geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Rabu, 18 Mei 2011

El Nino dan La Nina


Fenomena alam ini cukup menjadi perbincangan beberapa tahun terakhir. Beberapa bencana alam dalam rentang area yang luas banyak disebut disebabkan ulah fenomena ini. El Nino dan La Nina sesungguhnya adalah kondisi abnormal iklim pada area Samudra Pasifik yang terletak pada daerah ekuatorial. Kedua gejala alam ini mempunyai kondisi anomali yang berbeda, El Nino dicirikan  dengan naiknya suhu permukaan laut (warm phase) sedangkan La Nina mempunyai kondisi yang sebaliknya yaitu  turunnya suhu permukaan air laut  (cold phase) pada area katulistiwa Samudra Pasifik.  


El Nino dan La Nina sendiri baru dimasukkan kedalam istilah bahasa ilmiah pada tahun 1997, dalam bahasa asli (Amerika Selatan) La Nina berarti si gadis kecil sedangkan El Nino berarti  si buyung kecil. Sesungguhnya fenomena ini sudah berjalan dalam waktu yang panjang, tetapi baru dapat diidentifikasi dalam beberapa tahun terakhir. Selama kurun 78 tahun telah terjadi 23 kali gejala El Nino dan 15 kali La Nina. El Nino sendiri terjadi dengan selang antara 3 sampai 7 tahun.  
Dampak yang ditimbulkan oleh anomali alam ini memang cukup luar biasa dalam rentang area yang luas antara lain kekeringan, kekurangan pangan dan banjir. Beberapa bencana kekeringan dan banjir yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh El Nino atau La Nina. Akan tetapi penelitian lebih lanjut menemukan bahwa tidak semua anomali ini menimbulkan dampak negatif. Sebuah riset menunjukkan bahwa El Nino menurunkan intensitas dan jumlah badai Atlantik dan tornado yang melintasi bagian tengah Amerika Serikat. (edy yuvera:nationalgegraphic dan internet source)
El Nino dan La Nina serta dampaknya di Indonesia
Seperti yang sudah bnyak diceritakan sebelumnya dan mungkin sudah banyak yang tau klo Indonesia ini terletak di antara dua benua dan dua samudera. Kondisi yang menyebabkan indonesia menjadi sangat unik lokasinya. Lokai yang unik ini juga menyebabkan fluktuasi iklim, khususnya curah hujan yg juga unik. Misalnya indonesia ini merupakan lokasi terjadinya konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia yaitu sirkulasi walker dan sirkulasi hadley. Karena terletak di antara dua benua, maka aktifitas hangat dan dingin dikedua benua akibat dari pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o LU ke 23.5o LS setiap tahun menyebabkan negeri kita ini juga di lewati oleh angin monsoon. Trus indonesia juga di penuhi oleh gunung2, hutan, ladang yang juga unik bentuknya. Semua itu mempengaruhi hujan di indonesia. Apa hubungannya dengan El Nino dan La Nina? Akibat dari interaksi semuanya itu menyebabkan pengaruh El Nino dan La Nina semua tempat di Indonesia berbeda2…

Contohnya saja di Bali. Pengaruh fluktuasi nilai indeks osilasi selatan yang menggambarkan kejadian El Nino/La Nina antara bagian selatan dan utaranya. Karena di tengah2 pulau Bali ada gunung yang membentang dari timur ke barat (As-syakur, 2007). Aldrian and Susanto (2003) juga menyimpulkan bahwa pengaruh El Nino/La Nina juga berbeda pada setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda, dimana di daerah dengan polah hujan monson pengaruh fenomena iklim ini kuat, pada daerah berpola hujan equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola hujan lokal tidak jelas. Hasil yang sama juga di ungkapkan oleh Hamada et al. (2002), walaupun Hamada et al. membagi pola hujan di Indonesia dengan 4 pola yang berbeda, tapi intinya dia jua mengungkapkan bahwa setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda, responnya terhadap El Nino/La Nina juga berbeda-beda. gambar di bawah adalah pola spasial efek El Nino 1997/1998 terhadap curah hujan di dunia (Bell et al., 1999) (klik untuk memperbesar). bila di lihat dari gambar tersebut terlihat penurunan hujan di indonesia sangat drastis saat El Nino 97/98. 
Artikel yang menarik untuk melihat distribusi efek El Nino ini secara lengkap khususnya kejadian El Nino 1997 adalah publikasinya Gutman et al. (2000) yang berjudul Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98 dan diterbitkan di Bulletin of the American Meteorological Society No. 81. Beliau merangkum banyak hal disitu mulai dari kondisi sebaran SST saat itu dan efeknya terhadap sebaran hujan (Gambar di atas, klik untuk memperbesar), bagaimana sebaran kekeringan, sebaran kebakaran hutan, sebaran suhu permukaan daratan serta tutupan vegetasi. Secara umum kesimpulan beliau adalah pada saat El Nino suhu permukaan laut meningkat, periode kekeringan yang berkepanjangan, dengan keadaan jumlah awan, curah hujan serta uap air yang rendah. Akibatnya fluktuasi penyerapan gelombang pendek dan kehilangan gelombang panjang adalah meningkat secara signifikan.
Karena saat awal kejadian El Nino biasanya bertepatan dengan masa pembakaran lahan pertanian di daerah-daerah yang melakukan sistem perladangan berpindah, maka kondisi tersebut menyebabkan timbulnya kebakaran serta banyak menghasilkan asap yang sebarannya sangat luas serta dengan konsentrasi yang tinggi dan waktu tinggal asap tersebut di udara yang cukup lama. Hal ini menyebabkan turunnya tingkat kesehatan disekitar. Selain itu juga menyebabkan bentuk dan jumlah butiran2 air di awan juga berubah. Pada bidang pertanian kejadian El Nino menyababkan penurunan rata-rata kehilangan peluang produksi pangan selama tahun 1968-2000 sekitar 1.79 juta ton atau sekitar 3.06 % dari seluruh peluang produksi pangan (Irawan, 2006).
pengaruh umum El Nino di perairan laut Indonesia adalah mendinginnya suhu permukaan laut di sekitar perairan indonesia akibat dari tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian tengah samudra pasifik. akibat buruk dari kondisi ini adalah berkurangnya produksi awan di wilayah indonesia yang sudah pasti efek sampingnya adalah menurunnya curah hujan, tapi segi positifnya adalah meningkatnya kandungan klorofil-a di perairan laut indonesia. sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin rendah suhu permukaan laut, maka kandungan klorofil-a semakin tinggi serta akibat lainnya adalah kemungkian terjadinya proses upwelling semakin besar di sekitar perairan indonesia. keadaan ini menyebabkan meningkatnya pasokan makanan ikan, jumlah ikan di sekitar perairan lebih banyak dari biasanya dan yang ujung-ujungnya mampu meningkatkan pendapatan para nelayan.
Sangat sedikit sekali bahan yang menjelaskan dampak La Nina di indonesia. Cuman dapat di Bell et al. (1999 dan 2000) yang mengatakan bahwa La Nina menyebabkan curah hujan di indonesia meningkat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal musim hujan. akan tetapi hasil penelitian baru-baru ini memperlihatkan pola spasial anomali hujan saat La Nina 1998 serta saat awal La Nina 2010. hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa fenomena La Nina 1998  di mulai pada saat bulan April dan mulai berkurang dampaknya terhadap anomali curah hujan di Indonesia pada bulan November serta puncak kejadian terjadi pada bulan Agustus dan September.  selain itu, pola spasial anomali hujan saat La Nina ternyata bergerak secara dinaims yang dimana pada saat awal kejadian La Nina dampaknya di Indonesia akan di mulai di daerah selatan Indonesia dan berakhir di daerah timur Indonesia (As-syakur, 2010).  awal kejadian La Nina 2010 pun di mulai pada bulan April dan peningkatan curah hujan di mulai di rasakan juga oleh wilayah Indonesia bagian selatan (As-syakur dan Prasetia, 2010).  peningkatan curah hujan saat kejadian La Nina 1998 dan 2010 bisa mencapai di atas 300 % dari curah hujan normal (Gambar di bawah).  untuk lebh lengkapnya tentang fenomena ini, saya kan menulisnya pada artikel berikutnya berupa gabungan dari kedua paper tersebut. karena cenderung meningkatkan curah hujan pada musim kemarau serta majunya awal musim hujan tersebut, menjadikan efek La Nina bisa bersifat positif seperti naiknya rata-rata produksi pangan sebesar 521 ribu ton atau 1.08 % dari total rata-rata produksi (Irawan, 2006). kondisi wilayah laut indonesia juga terjadi sebaliknya dari kondisi La Nina. laut menjadi lebih hngat dari biasanya, pasokan klorofil-a menurun sehingga nelayan pun ikut merasakan dampaknya yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan.


Anomali hujan selama musim MAM, JJA, SON, dan DJF 1998/1999

Anomali hujan saat awal La Nina 2010
Menurut Aldrian (2003) dan As-syakur (2010) pengaruh ENSO (El Nino/La Nina) di Indonesia di mulai pada bulan april dan akan mencapai puncak pada bulan agustus dan september serta terus menurun sampai bulan November/Desember. Akan tetapi setiap para peneliti di dunia menarik kesimpulan yang sama bahwa efek ENSO pada setiap kejadian tidak akan pernah sama karena kompleksnya interaksi antara atmosfer dan laut, berbeda-bedanya pengaruh dominan dari faktor-faktor penyebab ENSO, serta adanya pengaruh lokal yang berbeda-beda pada setiap kejadian ENSO.

Referensi
Aldrian, E. 2003. Simulations of Indonesian Rainfall with a Hierarchy of Climate Models. Dissertation. Max-Planck-Institute for Meteorology. Hamburg University. Hamburg-Germany
Aldrian, E., and R.D. Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23. 1435–1452. Abstract, Download PDF Full-Text
As-syakur, A.R. 2010. Pola Spasial Pengaruh Kejadian La Nina Terhadap Curah Hujan di Indonesia Tahun 1998/1999; Observasi Menggunakan Data TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) 3B43. Makalah dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XVII dan Kongres Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) V di Institut Pertanian Bogor pada tanggal 9 Agustus 2010. Bogor-Indonesia. Dan akan diterbitkan dalam proseding PIT XVIII dan Kongres MAPIN V Download PDF Full-Text
As-syakur, A.R., dan R. Prasetia. 2010. Pola Spasial Anomali Curah Hujan Selama Maret Sampai Juni 2010 Di Indonesia; Komparasi Data TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) 3B43 dengan Stasiun Pengamat Hujan. Makalah dipresentasikan pada Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia (IATPI) di Universitas Udayana pada tanggal 29 Juli 2010. Denpasar-Indonesia. Dan akan diterbitkan dalam Lingkungan Tropis Edisi Khusus Agustus 2010 Download PDF Full-Text
As-syakur, A.R., 2007. Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan Di Kawasan Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), pp. 123-129. Download PDF Full-Text
Bell, G.D., M.S. Halpert, C.F. Ropelewski, V.E. Kousky, A.V. Douglas, R.C. Schnell, and M.E. Gelman. 1999. Climate Assessment for 1998. Bulletin of the American Meteorological Society, 80(5). S1-S48 Download PDF Full-Text
Bell, G.D., M.S. Halpert, R.C. Schnell, R.W. Higgins, J. Lawrimore, V.E. Kousky, R. Tinker, W. Thiaw, M. Chelliah, and A. Artusa. 2000. Climate Assessment for 1999. Bulletin of the American Meteorological Society, 81(6). S1-S50 Download PDF Full-Text
Gutman, G., I. Csiszar, and P. Romanov. 2000. Using NOAA/AVHRR Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98. Bulletin of the American Meteorological Society, 81. 1189-1205 Download PDF Full-Text
Hamada, J., M.D. Yamanaka, J. Matsumoto, S. Fukao, P.A. Winarso, and T. Sribimawati. 2002. Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J. Meteor. Soc. Japan, 80. 285-310 Download PDF Full-Text
Irawan, B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina – Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 24(1). 28-45. Download PDF Full-Text

1 comments:

Posting Komentar