara, dan karena proses mikroskopi di dalam awan.

Terangnya awan berkaitan dengan banyaknya cahaya yang dipantulkan, yang dihamburkan, dan yang dipancarkan kembali oleh partikel-partikel di dalam awan. Cahaya tersebut dapat berasal dari matahari secara langsung, dari langit, dan atau dari bumi. Awan yang berisi butir atau kristal es lebih terang dibandingkan yang berisi butir-butir air karena kristal es lebih banyak memantulkan cahaya.

Warna awan utamanya berkaitan dengan cahaya yang diterima, baik banyaknya maupun arah datangnya cahaya. Bila matahari cukup tinggi di atas ufuk (horizon) bagian-bagian awan yang terkena langsung oleh sinar matahari berwarna putih sampai keabu-abuan. Bagian yang terkena sinar dari langit yang berwarna biru tampak berwarna abu-abu kebiruan. Apabila matahari dekat ufuk warna awan bermacam-macam mulai dari kuning, oranye, sampai merah. Oleh karena itu meskipun jenis awan sama, warnanya dapat berbeda pada pagi, siang, sore atau pada malam hari. Selain itu warna awan juga berbeda dengan perbedaan ketinggian dan posisi pengamat dari matahari. Bila matahari di dekat atau di bawah dekat ufuk pengamat masih melihat awan-awan tinggi di atasnya berwarna putih, awan yang agak rendah cenderung berwarna oranye atau kemerah-merahan, dan awan yang rendah letaknya bagian bawahnya yang menghadap bumi berwarna abu-abu. Dengan membedakan warna-warna awan seperti itu dapat ditaksir ketinggian awan.

Meskipun awan terlihat berbagai macam bentuknya, setiap awan mempunyai bentuk utama atau bentuk dasar, yakni bentuk yang tetap kelihatan meskipun awan mengalami perubahan.

Bentuk dasar itu yang bagaimana ?

Bentuk dasar tersebut adalah bentuk gundukan yang tumbuh ke atas, disebut bentuk kumulus; bentuk lapisan yang arahnya mendatar, disebut bentuk stratus; dan bentuk serabut yang tidak jelas arah pertumbuhannya, disebut bentuk sirus.
(a) bentuk gundukan (kumulus),






(b) bentuk lapisan (stratus),





(c) bentuk serabut (sirus)





Kedua bentuk yang pertama yaitu kumulus dan stratus merupakan bentuk dasar dari semua awan. Dari bentuk dasar tersebut terbentuk bentuk lain sebagai campuran keduanya.

Klasifikasi awan.
Berdasarkan bentuk dasar atau bentuk utamanya, awan dibeda-bedakan dalam kelompok yang disebut genera. Ada 10 macam awan menurut genera, yakni : Sirus, Sirokumulus, Sirostratus, Altokumulus, Altostratus, Stratokumulus, Stratus, Nimbostratus, Kumulus, dan Kumulonimbus. Jadi kecuali sirus, lainnya mempunyai nama berasal dari bentuk dasar kumulus atau stratus.

Apa ciri masing-masing genera awan ?

1. Sirus (Ci).

Sirus adalah awan yang letaknya paling tinggi diantara letak awan lainnya. Sirus tersusun dari kristal-kristal es. Bentuk Sirus ada yang seperti garis lurus, ada yang seperti kail atau tanda koma, ada yang seperti serabut, ada yang seperti benang kusut, dan ada yang berbentuk tumpukan yang tidak melingkar. Biasanya Sirus tampak pada waktu langit cerah.

Sirus sering berbentuk lembaran seperti cadar yang menutupi matahari. Meskipun jarang terjadinya, matahari di belakangnya dapat terlihat atau tertutup.

Sirus ada yang terlihat seperti tumpukan kecil yang terpencil dan sering pula disertai bentuk seperti ekor, atau bentuk menara kecil yang melingkar atau berpencar keluar dari suatu dasar. Sirus yang berbentuk menara-menara kecil dengan puncaknya melingkar seperti kail biasanya terjadi bila langit cerah. Ada pula yang terlihat tersusun dari pias sejajar yang luas dan berkumpul ke suatu titik di ufuk.

Sirus umumnya berwarna putih, tetapi kadang-kadang terlihat berbentuk lempengan berwarna ke abu-abuan apabila dilihat ke arah matahari. Pada hari siang Sirus yang tidak di dekat ufuk berwarna putih, dan lebih putih dibandingkan dengan awan lain yang ada. Pada saat matahari di dekat ufuk, puncaknya masih kelihatan putih tetapi bagian bawahnya agak kuning atau oranye. Ketika matahari sedikit di bawah meninggalkan ufuk atau pada petang hari, Sirus tinggi mungkin berubah warna dari kuning menjadi pink kemudian menjadi merah dan akhirnya menjadi abu-abu. Perubahan warna tersebut berbalik urutannya ketika matahari di bawah ufuk pada pagi hari dan mulai naik.

Sirus dapat berasal dari virga Kumulonimbus atau Altokumulus, atau dari bagian atas Kumulonimbus setelah bagian bawahnya hilang menjadi hujan. Selain itu Sirus juga dapat terjadi sebagai hasil dari perubahan Sirostratus yang tidak merata oleh adanya penguapan di berbagai lapisan yang lebih tipis.

Berbeda dengan Sirokumulus yang berbentuk bola-bola kecil, Sirus berbentuk serabut dan bila ada bentuk seperti menara-menara, menara-menara tersebut terlihat sangat kecil. Berbeda dengan Sirostratus, lembaran-lembaran Sirus tampak terpisah-pisah; sedangkan lembaran-lembaran Sirostratus lebih merata. Meskipun demikian agak sulit dibedakan apabila awan terletak di dekat ufuk. Sedangkan bedanya dengan Altokumulus, Sirus jauh lebih putih; dan bedanya dengan Altostratus, lembaran Sirus lebih kecil.


2. Sirokumulus (Cc).

Sirokumulus adalah awan yang tinggi letaknya berupa tumpukan, lembaran, atau lapisan tipis berwarna putih yang tidak mempunyai bayangan. Tersusun atas unsur-unsur sangat kecil dalam bentuk butir-butir, riak, dan lain-lain yang menyatu atau terpisah dan secara beraturan. Unsur-unsur tersebut besarnya kurang dari satu derajat.

Sirokumulus berupa gumpalan-gumpalan seperti Altokumulus, tetapi letaknya lebih tinggi dan lebih kecil, berwarna putih keperak-perakan merata dan tidak ada bayangan yang berwarna abu-abu. Sering tampak seperti sisik ikan atau garis-garis yang sejajar. Sirokumulus hampir keseluruhannya terdiri atas kristal-kristal es; meskipun sering berisi tetes-tetes air adidingin tetapi cepat berubah menjadi kristal es. Umumnya berbentuk lembaran yang padat dan terdiri atas unsur-unsur berupa butir-butir atau riak. Lembaran-lembaran tersebut sering terlihat menyatu atau berderet menyerupai gelombang; tepinya ada yang berserabut.

Meskipun jarang terlihat, Sirokumulus tampak berupa susunan bulatan-bulatan kecil seperti sarang lebah. Sirokumulus juga ada yang terlihat bertumpuk-tumpuk seperti lensa panjang dan berderet. Sirokumulus tembus cahaya sehingga matahari atau bulan di belakangnya dapat terlihat.

Sirokumulus terbentuk dalam udara cerah. Selain itu dapat terbentuk dari perubahan Sirus atau Sirostratus, atau dari Altokumulus. Sirokumulus yang berbentuk lensa atau seperti buah badam biasanya hasil dari pengangkatan orografik dari lapisan udara yang sangat lembap.

Berbeda dengan Sirus dan Sirostratus, jambul atau menara-menara kecil pada Sirokumulus lebih lebar. Selain itu lembaran-lembaran Sirokumulus beriak atau terbelah-belah menjadi bagian-bagian kecil terkumpul dalam daerah yang tidak luas; dan bedanya dengan Altokumulus, pada Sirokumulus tidak ada bayangan awan.


3. Sirostratus (Cs).

Sirostratus berbentuk lembaran yang sering terbentang luas tetapi lebih tipis dibandingkan dengan Altostratus. Apabila ada matahari atau bulan di belakangnya, di sekeliling matahari atau bulan tampak ada lingkaran cahaya berwarna-warna yang disebut ”halo (halo)”. Halo tersebut timbul karena peristiwa penguraian cahaya oleh butir-butir dan /atau kristal es di dalam awan.

Sirostratus terdiri atas kristal-kristal es. Berbentuk lembaran seperti cadar berserabut, kadang-kadang seperti cadar remang-remang. Tepi cadar kadang-kadang tampak jelas dan sering terlihat seperti Sirus. Sirostratus tidak pernah demikian tebal sehingga membuat gelap bagi benda-benda di bumi kecuali bila matahari rendah di dekat ufuk. Halo sering terlihat apabila matahari atau bulan berada di belakang Sirostratus.
Sirostratus mungkin terbentuk karena naiknya lapisan udara dingin yang luas sampai paras tinggi. Sirostratus juga dapat terbentuk dari penggabungan unsur-unsur Sirus, atau unsur-unsur Sirokumulus, atau yang dihasilkan dari kristal-kristal es yang jatuh dari Sirokumulus. Selain itu Sirostratus juga dapat berasal dari penipisan Altostratus, atau dari perluasan landasan tempa puncak Kumulonimbus, atau sebagai sisa karena bagian bawah Kumulonimbus habis menjadi hujan.

Berbeda dengan Sirus, cadar Sirostratus lebih luas. Kadang-kadang agak sulit dibedakan dengan Sirokumulus dan Altostratus; tetapi Sirostratus tidak berbulir, tidak beriak, dan tidak mempunyai bagian yang berbentuk bulatan seperti yang dimiliki Sirokumulus dan Altokumulus. Bedanya dengan Altostratus, Sirostratus lebih tipis dan dapat menimbulkan halo, sedangkan Altostratus dan Stratus tidak menimbulkan halo. Tetapi bila Sirostratus di dekat ufuk sering tidak jelas bedanya dengan Altostratus; namun demikian dapat dibedakan dari berubahnya yang lebih lambat dibandingkan dengan berubahnya Altostratus dan Stratus. Adanya Sirostratus juga sering sulit dibedakan dengan udara kabur, meskipun Sirostratus lebih bening kekuning-kuningan sampai kecoklatan; sedangkan kabur lebih keabu-abuan.

4. Altokumulus (Ac).
Altokumulus letaknya lebih rendah dari awan jenis Sirus, berbentuk gumpalan-gumpalan yang meluas, bertumpuk, lembaran, atau lapisan berwarna putih sampai putih keabu-abuan, tetapi tidak ada bayangan di dasar awan. Bagian bawahnya berbentuk gumpalan-gumpalan seperti bulu domba, dan bagian bola yang menghadap matahari berwarna lebih putih dibandingkan yang ada dibaliknya. Unsur-unsurnya tersusun teratur, berbentuk pulatan-bulatan, gulungan,
kadang-kadang bagian bawahnya berserabut atau baur, terpisah-pisah atau menyatu. Ukuran bentuk bulatannya satu sampai lima derajat.

Altokumulus terdiri atas butir-butir air, tetapi bila suhunya rendah dapat berisi kristal-kristal es. Altokumulus umumnya berbentuk kumpulan bulatan-bulatan yang meluas dan teratur; kadang-kadang berupa gulungan-gulungan memanjang dan sejajar yang dipisahkan oleh garis-garis tak berawan. Meskipun jarang terjadi, bulatan-bulatan awan dapat berukuran kecil-kecil dan tersusun seperti sarang lebah. Lembran Altokumulus dapat bertumpuk lebih dari dua lapis. Selain itu bentuk unsurnya ada yang seperti lensa atau buah badam lebih dari satu, ada yang berupa bulatan-bulatan yang menonjol seperti menara kecil yang bagian bawahnya seperti robek-robek atau berserabut.
Altokumulus bersifat tembus cahaya sehingga bila matahari terletak di belakang Altokumulus yang tipis dapat terlihat, tetapi bila sangat tebal matahari dapat tertutup. Di bagian bawah awan tampak seperti ada bayangan. Di kawasan lintang tinggi korona sering terlihat pada Altokumulus. Kadang-kadang halo dapat terjadi dan terlihat seperti ada dua matahari (matahari kembar = mock sun), atau berbentuk pilar..

Altokumulus sering terbentuk dari naiknya sejumlah lapisan udara, atau karena golak-galik (turbulence), atau karena golakan di lapisan tengah troposfer. Selain itu Altokumulus juga dapat terjadi dari bertambah tebalnya unsur-unsur Sirokumulus, pemisahan lapisan Stratokumulus, atau perubahan dari Altostratus atau Nimbostratus. Altokumulus yang berbentuk lensa atau buah badam biasanya hasil dari pengangkatan lokal udara lembap karena orografi.

Altokumulus sering sulit dibedakan dengan Sirus, Sirokumulus, Altostratus, Stratokumulus, dan Kumulus. Namun demikian masih ada beberapa bentuk yang dapat digunakan untuk mebedakannya, antara lain Altokumulus seperti Sirus tetapi bagian bawahnya berserabut atau tampak seperti virga. Berbeda dengan Sirokumulus, bagian bawah Altokumulus tidak ada bayangan, dan unsur-unsur bolanya lebih besar (lebih besar dari tigapuluh derajat). Bedanya dengan Altostratus, lembaran Altokumulus lebih tebal dan tidak rata melainkan berbenjol-benjol. Altokumulus yang gelap tampak seperti Stratokumulus tetapi pada Altokumulus bagian –bagian yang berbentuk bola lebih kecil. Altokumulus yang benjolan-benjolannya berbentuk menara kecil hampir serupa dengan Kumulus, tetapi bagian bawahnya berserabut atau virga.

5. Altostratus (As).

Altostratus juga lebih rendah letaknya dibandingkan dengan letak jenis awan sirus; berbentuk lembaran luas, berserabut atau tampak seragam. Bentangan Altostratus dapat sangat luas sehingga menutupi seluruh langit. Altostratus yang tebal dapat menimbulkan hujan lama tetapi tidak deras. Altostratus yang tipis, menampakkan matahari atau bulan di belakangnya seperti piring berwarna pudar dan tidak menyilaukan, tetapi tidak ada halo.
Altostratus dapat terdiri atas butir-butir air, mengandung kristal-kristal es, dan dapat pula berisi tetes-tetes hujan dan salju.

Altostratus hampir selalu meluas sampai ratusan kilometer peresegi dan tebalnya sampai dalam ribuan meter. Lapisan dapat lebih dari satu bertumpuk pada paras-paras yang hampir berimpitan. Kadang-kadang terlihat berbentuk seperti bergelombang atau seperti pias-pias lebar yang sejajar. Selain itu Altostratus umumnya padat dan diselingi dengan bagian-bagian tipis. Bagian yang padat dapat menutupi matahari sehingga tidak kelihatan dan yang tipis dapat menampakkan matahari atau bulan di belakangnya seperti piring cahaya yang tidak menyilaukan, tetapi tidak ada halo.

Altostratus termasuk awan yang menimbulkan hujan. Hujannya dapat terlihat dalam bentuk virga. Bila hujan dapat sampai di bumi biasanya berlangsung lama dan terus–menerus berupa gerimis sampai hujan lebat; tetapi tidak deras. Hujan dapat berupa air, salju, atau gentel-gentel es. Bila awan terdapat dalam lapisan yang bergolak-galik dan lembap karena penguapan dari curahan yang terjadi, bentuk tambahan yang terkesan sebagai potongan dari awan utama dapat terbentuk di bagian bawah Altostratus. Bentuk tambahan tersebut mula-mulanya kecil dan saling terpisah, kemudian menebal dan menyatu dalam satu lapisan.

Altostratus sangat sering terbentuk karena naiknya lapisan udara yang luas ke paras tinggi. Selain iitu juga dapat berasal dari penebalan Sirostratus. Kadang-kadang Alostratus terbentuk dari penipisan Nimbostratus, atau dari perkembangan lapisan Altokumulus apabila banyak kristal-kristal es di dalam Altokumulus jatuh membentuk virga. Di kawasan tropik Altostratus sangat sering terbentuk sebagai hasil dari perluasan bagian tengah atau bagian atas Kumulonimbus.

Altostratus sering menyerupai Sirus, Sirostratus, Altokumulus, Stratokumulus, Nimbostratus, atau Stratus. Meskipun demikian ada tanda-tanda yang dapat digunakan untuk membedakannya. Bedanya dengan Sirus yang tebal, bentangan Altostrratus masih lebih luas dan warnanya lebih ke abu-abuan. Bedanya dengan Sirostratus, matahari atau bulan di balik Altostratus tidak tampak atau tampak seperti piring bercahaya yang tidak menyilaukan dan tidak ada halo. Bedanya dengan Altokumulus dan Stratokumulus, Altostratus rata dan tidak ada benjolan-benjolan. Altostratus yang tebal hampir serupa dengan Nimbostratus, hanya saja pada Altostratus warnanya lebih terang dibandingkan warna Nimbostratus. Bedanya dengan Stratus, Altostratus terletak pada paras lebih tinggi. Selain itu warna Altostratus tidak pernah putih sedangkan Stratus dapat terlihat berwarna putih bila letaknya searah letak matahari dari tempat pengamat.


6. Stratokumulus (Sc).

Stratokumulus letaknya lebih rendah dibandingkan awan jenis Altokumulus dan Altostartus. Bentuknya bergumpal pendek, bersambungan dalam lembaran atau lapisan; bagian bawahnya rata, berwarna abu-abu keputih-putihan. Tersusun atas bagian-bagian yang berbentuk gumpalan-gumpalan atau gulungan yang terpisah dan tidak berserabut. Stratokumulus dapat dijumpai di banyak tempat, tetapi sering timbul di daerah pantai dan daerah pegunungan.
Stratokumulus berisi butir-butir air, kadang-kadang campuran dari tetes-tetes air dan gentel salju. Meskipun sangat jarang Stratokumulus dapat berisi campuran dari kristal salju dan serpihan salju. Stratokumulus sering tampak dalam lembaran atau lapisan kelompok awan-awan kecil. Kadang-kadang kelompok-kelompok awan tersebut dipisahkan oleh daerah kosong berbentuk garis; tetapi di kawasan tropik Stratokumulus dapat berupa awan tunggal berbentuk gulungan.

Kadang-kadang, tetapi sangat jarang, unsur-unsur Stratokumulus terlihat seperti sarang lebah, berbentuk lensa-lensa yang memanjang.

Stratokumulus tembus cahaya sehingga bila matahari di belakangnya bumi tidak gelap; dan di bagian yang tipis matahari dapat terlihat. Tetapi juga dapat sangat tebal sehingga menutupi matahari. Bila Stratokumulus tidak telalu tebal sering terlihat seperti korona (mahkota).

Stratokumulus dapat terbentuk dari membesarnya unsur Altokumulus. Kadang-kadang terjadi dalam udara cerah di bawah Altostratus atau Nimbostratus. Selain itu juga dapat terjadi dari Nimbostratus. Stratokumulus dapat berasal dari Stratus karena adanya golakan atau sundulan udara pada suatu paras. Selain itu Stratokumulus dapat berasal dari pecahan-pecahan bagian atas atau bagian tengah dari Kumulus, bagian tengah Kumulonimbus, atau karena pengecilan dari Kumulus yang biasanya terjadi pada siang atau sore hari.

Stratokumulus sering seperti Altokumulus, Altostratus, Nimbostratus, Stratus, atau seperti Kumulus. Namun demikian ada perbedaannya yang dapat dikenali. Dalam cuaca sangat dingin, Stratokumulus dapat menghasilkan virga dari kristal es dan dapat menimbulkan halo seperti Sirostratus, tetapi Sirokumulus lebih padat dan tidak nerawang. Stratokumulus juga mempunyai bayangan di bagian bawah awan seperti Altokumulus, tetapi unsur-unsur Stratokumulus lebih besar dan kurang teratur. Bedanya dengan Altostratus, Nimbostratus dan Stratus, unsur-unsur Stratokumulus menyatu atau terpisah-pisah dan tidak berserabut kecuali dalam udara yang suhunya sangat rendah. Selain itu hujan dari Stratkumulus intensitasnya lebih kecil dibandingkan dengan intensitas hujan dari Altostratus, Nimbostratus dan Stratus. Berbeda dengan Kumulus, bagian bawah Stratokumulus lebih luas, dan puncaknya lebih rata dibandingkan dengan bagian bawah. Puncak awan Stratokumulus lebih rata dibandingkan dengan puncak awan Kumulonimbus; bentuknya melengkung yang mengesankan seperti bentuk kubah.

7. Stratus (St).

Stratus termasuk awan rendah, berbentuk pipih datar atau terbentang melintang dekat permukaan bumi; warnanya abu-abu sampai kecoklat-coklatan. Apabila ada sinar matahari tepinya terlihat jelas; tidak menimbulkan halo, kecuali bila suhu udara sangat rendah. Stratus dapat menimbulkan hujan gerimis, es prisma atau bulir salju.
Stratus sering terlihat di daerah pegunungan dan di atas laut pada pagi dan sore hari. Kadang-kadang stratus terbentuk dari kabut yang terangkat pada waktu ada sinaran matahari.

Stratus umumnya terdiri atas butir-butir air kecil. Pada suhu udara yang sangat rendah dapat terdiri atas partikel-pertikel es. Stratus tebal dapat menghasilkan hujan gerimis atau hujan berupa es prisma atau bulir-bulir salju. Umumnya Stratus berbentuk lapisan mendatar berwarna abu-abu yang merata, dasarnya dekat ke permukaan bumi. Bila tipis matahari di belakangnya dapat tampak, dan bila suhu udara sangat rendah dapat timbul halo; tetapi bila tebal matahari atau bulan di belakangnya dapat tertutup sehingga tampak gelap. Kadang-kadang Stratus berbentuk pecahan-pecahan yang terpisah dalam berbagai ukuran.

Stratus paling sering terbentuk dari lapisan kabut yang naik secara perlahan-lahan karena pemanasan permukaan bumi atau tertiup angin; pembentukan semacam itu sering terlihat di pegunungan.

Stratus dalam bentuk lapisan biasanya terbentuk dari pendinginan bagian bawah atmosfer.

Srtatus yang terpecah-pecah dengan awan tambahan di bagian bawah dan terkesan sebagai potongan dari awan utama dapat terjadi karena adanya golak-galik ketika udara menjadi lembap oleh uap dari hujan yang berasal dari Altostratus, Nimbostratus, Kumulonimbus, atau dari Kumulus.

Selain itu Stratus dapat terbentuk dari Stratokumulus apabila bagian bawah Stratokumulus yang terpisah-pisah menyatu dan menjadi rata setelah hujan keluar dari permukaan bawah tersebut.

Stratus sering hampir menyerupai Sirus, Sirostratus, Altostratus, Nimbostratus, Stratokumulus, dan Kumulus; namun ada bentuk-bentuk yang berbeda. Bedanya dengan Sirus, Stratus jauh lebih gelap dan tidak baur. Bedanya dengan Sirostratus, Stratus lebih gelap meskipun menghadap ke matahari. Bedanya dengan Altostratus, Stratus tidak membuat kabur ketampakan matahari.

Stratus yang tebal hampir serupa dengan Nimbostratus; untuk membedakan diperlukan pengamatan yang cermat . Perbedaan terdapat pada bagian bawah, yang pada Stratus lebih jelas dan rata serta tampak kering, sedangkan pada Nimbostratus tidak jelas dan tampak basah. Perbedaan lain, bila matahari atau bulan di belakang Stratus yang tipis tidak kabur, sedangkan bila matahari atau bulan ada di belakang Nimbostratus matahari atau bulan tidak kelihatan karena tertutup sama sekali. Selanjutnya bila disertai hujan, Stratus hanya disertai gerimis, es prisma atau bulir salju, sedangkan Nimbostratus dapat disertai hujan lebat berupa air, salju atau lembaran-lembaran es.

Meskipun tidak tepat benar, Stratus umumnya dalam udara dengan angin tenang, sedangkan Nimbostratus disertai angin kencang. Menebalnya Stratus tidak diikuti dengan jenis awan lain yang lebih tinggi, sedangkan Nimbostratus yang menjadi tebal selalu diikuti oleh jenis awan lebih tinggi sampai dari awan tengah.

Bedanya dengan Stratokumulus adalah pada bentuknya, bahwa Stratus terlihat utuh dan tidak berupa gabungan dari banyak unsur.

Selain itu Stratus kadang-kadang mempunyai bagian yang menonjol ke atas seperti Kumulus tetapi kecil dibandingkan dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat pada Kumulus.


8. Nimbostratus (Ns).

Nimbostratus adalah awan lapis sangat tebal berwarna abu-abu, gelap, yang tidak jelas bentuknya, tidak tetap, tidak teratur, dan cepat berubah. Nimbostratus dapat menimbulkan hujan yang lebat dan lama; sering disertai angin kencang. Di kawasan luartropik awan Nimbostratus dapat menimbulkan hujan sampai berhari-hari.

Nimbostratus berisi tetes-tetes air dan tetes hujan dari kristal salju dan serpihan salju, atau campuran air dan partikel-partikel padat dari salju. Nimbostratus umumnya tampak sebagai lapisan padat, rendah, gelap, tidak teratur, dan dapat menimbulkan hujan yang lebat terus-menerus tetapi tidak selalu sampai ke permukaan bumi. Bentuknya tidak tetap dan tidak teratur, dapat terbelah-belah menjadi banyak bagian awan yang berbeda-beda, tetapi cepat menyatu kembali. Bentuk tambahan di bagian bawah yang terkesan sebagai potongan dari awan utama, mula-mula terpisah-pisah, kemudian menyatu menjadi lapisan yang meluas. Bila bentuk tambahan tersebut menutupi bagian besar langit, baur dengan dasar awan Nimbostratus.

Nimbostratus sangat sering ditimbulkan oleh naiknya sejumlah lapisan udara ke paras tinggi. Di kawasan lintang tinggi sering terjadi di atas perenggan sangkaran (occluded front) yaitu daerah percampuran massa udara dingin dan massa udara panas. Nimbostratus juga dapat berasal dari Altostratus, karena menebalnya lapisan Stratokumulus, atau dari dari menebalnya Altokumulus meskipun kejadiannya sangat jarang. Selain itu kadang-kadang Nimbostratus dihasilkan dari meluasnya Kumulonimbus, atau dari bagian awan Kumulus yang menimbulkan hujan.

Nimbostratus sering sulit dibedakan dengan Altostratus, Altokumulus dan Stratokumulus, Stratus, dan Kumulonimbus. Meskipun demikian dari pengamatan yang teliti dapat dilihat perbedaannya, antara lain Nimbostratus lebih gelap dan lebih tebal dibandingkan dengan Altostratus sehingga matahari di belakang Nimbostratus selalu tidak kelihatan.

Bedanya dengan Altokumulus dan Stratokumulus, bagian bawah dari Nimbostratus tidak jelas bentuknya.

Bedanya dengan Stratus, Nimbostratus dapat menimbulkan hujan air atau hujan salju yang lebih lebat dibandingkan dengan hujan yang ditimbulkan oleh Stratus.

Berbeda dengan Kumulonimbus, Nimbostratus tidak disertai kilat, guntur atau hujan batu.


9. Kumulus (Cu).

Kumulus, juga disebut kemawang bentuk fisiknya tampak padat dan garis tepinya terlihat jelas. Pertumbuhannya menjulang ke atas sehingga bentuknya seperti gundukan, menara atau kubah. Puncaknya bergumpal seperti kol bunga . Bagian yang terkenan sinar matahari berwarna putih, sedangkan yang tidak terkena sinar matahari dan awan bagian bawah lebih gelap.


Bagian dasarnya rata dan warnanya agak kehitaman lebih gelap dibandingkan dengan warna bagian lainnya. Kumulus dapat terbentuk di mana-mana dan sering terlihat pada waktu udara cerah. Kumulus dapat menimbulkan hujan.

Kumulus tersusun utamanya dari tetes-tetes air, tetapi mungkin juga mengandung kristal-kristal es bila suhunya lebih rendah dari 0 oC. Kumulus dalam jumlah banyak dan dalam berbagai tingkat dapat terjadi pada waktu yang bersamaan. Bila awan-awan tersebut pertumbuhan vertikalnya lemah puncaknya terlihat rata; bila pertumbuhan vertikalnya agak kuat puncaknya tampak tidak rata serta bergerigi, dan kadang-kadang tampak berderet berbentuk lajur-lajur awan yang hampir sejajar arah angin. Bila petumbuhan vertikalnya kuat puncaknya bergumpal atau banyak tonjolan menyerupai kol bunga, dan mudah menimbulkan hujan. Kadang-kadang Kumulus tampak berupa potongan-potongan awan yang terurai dan cepat berubah.

Di kawasan tropik Kumulus sering menimbulkan hujan curah (shower), yaitu hujan yang timbul secara mendadak, deras, dan hanya dalam waktu singkat.

Kumulus terjadi karena golakan udara yang disertai penurunan suhu ke arah vertikal yang besar. Penurunan suhu vertikal yang besar umumnya dapat terjadi karena (1) pemanasan permukaan bumi oleh sinaran matahari, (2) pemanasan bagian bawah massa udara dingin ketika melalui udara yang lebih panas. Kumulus dapat terbentuk dari Altokumulus atau Stratokumulus. Selain itu dapat pula terbentuk dari Stratokumulus atau Stratus yang biasanya terjadi pada waktu pagi hari di atas daratan.

Kumulus yang menimbulkan cuaca buruk kadang-kadang terbentuk di bawah Altostratus, Nimbostratus, Kumulonimbus, atau karena pembesaran sendiri dari Kumulus yang bersangkutan.

Bedanya dengan Altokumulus dan Stratokumulus, Kumulus mmempunyai puncak yang bentuknya selalu menonjol dan bagian bawahnya tidak menyatu. Adakalanya Kumulus menimbulkan hujan seperti Altostratus dan Nimbustratus, tetapi hujan dari Kumulus lebih bersifat hujan curah (shower).

Bedanya dengan Kumulonimbus, Kumulus mempunyai bagian bawah lebih besar dibandingkan bagian puncak, sedangkan Kumulunimbus bagian paling bawah lebih kecil dibandingkan bagian puncak. Selain itu Kumulus tidak disertai kilat atau badai guntur.

Bedanya dengan Stratus kasar, puncak Kumulus lebih putih dan meskipun dalam keadaan kasar puncaknya masih menunjukkan bentuk gumpalan atau kubah.


10. Kumulonimbus (Cb).

Kumulonimbus berbentuk gundukan besar, lebih besar dibandingkan dengan Kumulus, tetapi bagian bawahnya lebih kecil dibandingkan dengan bagian atasnya. Dasarnya berwarna abu-abu sampai kehitam-hitaman. Puncaknya ada yang berserabut tampak seperti jambul, ada pula yang berbentuk seperti landasan tempa. Dari dasar sampai puncaknya dapat mencapai 20 km.

Dari awan Kumulonimbus dapat terjadi kilat dan guntur; oleh karena itu Kumulonimbus sering disebut awan guntur.
Kumulonimbus dapat menimbulkan hujan deras dan kadang-kadang disertai angin kencang, tetapi dalam waktu pendek sampai sekitar 30 menit.

Kumulonimbus berisi tetes-tetes air dan kristal-kristal es. Tetes-tetes air terdapat di bagian bawah, campuran tetes air dan kristal es di bagian tengah, dan kristal es di bagian atas. Tetes-tetes air dan kristal es sering berukuran besar dan menimbulkan hujan batu (hujan es). Kumulonimbus berukuran besar sehingga dapat terlihat jelas bentuknya apabila dilihat dari jarak jauh. Dapat terlihat hanya satu seperti terpencil, dan juga dapat terlihat banyak dan berderet. Bagian atasnya sering baur dengan Sirostratus, Altostratus, atau Nimbustratus. Kumulonimbus mengandung muatan listrik dan dapat menimbulkan kilat dan badai guntur.

Kumulonimbus umumnya terbentuk dalam udara yang takmantap yaitu udara yang ke arah vertikal suhunya turun dengan cepat, dan pemanasan udara yang kuat. Selain itu dapat terbentuk dari pengembangan Kumulus, ada kalanya dari pengembangan Altokumulus atau Stratokumulus, dan juga sering dari pengembangan Altostratus atau Nimbustratus.

Berbeda dengan Nimbostratus dan Kumulus yang menimbulkan hujan lebat dan berlangsung lama, Kumulonimbus menimbulkan hujan deras dan berlangsung dalam waktu yang lebih pendek. Bila bagian atas Kumulus berbentuk gumpalan-gumpalan dan bagian bawahnya luas, bagian atas Kumulonimbus tampak halus dan bagian bawah lebih kecil dibandingkan bagian atas. Selain itu kekhususan Kumulonimbus adalah kandungan muatan listrik yang dapat menimbulkan kilat dan badai guntur, yang tidak dimiliki awan lain.



------------

1 comments:

Mksh informasinya. Sangat bermanfaat. Good article.
4 Tanda bumi akan kiamat
Penyebab Gelombang Panas Mematikan di India
 

Posting Komentar