geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Senin, 26 Desember 2011

Critical Parameter Pada Coastal Ecosystem

Critical Parameter Pada Coastal Ecosystem, mencakup :
1.  Critical parameter pada ekosistem mangrove
2.  Critical parameter pada ekosistem rumput laut / seagrass / lamun
3.  Critical parameter pada ekosistem terumbu karang

Diskripsi : 

1.  Critical parameter pada ekosistem mangrove
Pada ekosistem ini, critical parameter dipengaruhi oleh :
1.1 Salinity
1.2 Nutrient supply
1.3 Erotion and deposision ratio
1.4 Temperatur air.
 1.1   Salinity
Merupakan jumlah garam yang terlarut di dalam air tawar ( berat garam dalam gram per kilogram air laut). Salinitas sangat penting dalam mendukung laju pertumbuhan, tingkat ketahanan hidup, dan zonasi dari spesies mangrove. Pada umumnya, mangrove berkembang dan tumbuh dengan subur  pada daerah yang memiliki salinitas antara 10 – 30 ppt. (De Haan, 1931). Di lain sisi ada beberapa jenis mangrove yang masih mampu bertahan hidup pada daerah dengan salinitas cukup tinggi mencapai 85 ppt.

1.2   Nutrisi
Suplai nutrisi yang cukup sangat penting dalam mempengaruhi keseimbangan dari ekosistem mangrove. Nutrisi dibagi jadi inorganic nutrients dan organic detritus. Nutrisi pada inorganic nutrients pada umumnya hadir pada jumlah yang mencukupi, kadang bahkan dibatasi. Organic detritus diperoleh dari materi – materi biologis melalui beberapa tahap dari microbial degradation process. Termasuk dalam nutrisi adalah O2. O2 berfungsi unutk respirasi dan fotosintesis, juga untuk dekomposisi sampah pada ekosistem mangrove. Kadar dissolved oxygen antara 1 – 7,3 mg/liter.

1.3   Erotion and depotitional ratio
Deposisional merupakan akumulasi dari erosi yang terjadi dari daerah hulu. Sedangkan tanah di daerah mangrove merupakan hasil deposisi tersebut. Dalam hal ini, erosi dan deposisi juga dipengaruhi oleh faktor ombak dan arus.

Mangrove dibagi menjadi 3 zone, termasuk juga tanah yang ada padanya. (Khemnark et al, 1987)
a.  Tanah zone 1 
·       Kadar asam tinggi dengan pH sangat rendah (2,5 – 6)
·       Konsentrasi garam tinggi
·       Variasi bahan organis antara 2 – 20%
b.   Tanah zone 2 
·       Biasanya di daerah yang sering terkena banjir
·       Lapisan atas memiliki ketebalan 10 – 30 cm
·       Lapisan atas memiliki kandungan materi organis tinggi
·       Lapisan bawah memiliki ketebalan 40 – 90 cm
·       Kadar garam tinggi
·       Keasaman tinggi
·       Rendah kandungan fosfor
            c.   Tanah zone 3
            ·       Kandungan bahan organis tinggi
                ·       pH rendah
                ·       Kadar garam dan ptasium tinggi

1.4   Temperatur air
Suhu / temperature air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi hidup dari mangrove. Suhu ini antara 18 – 28°C

2.  Critical parameter pada ekosistem rumput laut / seagrass / lamun 
Pada lamun, critical parameter berupa :
2.1  Kejernihan air
2.2 Sediment load
2.3 Nutrient supply
2.4  Temperatur
2.5 Salinity
2.6  Low energy water circulation
 2.1. Kejernihan air
Kejernihan air berpengaruh terhadap radiasi matahari yang masuk kedalam air, sehingga rumput laut mampu untuk menjalankan proses fotosintesis. Umumnya kedalaman yang memungkinkan bagi rumput laut untuk hidup adalah 15 – 30m. Di beberapa tempat juga ditemukan di kedalaman 80 – 90m. Ada juga yang tumbuh antara 5 – 10m, seperti Thalassodendron ciliatum.

Kejernihn air yang mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk  dibagi menjadi tiga cakupan, yaitu ; low range (35-54 E/m2/S); medium range (70-125 E/m2/S); high range(130-200 E/m2/S)

2.2  Sediment load
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kolonisasi dan distribusi dari rumput laut adalah sedimentasi, baik itu transportasi sedimen, maupun akumulasi sedimen. Akumulasi sedimentyang mempengaruhi kehidupan rumput laut tergantung dari kepadatan populasi rumput laut itu sendiri dan komposisi dari spesies. Sedimentasi juga dipengaruhi oleh kecepatan arus gelombang ( tidal current velocity ). Rumput laut tumbuh pada tidal current activity sekitar 0 – 150 cm/sec. Ketika kecepatan antara 90 – 150 cm/sec., materi erosi  di transportasikan oleh arus. Jika kecepatan kurang dari 90 cm/sec., maka partikel tadi terdeposisi.

2.3   Nutrient Supply
Nutrisi yang dibutuhkan oleh rumput laut didapat dari lingkungannya, baik hasil dari deposisi sedimen maupun hasil dari nitifikasi bakteri di sekitarnya. Di dekat permukaan, potensial reduksi +400 mV, sekitar +200 mV di dalam sedimen. Di bawah zone ini terdapat zone abu – abu (grey zone), yaitu zone redox-potential-discontinuity (RPD) layer. Yaitu lapisan / zone dimana proses – proses oksidasi diganti oleh proses – proses reduksi. Menurut Fenchel dan Reidl, kebutuhan sumber makanan / nutrisi yang melebihi input oksigen cukup untuk oksidasi makanan menyebabkan kondisi anaerobic. Black zone adalah zone terdalam yang disebut juga zone sulfida. Lapisan ini bersifat anaerob,  H2S terdapat dalam jumlah yang substansial, mencapai 700 mg l-1 umumnya pada zone pasut, mencapai 300 mg l-1 dan potensial reduksi sebesar -100 s.d. 250 mV

2.4  Temperatur
Kemampuan rumput laut untuk tumbuh ada suhu tertentu berbeda, sehingga ada dua tipe rumput laut, yaitu spesies iklim sedang dan spesies iklim tropis. Untuk spesies iklim sedang, suhu berkisar antara 5°-22°C, untuk spesies iklim tropis, berkisar antara 20° – 35°C.

2.5  Salinity
Rumput laut dapat hidup antara salinitas sebesar 10  s.d. 20 .

2.6  Low energy water circulation
Semua materi baik organik maupun anorganik yang dibutuhkan oleh rumput laut untuk melangsungkan proses hidupnya didapat  dari sistem sirkulasi dalam air. Itu berarti di dalam sirkulasi tadi terdapat pula energi yang ditransferkan. Besarnya energi tadi sesuai dengan kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk tumbuh secara normal.

3.    Critical Parameter pada ekosistem terumbu karang
Pada ekosistem ini, critical parameter dipengaruhi oleh :
3.1  Kejernihan air
3.2  Sediment load
3.3  Nutrient supply
3.4  Water circulation
3.5  Temperatur
 3.1  Kejernihan air
Terumbu karang umumnya hidup pada kejernihan air kurang dari 50 m. jarang ada yang hidup melebihi 40-60 meter.

3.2  Sediment load
Sedimen yang berpengaruh dalam pertumbuhan terumbu karang diantaranya sedimentasi CaC03.

CaCO3 + H2CO3  Ca(HCO3)2  Ca + 2HCO3

Jenis terumbu karang tertentu mengambil CO2 untuk fotosintesis. Hal itu menyebabkan keseimbangan di atas terganggu dan menyebabkan keseimbangan bergeser kearah kiri, sehingga terjadi pengendapan CaCO3Hal ini terjadi pada siang hari. Secara umum, sedimentasi dari arah daratan harus minimal / kecepatan sedimentasi rendah agar terumbu karang dapat hidup.

3.3  Nutrient supply
Kehidupan terumbu karang sangat terpengaruh oleh pencemaran dan substrat keras yang terlarut. Substrat – substrat yang diperlukan berasal dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Nitrogen didapatkan dari fitoplankton dan algae. Fosfor juga merupakan unsur penting bagi hidup terumbu karang, yaitu sekitar 70 mkrogram/l ( 0,07 ppm ). Silikon  antara 0-8,4 ppm

3.4  Water circulation
Telah disinggung sebelumnya bahwa terumbu karang membutuhkan sedimentasi yang memiliki kecepatan lambat, maka dari itu dibutuhkan sirkulasi air dengan kecepatan lebih dari 90 cm/sec. agar tidak terjadi deposisi. Juga tidak terlalu keras dan cepat agar terumbu dapat hidup dan substrat – substrat yang penting tidak hilang terbawa arus.

3.5  Temperatur
Terumbu karang terdapat khususnya pada laut yang bersuhu hangat. Terumbu karang tidak terdapat di daerah dengan suhu perairan di musim dingin mencapai jauh di bawah 21°C. suhu hangat bagi terumbu karang umumnya diatas 18°C

Contoh Ekological Linkage Pada Ekositem Mangrove – Lamun – Terubu Karang

Pada ekosistem mangrove terdapat beberapa macam spesies mangrove yang memiliki fungsi dan karakteristik berbeda. Pada bagian depan (yang langsung bertemu dengan hempasan ombak) terdapat mangrove yang berfungsi intuk memecah gelmbang, sehingga gelombang yang mencapai daratan lebih lemah. Kemudian di belakangnya terdapat jenis mangrove yang memiliki fungsi menahan Lumpur sehingga lumpur tidak lari ke lepas pantai. Di dalam ekosistem mangrove tadi juga terdapat berbagai jenis hewan kelas rendah (bakteri) yang berfungsi untuk menghasilkan / mengubah unsur – unsur tertentu sehingga dapat dimanfaatkan oleh mangrove untuk menjalankan fungsi kehidupannya.

Pada ekosistem lamun / rumput laut, terdapat berbagai macam spesies yang turut hidup dalam satu habitat yang sama dimana terdapat suatu pola atau hubungan yang khas diantara spesies tadi, antara lain sebagai produsen, konsumen, dan dekomposer. Seperti kita ketahui, bahwa jika keseimbangan yang sudah ada dalam suatu ekosistem tadi terusik, maka akan terjadi suatu ketimpangan yang menyebabkan terjadinya suatu kepunahan, yang menyebabkan turunnya kualitas suatu lingkungan dan akan memunculkan terjadinya suksesi.

Sama halnya dengan ekosistem yang lain, dalam ekosistem terumbu karang juga terdapat kekomplekan yang khas. Seperti kita ketahui bahwa ekosistem terumbu karang merupakan habitat bagi banyak vegetasi dan animalia. Ekosistem – ekosistem tadi juga memiliki nilai ekonomi yang cukup memiliki andil dalam kehidupan masyarakat sekitar.

Jika salah satu dari ekosistem tadi rusak, maka akan merusak pula tatanan ekosistem yang lain. Kita ambil contoh rusaknya ekosistem mangrove. Jika ekositem mangrove rusak, maka tidak ada lagi yang dapat menahan gerusan ombak yang mengabrasi pantai, kemudian lumpur dan hasil erosi yang lain dapat terdeposisi menjadi jauh ke arah laut.

Rusaknya mangrove juga menyebabkan hilangnya bakteri – bakteri yang memberikan andil dalam proses suplai nutrisi. Sehingga suplai nutrisi ke ekosistem lain juga berkurang atau bahkan habis. Dengan hilangnya mangrove, maka parameter – parameter yang menjadi patokan hidup spesies lain ikut berubah. Contohnya salinitas dan tingkat kejernihan air. Jika kedua parameter tadi dilanggar, maka dapat dipastikan ekosistem – ekosistem lamun dan terumbu karang juga akan ikut rusak.


Referensi :
Aksornkoae, Sanit. 1993. Ecology and Management of Mangroves. IUCN. Bangkok. Thailand.
Barnes, R S K; Hughes R N. 1988. An Introduction to Marine Ecology Second Edition. Blackwell Scientific Publicatons.
Knox, George A. 1986. Estuarine Ecosystems: A Systems Approach Volume I. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Romimohtarto, Kasijan; Juwana, Sri. 2001. Biota laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota laut / kajian. Djambatan. Jakarta.
UNESCO, edited by Philips, C Ronald; McRoy, C Peter. 1990. Seagrass Research Methods. Mouflon. Paris.

0 comments:

Posting Komentar