geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Minggu, 22 Mei 2011

Gempa Dalam Perspektif Geografi dan Al-Qur'an

Bencana Gempa Bumi Memang Disinggung Dalam Al Quran Setidaknya ada dua ayat dalam Al Quran yang langsung menyatakan tentang bencana gempa bumi. Bunyinya demikian: Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan merekapun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka (Al Quran Surat Al A’raf ayat 78 dan ayat 91). Ayat tersebut saya kira lebih tepat jika hendak mengaitkan Gempa Bumi di Padang yang baru lalu dan gempa bumi lain yang pernah terjadi di Indonesia, atau bahkan gempa bumi yang pernah terjadi di seluruh dunia dari dulu hingga sekarang.
Saya menggunakan kata Setidaknya di awal paragraf di atas karena baru sebatas itu pencarian saya di dalam Al Quran. Tapi jika gempa bumi disinonimkan dengan kalimat Ketika Bumi Diguncangkan, Ketika Negeri Dibinasakan, Ketika Negeri Ditenggelamkan, Ketika Gunung Dihancurkan, atau ayat ini : Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka ia tetap di tempatnya, padahal ia bergerak seperti awan (Surat An-Naml, ayat 88), maka beberapa kalimat yang senada memang ada di dalam Al Quran.
Mengapa kemudian ada yang mencoba mengaitkan ayat-ayat Al Qur’an dengan jam atau  waktu saat gempa bumi terjadi di Padang dan Jambi? Apakah mereka sekedar iseng? Atau apa? Mengapa tidak mengaitkannya dengan spektrum yang lebih luas ketimbang sekedar mengutip ayat Al Qur’an?
Sebagai seorang Muslim, saya sangat percaya Kekuatan Maha Besar, Allah SWT, ada di balik semua peristiwa gempa bumi dalam sejarah manusia. Itu di satu sisi. Di sisi lain, Saya juga mencoba memahami sudut pandang ilmiah mengapa, bagaimana dan apa penyebab gempa bumi terjadi. Jika kemudian KITA BELUM MAMPU MEMPREDIKSI KAPAN GEMPA BUMI TERJADI, maka ini juga Saya yakini sebagai bagian dari Rahasia Ilahi. Ini domain Ilahi, bukan domain atau wilayah manusiawi. Pada tataran domain manusiawi inilah, menjadi mungkin terjadi spekulasi, seperti percobaan otak-atik waktu jam atau waktu terjadinya gempa kemudian mengaitkannya dengan terjadinya gempa bumi.
Sahabat Blogger, jika ada waktu luang, silakan cek kebenaran ayat yang saya kutip pada paragraf pertama di atas. Barangkali saja saya salah mengutip. Tapi sudah saya usahakan untuk sesuai dengan Al Qur’an terjemahan yang saya miliki. Dengan cara demikian, kita akan mengetahui ayat-ayat sebelum dan ayat-ayat sesudah ayat tersebut di atas, sehingga pemahamannya tidak parsial atau bahkan spekulatif.
Sedikit komplement: Ayat di atas mengkisahkan umat Nabi Sholih yang dikenal dengan Kaum Tsamud dan umat Nabi Syu’aib yang dikenal dengan Penduduk Madyan yang bengal dan mengingkari Risalah Kenabian yang mereka bawa sebagai Utusan Allah SWT hingga Allah SWT menurunkan bencana gempa bumi. Peristiwa ribuan tahun yang lalu direkam oleh Al Qur’an, jauh sebelum manusia modern mengenali penyebab gempa bumi sebagai akibat bertumbukkannya lempeng bumi.
Jika kemudian sampai hari ini gempa bumi masih terus terjadi, rasanya kita tidak cukup jika hanya merenungkannya. Sebab merenung cenderung pasif. Akan lebih baik jika dibarengi dengan tindakan yang nyata. Seperti apa? Membangun diri dan keluarga agar siaga terhadap bencana dengan tetap menjaga kualitas aqidah yang kita miliki. Sehingga kalaupun kita harus menjadi korban meninggal akibat bencana gempa bumi misalnya, kita tetap teguh dalam aqidah dan keimanan kita.
SKALA RICHTER
Skala Richter pertama kali dikembangkan oleh ahli seismografi asal Institut Teknologi California bernama Charles Richter yang dibantu koleganya Beno Guttenberg di tahun 1935. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf yang paling idealnya (menurut salah seorang ahli geologi Jepang yang saya lihat di sebuah acara di stasiun TV NHK World lewat jaringan TV kabel) diletakkan sekitar 100 km atau 62 mil dari pusat gempa (epicentre). Skala Richter ini merupakan skala logaritmik, bukan skala aritmatik. Jadi misalnya ada dua buah gempa, yang satu berkekuatan 2 skala Richter, yang satu lagi berkekuatan 4 skala Richter, bagi mereka yang belum tahu mungkin akan mengira bahwa gempa yang berkekuatan 4 skala Richter ini berkekuatan 2 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Perkiraan itu salah, pada kenyataannya gempa yang berkekuatan 4 pada skala Richter tersebut berkekuatan 100 kali dari gempa yang berkekuatan 2 pada skala Richter. Lha, dari mana angka 100 itu? Mudah saja, untuk mengerti skala logaritma tidak memerlukan keahlian matematika khusus, cukup hanya bekal ilmu matematika setingkat SMP saja. Sayapun bukan ahli matematika dan dapat mengerti dengan cukup baik skala Richter ini, anda tentu juga akan mudah untuk mengerti skala Richter ini.
Misalkan: gempa X berkekuatan 4 skala Richter, dan gempa Y berkekuatan 2 pada skala Richter, maka:
log X = 4, maka X = {10}^{4} = 10.000.
log Y = 2, maka Y = {10}^{2} = 100
maka kekuatan gempa X adalah \frac{{10}^{4}}{{10}^{2}} atau \frac{10.000}{100} = 100 kali kekuatan gempa Y.
Nah, sekarang coba kita bandingkan kekuatan gempa di perairan Sumatra 2004 yang mengakibatkan tsunami besar di berbagai negara Asia yang berkekuatan 9,2 skala Richter (menurut yang tercatat di salah satu stasiun gempa di AS) dengan gempa bumi San Francisco di Amerika Serikat tahun 1989 yang berkekuatan 7,1 pada skala Richter. Misalkan gempa di Sumatra kita singkat jadi Sm, dan gempa di San Francisco kita singkat jadi Sf.
Log Sm = 9,2, maka Sm = {10}^{9,2} = 1,58\:\times\:{10}^{9}
Log Sf = 7,1 maka Sf = {10}^{7,1} = 1,26\:\times\:{10}^{7}
Jadi kekuatan gempa Sm adalah \frac{1,58\:\times\:{10}^{9}}{1,26\:\times\:{10}^{7}} = 125,4 kali kekuatan gempa Sf.

0 comments:

Posting Komentar