Pukul berapa sekarang ?
Pukul berapa kereta api ke Bandung berangkat ?
Waktu memang sangat penting, baik penggunaannya dalam kegiatan formal maupun dalam kegiatan takformal. Demikian pentingnya masalah waktu, sehingga kesalahan melihat waktu dapat berakibat fatal, mulai dari mendapat omelan, kerugian, hukuman, sampai kematian. Coba kalau kita janji pukul sepuluh akan datang, baru datang pukul duabelas.
Bagaimana akibatnya seorang mahasiswa yang semestinya mengikuti ujian pukul delapan, tetapi dia baru datang ke kampus pukul sepuluh lantaran sebelum tidur dia salah waktu mencocokkan jamnya? Apa pula akibatnya bila seorang perawat atau seorang dokter terlambat memeriksa paiennya lantaran baterei jam lemah sehingga jamnya baru menunjukkan pukul 08.00 padahal sebenarnya sudah pukul 10.00 ? Bagaimana pula apabila seorang pengamat cuaca menuliskan laporannya dengan tulisan pukul 07.00 sedangkan dia melakukan pengamatan sebenarnya pada pukul 08.00? Tentulah data yang dilaporkan tidak pada waktu yang sebenarnya. Rasanya ungkapan “time is money” sudah perlu diubah, tidak hanya money melainkan “time is alive”. Waktu adalah kehidupan.
ONOGO Isyarat waktu
Menyadari akan pentingnya waktu tersebut, baik secara nasional maupun internasional ditetapkan waktu baku. Setiap saat, setiap negara menyiarkan isyarat waktu untuk dikenali setiap orang. Silakan Anda cari isyarat tersebut dan cocokkan jam Anda.
Di Indonesia isyarat waktu baku tersebut dikirim oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta setiap jam mulai dari pukul 05.00 pagi sampai pukul 24.00 WIB, dan selanjutnya RRI (Radio Republik Indonesia) Pusat Jakarta menyiarkan isyarat waktu tersebut berupa bunyi tit ... tit... tit ... tit ... tit ... tit (enam kali).
Selain isyarat waktu tersebut BMG juga mengirim isyarat waktu internasional “ONOGO” ke Kantor Sentral Telegraf (DTX), yang selanjutnya dipancarkan oleh Stasiun Pancar Daya dan Stasiun Radio Pantai. Siaran dilakukan sekali setiap hari pada pukul 00.55.00 sampai pukul 01.00.00 GMT (UTC) atau pada pukul 07. 55. 00 sd. pukul 08. 00. 00 WIB.
Isyarat waktu ONOGO berupa bunyi tit... yang susunannya sebagai berikut :
Pukul 00.55.00 sd. 00.56.50, satu isyarat tit setiap detik;
Pukul 00.56.55 sd. 00.57.00, satu isyarat panjang selama lima detik;
Pukul 00.57.05 sd. 00.57.50, lima seri — • • — (X) setiap sepuluh detik;
Pukul 00.57.55 sd. 00.58.00, lima seri satu isyarat tit • setiap detik;
Pukul 00.58.08 sd. 00.58.50, lima seri isyarat — (N) sekali setiap sepuluh detik;
Pukul 00.58.55 sd. 00.59.00 satu isyarat tit • setiap detik ;
Pukul 00.59.06 sd. 00.59.50 lima seri isyarat — (G) sekali setiap sepuluh detik;
Pukul oo.59.55 sd. 01.00.00 satu isyatar tit • setiap detik.
Waktu Setempat; Waktu Daerah.
Umumnya orang menghitung waktu dari saat matahari terbit sampai matahari terbit berikutnya. Tetapi karena kedudukan bumi terhadap matahari berubah sehingga selama selama rentang waktu tertentu di kutub tidak pernah terlihat matahari terbit dan selama rentang waktu lain tidak terlihat waktu terbenam. Oleh karena itu perhitungan waktu dengan menggunakan saat matahari terbit dan terbenam tidak dapat digunakan secara luas.
Hari bintang. Menurut perhitungan astronomi, waktu satu hari dihitung dari dua saat berturutan posisi matahari terhadap bintang tertentu. Lama waktu diantara dua posisi tersebut rata-rata selama 23 jam 56 menit 4,09 detik. Waktu yang dihitung dengan cara tersebut disebut “hari bintang (siderial day)”.
Hari matahari. Selain itu waktu dihitung berdasarkan posisi matahari terhadap bumi, yaitu dari saat matahari tepat di atas suatu garis bujur sampai saat berikutnya matahari tepat di atas garis bujur tersebut. Lama waktu diantara dua posisi berturutan tersebut selama 24 jam; kemudian diberi nama “hari matahari (solar day)”. Dengan demikian selama 24 jam bumi berputar sekali dengan putaran 360 derajat, sehingga setiap beda bujur 1 derajat mempunyai beda waktu selama 4 menit.
Dalam praktik orang lebih senang menggunakan hari matahari, meskipun sering timbul masalah dalam pembagian daerah waktu; apalagi bagi negara yang mempunyai bentangan membujur yang panjang. Misalnya Indonesia yang membentang sekitar 46 derajat, apabila setiap derajat ditetapkan waktunya maka akan ada 46 waktu setempat. Oleh karena itu masing-masing negara biasanya mengambil garis bujur tertentu yang digunakan sebagai tolok untuk menentukan waktu di daerahnya.
Daerah Waktu Di Indonesia.
Di Indonesia, penetapan daerah waktu secara resmi dilakukan pertama kali pada tahun 1908.
Waktu Jakarta. Pada tanggal 6 Januari 1908 dikeluarkan Surat Keputusan Pemerintah (Governements Besluit) yang menyatakan bahwa mulai tanggal 5 Mei 1908 waktu Jakarta digunakan sebagai tolok, dan waktu Jawa dan Madura ditetapkan 12 menit lebih awal dari waktu Jakarta.
GMT (Greenwich Mean Time). Selanjutnya karena pemerintah Belanda mempunyai banyak kegiatan yang berbeda seperti misalnya di Bukittinggi, Balikpapan dan lain-lain, dipandang perlu penetapan waktu untuk berbagai daerah. Untuk itu dengan surat keputusan tanggal 22 Februari 1918 pemeritah mengeluarkan Governements Besluit no. 38. Stbl. 101 yang menetapkan bahwa :
Waktu Padang 39 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Waktu Balikpapan ditetapkan dengan tolok waktu GMT (Greenwich Mean Time), yaitu 8 jam 20 menit lebih awal dari waktu GMT. (Greenwhich adalah kota di Inggris yang terletak pada garis bujur 0 derajat).
Daerah tanpa waktu.
Pemerintahan Belanda terus berlangsung, dan makin banyak hubungan dengan negara-negara lain, sehingga dirasa perlu penggunaan waktu yang lebih luas. Pada tanggal 1 Januari 1924 dalam Staatblad no. 409 tahun 1924, mulai tanggal 1 Januari 1924 ditetapkan waktu Jawa Tengah atau waktu Jawa dan Madura dengan mengambil tolok garis bujur 110 derajat BT atau 7 jam 20 menit lebih awal dari waktu GMT. Jadi waktu Jawa Tengah = waktu GMT + 7 jam 20 menit. Tetapi dalam surat keputusan tersebut tidak disebutkan tentang waktu bagi daerah di luar Jawa dan Madura. Waktu untuk daerah di luar Jawa dan Madura ditetapkan oleh “Hoofden van Gewestelijk Bestuur in de Buitengewesten” misalnya yang dikemukakan oleh DR. SW. Visser, bahwa :
Maluku dan Timor tidak ditetapkan wakltu resmi;
Bali, Lombok menggunakan waktu 22 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Menado menggunakan wakti 1 jam lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Sulawesi tidak ditetapkan waktu resmi, tetapi Makasar menggunakan waktu 39 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Kalimantan tidak ditentukan waktu resmi, demikian pula untuk Bangka dan Lampung.
Daerah Sumatra Selatan ditetapkan waktu bakunya setelah beroperasinya kereta api Sumatra Selatan (Zuid Sumatra Spoorweg), dengan menggunakan waktu sama dengan waktu Jawa Tengah; demikian pula sama untuk Bengkulu dan Palembang. Namun demikian perusahaan penerbangan KNILM hanya menggunakannya untuk Palembang dan Pekanbaru, karena penerbangan tidak ada yang ke Bengkulu.
Enam wilayah waktu.
Perkembangan selanjutnya perlu ditetapkan waktu resmi yang lebih luas. Dalam Governements Besluit no. 28 Stbld. No. 412 tanggal 27 Juli 932 ditetapkan bahwa mulai tanggal 11 Nopember 1932 digunakan 6 wilayah waktu di Indonesia (Nederlands Indie), dengan dua daerah waktu yang berdekatan berbeda waktu 30 menit. Daerah waktu tersebut adalah :
Waktu Sumatra Utara dengan tolok garis 97o 30’ BT = GMT + 6 jam 30 menit;
Waktu Sumatra Selatan dengan tolok garis 105o BT = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Jawa dengan tolok garis 112o 30’ BT = GMT + 7 jam 30 menit;
Waktu Sulawesi dengan tolok garis 120o BT = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Maluku dengan tolok garis 127o 30’ BT = GMT + 8 jam 30 menit;
Waktu Irian dengan tolok garis 135o BT = GMT + 9 jam 00 menit.
Dengan pembagian daerah waktu tersebut orang harus setiap kali merubah posisi jarum jamnya apabila bepergian ke daerah-daerah lain.
Jaman Jepang matahari terbit pukul delapan.
Bila dengan ketetapan daerah waktu seperti di atas orang harus berkali-kali mengubah jarum jam, lain halnya pada waktu jaman Jepang. Selama pendudukan Jepang hanya ditetapkan satu waktu yang sama dengan waktu Tokyo, yaitu GMT + 9 jam, untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian tidak lagi memutar-mutar jarum jam. Namun demikian hal itu bukan merupakan suatu kemudahan. Karena pada waktu jarum jam menunjukkan waktu yang sama, orang-orang di Medan masih nyenyak tidur pukul lima, di Irian matahari sudah akan mencapai di atas kepala. Di Jakarta matahari terbit pukul delapan.
Tiga wilayah waktu.
Pada waktu Belanda kembali ke Indonesia, waktu Tokyo tidak lagi digunakan. Dengan Besluit van de Luitnant Governements General van Nederlands Indie tanggal 10 Desember 1946 No. 3 Stbl. No. 212, ditetapkan bahwa mulai tanggal 30 April 1947 Indonesia dibagi dalam tiga wilayah waktu dengan menggunakan tolok garis bujur 105 oBT, 120 oBT, dan 135 oBT atau masing – masing 7 jam, 8 jam, dan 9 jam lebih awal dari waktu Greenwich. Daerah waktu tersebut adalah :
Waktu daerah I (Sumatra, Kepulauan Riau) = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu daerah II (Jawa Kalimantan, sebagian Sulawesi, Bali, sebagian Nusa Tenggara) = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu daerah III (sebagian Nusa Tenggara, Maluku, Irian Barat) = GMT + 9 jam 00 menit.
Namun demikian banyak kalangan yang tidak puas dengan pembagian daerah waktu tersebut karena di dalam daerah waktu yang sama tinggi matahari banyak berbeda; misalnya di Jakarta masih gelap, di Lombok matahari sudah tinggi. Selain itu terdapat daerah propinsi yang mempunyai dua waktu; bahkan ada satu kepulauan menggunakan dua waktu berbeda.
Irian Barat.
Pada waktu Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Keppres. RIS nomor 152 Tahun 1950 ditetapkan bahwa mulai 1 Mei 1950, tiga wilayah waktu seperti di atas tetap diberlakukan, kecuali untuk Irian Barat menggunakan waktu 9 jam 30 menit lebih awal dari waktu GMT.
Tinggi matahari sama waktu berbeda.
Setelah Irian Barat kembali masuk wilayah Indonesia, ditetapkan wilayah waktu baru. Dalam Keppres. RI No. 243 Tahun 1963 ditetapkan bahwa sejak 1 Januari 1964 pukul 00.00 Waktu Indonesia Barat, Indonesia dibagi dalam tiga wilayah waktu, yakni wilayah :
Waktu Indonesia Barat, Waktu Indonesia Tengah, dan Waktu Indonesia Timur, yang masing-masing menggunakan tolok garis bujur 105 oBT, 120 oBT, dan 135 oBT.
Waktu Indonesia Barat (WIT) (meliputi Sumatra, Jawa, Bali) = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Tengah (WITA) (meliputi Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur) = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Timur (WIT) (meliputi Maluku dan Irian Jaya) = GMT + 9 jam 00 menit. Dengan pengelompokan daerah dalam wilayah waktu tersebut timbul masalah bahwa terdapat daerah yang terletak dekat garis tolok sama tetapi menggunakan waktu yang berbeda. Misalnya di Tegal dan Pontianak yang dekat dengan garis tolok 105 oBT, Tegal menggunakan WIB sedangkan Pontianak menggunakan WITA; dengan demikian di Tegal orang bermain bola pukul 17.00 WIB, di Pontianak pukul 18.00 WITa padahal kedudukan matahari sama tingginya.
Daerah Tingkat I.
Dengan berkembangnya pembangunan, penerbangan, dan lain-lain, penyempurnaan wilayah waktu makin dirasakan. Dengan Keppres. No. 41 Tahun 1987 ditetapkan bahwa mulai 1 Januari 1988 ditetapkan tiga wilayah waktu dengan garis tolok yang sama seperti sebelumnya, tetapi daerahnya didasarkan atas wilayah adminstrasi pemerintahan Daerah Tingkat I.
Waktu Indonesia Barat (meliputi seluruh Daerah Tingkat I di Sumatra, di Jawa-Madura, Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah) menggunakan garis tolok 105 oBT = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Tengah (meliputi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur, Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur, dan seluruh Daerah Tingkat I di Sulawesi) menggunakan garis tolok 120 oBT = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Timur (meliputi Daerah Tingkat I Maluku, Irian Jaya) menggunakan garis tolok 135 oBT = GMT + 9 jam 00 menit.
Demikianlah sekelumit tentang waktu; waktu yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tetapi mempunyai arti penting bagi kehidupan. Ingatlah waktu ...... jangan buang-buang waktu...... gunakanlah waktu ...... jangan sampai dikejar-kejar waktu.
Pukul berapa kereta api ke Bandung berangkat ?
Waktu memang sangat penting, baik penggunaannya dalam kegiatan formal maupun dalam kegiatan takformal. Demikian pentingnya masalah waktu, sehingga kesalahan melihat waktu dapat berakibat fatal, mulai dari mendapat omelan, kerugian, hukuman, sampai kematian. Coba kalau kita janji pukul sepuluh akan datang, baru datang pukul duabelas.
Bagaimana akibatnya seorang mahasiswa yang semestinya mengikuti ujian pukul delapan, tetapi dia baru datang ke kampus pukul sepuluh lantaran sebelum tidur dia salah waktu mencocokkan jamnya? Apa pula akibatnya bila seorang perawat atau seorang dokter terlambat memeriksa paiennya lantaran baterei jam lemah sehingga jamnya baru menunjukkan pukul 08.00 padahal sebenarnya sudah pukul 10.00 ? Bagaimana pula apabila seorang pengamat cuaca menuliskan laporannya dengan tulisan pukul 07.00 sedangkan dia melakukan pengamatan sebenarnya pada pukul 08.00? Tentulah data yang dilaporkan tidak pada waktu yang sebenarnya. Rasanya ungkapan “time is money” sudah perlu diubah, tidak hanya money melainkan “time is alive”. Waktu adalah kehidupan.
ONOGO Isyarat waktu
Menyadari akan pentingnya waktu tersebut, baik secara nasional maupun internasional ditetapkan waktu baku. Setiap saat, setiap negara menyiarkan isyarat waktu untuk dikenali setiap orang. Silakan Anda cari isyarat tersebut dan cocokkan jam Anda.
Di Indonesia isyarat waktu baku tersebut dikirim oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta setiap jam mulai dari pukul 05.00 pagi sampai pukul 24.00 WIB, dan selanjutnya RRI (Radio Republik Indonesia) Pusat Jakarta menyiarkan isyarat waktu tersebut berupa bunyi tit ... tit... tit ... tit ... tit ... tit (enam kali).
Selain isyarat waktu tersebut BMG juga mengirim isyarat waktu internasional “ONOGO” ke Kantor Sentral Telegraf (DTX), yang selanjutnya dipancarkan oleh Stasiun Pancar Daya dan Stasiun Radio Pantai. Siaran dilakukan sekali setiap hari pada pukul 00.55.00 sampai pukul 01.00.00 GMT (UTC) atau pada pukul 07. 55. 00 sd. pukul 08. 00. 00 WIB.
Isyarat waktu ONOGO berupa bunyi tit... yang susunannya sebagai berikut :
Pukul 00.55.00 sd. 00.56.50, satu isyarat tit setiap detik;
Pukul 00.56.55 sd. 00.57.00, satu isyarat panjang selama lima detik;
Pukul 00.57.05 sd. 00.57.50, lima seri — • • — (X) setiap sepuluh detik;
Pukul 00.57.55 sd. 00.58.00, lima seri satu isyarat tit • setiap detik;
Pukul 00.58.08 sd. 00.58.50, lima seri isyarat — (N) sekali setiap sepuluh detik;
Pukul 00.58.55 sd. 00.59.00 satu isyarat tit • setiap detik ;
Pukul 00.59.06 sd. 00.59.50 lima seri isyarat — (G) sekali setiap sepuluh detik;
Pukul oo.59.55 sd. 01.00.00 satu isyatar tit • setiap detik.
Waktu Setempat; Waktu Daerah.
Umumnya orang menghitung waktu dari saat matahari terbit sampai matahari terbit berikutnya. Tetapi karena kedudukan bumi terhadap matahari berubah sehingga selama selama rentang waktu tertentu di kutub tidak pernah terlihat matahari terbit dan selama rentang waktu lain tidak terlihat waktu terbenam. Oleh karena itu perhitungan waktu dengan menggunakan saat matahari terbit dan terbenam tidak dapat digunakan secara luas.
Hari bintang. Menurut perhitungan astronomi, waktu satu hari dihitung dari dua saat berturutan posisi matahari terhadap bintang tertentu. Lama waktu diantara dua posisi tersebut rata-rata selama 23 jam 56 menit 4,09 detik. Waktu yang dihitung dengan cara tersebut disebut “hari bintang (siderial day)”.
Hari matahari. Selain itu waktu dihitung berdasarkan posisi matahari terhadap bumi, yaitu dari saat matahari tepat di atas suatu garis bujur sampai saat berikutnya matahari tepat di atas garis bujur tersebut. Lama waktu diantara dua posisi berturutan tersebut selama 24 jam; kemudian diberi nama “hari matahari (solar day)”. Dengan demikian selama 24 jam bumi berputar sekali dengan putaran 360 derajat, sehingga setiap beda bujur 1 derajat mempunyai beda waktu selama 4 menit.
Dalam praktik orang lebih senang menggunakan hari matahari, meskipun sering timbul masalah dalam pembagian daerah waktu; apalagi bagi negara yang mempunyai bentangan membujur yang panjang. Misalnya Indonesia yang membentang sekitar 46 derajat, apabila setiap derajat ditetapkan waktunya maka akan ada 46 waktu setempat. Oleh karena itu masing-masing negara biasanya mengambil garis bujur tertentu yang digunakan sebagai tolok untuk menentukan waktu di daerahnya.
Daerah Waktu Di Indonesia.
Di Indonesia, penetapan daerah waktu secara resmi dilakukan pertama kali pada tahun 1908.
Waktu Jakarta. Pada tanggal 6 Januari 1908 dikeluarkan Surat Keputusan Pemerintah (Governements Besluit) yang menyatakan bahwa mulai tanggal 5 Mei 1908 waktu Jakarta digunakan sebagai tolok, dan waktu Jawa dan Madura ditetapkan 12 menit lebih awal dari waktu Jakarta.
GMT (Greenwich Mean Time). Selanjutnya karena pemerintah Belanda mempunyai banyak kegiatan yang berbeda seperti misalnya di Bukittinggi, Balikpapan dan lain-lain, dipandang perlu penetapan waktu untuk berbagai daerah. Untuk itu dengan surat keputusan tanggal 22 Februari 1918 pemeritah mengeluarkan Governements Besluit no. 38. Stbl. 101 yang menetapkan bahwa :
Waktu Padang 39 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Waktu Balikpapan ditetapkan dengan tolok waktu GMT (Greenwich Mean Time), yaitu 8 jam 20 menit lebih awal dari waktu GMT. (Greenwhich adalah kota di Inggris yang terletak pada garis bujur 0 derajat).
Daerah tanpa waktu.
Pemerintahan Belanda terus berlangsung, dan makin banyak hubungan dengan negara-negara lain, sehingga dirasa perlu penggunaan waktu yang lebih luas. Pada tanggal 1 Januari 1924 dalam Staatblad no. 409 tahun 1924, mulai tanggal 1 Januari 1924 ditetapkan waktu Jawa Tengah atau waktu Jawa dan Madura dengan mengambil tolok garis bujur 110 derajat BT atau 7 jam 20 menit lebih awal dari waktu GMT. Jadi waktu Jawa Tengah = waktu GMT + 7 jam 20 menit. Tetapi dalam surat keputusan tersebut tidak disebutkan tentang waktu bagi daerah di luar Jawa dan Madura. Waktu untuk daerah di luar Jawa dan Madura ditetapkan oleh “Hoofden van Gewestelijk Bestuur in de Buitengewesten” misalnya yang dikemukakan oleh DR. SW. Visser, bahwa :
Maluku dan Timor tidak ditetapkan wakltu resmi;
Bali, Lombok menggunakan waktu 22 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Menado menggunakan wakti 1 jam lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Sulawesi tidak ditetapkan waktu resmi, tetapi Makasar menggunakan waktu 39 menit lebih awal dari waktu Jawa Tengah;
Kalimantan tidak ditentukan waktu resmi, demikian pula untuk Bangka dan Lampung.
Daerah Sumatra Selatan ditetapkan waktu bakunya setelah beroperasinya kereta api Sumatra Selatan (Zuid Sumatra Spoorweg), dengan menggunakan waktu sama dengan waktu Jawa Tengah; demikian pula sama untuk Bengkulu dan Palembang. Namun demikian perusahaan penerbangan KNILM hanya menggunakannya untuk Palembang dan Pekanbaru, karena penerbangan tidak ada yang ke Bengkulu.
Enam wilayah waktu.
Perkembangan selanjutnya perlu ditetapkan waktu resmi yang lebih luas. Dalam Governements Besluit no. 28 Stbld. No. 412 tanggal 27 Juli 932 ditetapkan bahwa mulai tanggal 11 Nopember 1932 digunakan 6 wilayah waktu di Indonesia (Nederlands Indie), dengan dua daerah waktu yang berdekatan berbeda waktu 30 menit. Daerah waktu tersebut adalah :
Waktu Sumatra Utara dengan tolok garis 97o 30’ BT = GMT + 6 jam 30 menit;
Waktu Sumatra Selatan dengan tolok garis 105o BT = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Jawa dengan tolok garis 112o 30’ BT = GMT + 7 jam 30 menit;
Waktu Sulawesi dengan tolok garis 120o BT = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Maluku dengan tolok garis 127o 30’ BT = GMT + 8 jam 30 menit;
Waktu Irian dengan tolok garis 135o BT = GMT + 9 jam 00 menit.
Dengan pembagian daerah waktu tersebut orang harus setiap kali merubah posisi jarum jamnya apabila bepergian ke daerah-daerah lain.
Jaman Jepang matahari terbit pukul delapan.
Bila dengan ketetapan daerah waktu seperti di atas orang harus berkali-kali mengubah jarum jam, lain halnya pada waktu jaman Jepang. Selama pendudukan Jepang hanya ditetapkan satu waktu yang sama dengan waktu Tokyo, yaitu GMT + 9 jam, untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian tidak lagi memutar-mutar jarum jam. Namun demikian hal itu bukan merupakan suatu kemudahan. Karena pada waktu jarum jam menunjukkan waktu yang sama, orang-orang di Medan masih nyenyak tidur pukul lima, di Irian matahari sudah akan mencapai di atas kepala. Di Jakarta matahari terbit pukul delapan.
Tiga wilayah waktu.
Pada waktu Belanda kembali ke Indonesia, waktu Tokyo tidak lagi digunakan. Dengan Besluit van de Luitnant Governements General van Nederlands Indie tanggal 10 Desember 1946 No. 3 Stbl. No. 212, ditetapkan bahwa mulai tanggal 30 April 1947 Indonesia dibagi dalam tiga wilayah waktu dengan menggunakan tolok garis bujur 105 oBT, 120 oBT, dan 135 oBT atau masing – masing 7 jam, 8 jam, dan 9 jam lebih awal dari waktu Greenwich. Daerah waktu tersebut adalah :
Waktu daerah I (Sumatra, Kepulauan Riau) = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu daerah II (Jawa Kalimantan, sebagian Sulawesi, Bali, sebagian Nusa Tenggara) = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu daerah III (sebagian Nusa Tenggara, Maluku, Irian Barat) = GMT + 9 jam 00 menit.
Namun demikian banyak kalangan yang tidak puas dengan pembagian daerah waktu tersebut karena di dalam daerah waktu yang sama tinggi matahari banyak berbeda; misalnya di Jakarta masih gelap, di Lombok matahari sudah tinggi. Selain itu terdapat daerah propinsi yang mempunyai dua waktu; bahkan ada satu kepulauan menggunakan dua waktu berbeda.
Irian Barat.
Pada waktu Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Keppres. RIS nomor 152 Tahun 1950 ditetapkan bahwa mulai 1 Mei 1950, tiga wilayah waktu seperti di atas tetap diberlakukan, kecuali untuk Irian Barat menggunakan waktu 9 jam 30 menit lebih awal dari waktu GMT.
Tinggi matahari sama waktu berbeda.
Setelah Irian Barat kembali masuk wilayah Indonesia, ditetapkan wilayah waktu baru. Dalam Keppres. RI No. 243 Tahun 1963 ditetapkan bahwa sejak 1 Januari 1964 pukul 00.00 Waktu Indonesia Barat, Indonesia dibagi dalam tiga wilayah waktu, yakni wilayah :
Waktu Indonesia Barat, Waktu Indonesia Tengah, dan Waktu Indonesia Timur, yang masing-masing menggunakan tolok garis bujur 105 oBT, 120 oBT, dan 135 oBT.
Waktu Indonesia Barat (WIT) (meliputi Sumatra, Jawa, Bali) = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Tengah (WITA) (meliputi Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur) = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Timur (WIT) (meliputi Maluku dan Irian Jaya) = GMT + 9 jam 00 menit. Dengan pengelompokan daerah dalam wilayah waktu tersebut timbul masalah bahwa terdapat daerah yang terletak dekat garis tolok sama tetapi menggunakan waktu yang berbeda. Misalnya di Tegal dan Pontianak yang dekat dengan garis tolok 105 oBT, Tegal menggunakan WIB sedangkan Pontianak menggunakan WITA; dengan demikian di Tegal orang bermain bola pukul 17.00 WIB, di Pontianak pukul 18.00 WITa padahal kedudukan matahari sama tingginya.
Daerah Tingkat I.
Dengan berkembangnya pembangunan, penerbangan, dan lain-lain, penyempurnaan wilayah waktu makin dirasakan. Dengan Keppres. No. 41 Tahun 1987 ditetapkan bahwa mulai 1 Januari 1988 ditetapkan tiga wilayah waktu dengan garis tolok yang sama seperti sebelumnya, tetapi daerahnya didasarkan atas wilayah adminstrasi pemerintahan Daerah Tingkat I.
Waktu Indonesia Barat (meliputi seluruh Daerah Tingkat I di Sumatra, di Jawa-Madura, Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah) menggunakan garis tolok 105 oBT = GMT + 7 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Tengah (meliputi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur, Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur, dan seluruh Daerah Tingkat I di Sulawesi) menggunakan garis tolok 120 oBT = GMT + 8 jam 00 menit;
Waktu Indonesia Timur (meliputi Daerah Tingkat I Maluku, Irian Jaya) menggunakan garis tolok 135 oBT = GMT + 9 jam 00 menit.
Demikianlah sekelumit tentang waktu; waktu yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dipegang, tetapi mempunyai arti penting bagi kehidupan. Ingatlah waktu ...... jangan buang-buang waktu...... gunakanlah waktu ...... jangan sampai dikejar-kejar waktu.
Cuaca Sinoptik Wilayah
Dalam ilmu kependudukan dikatakan bahwa Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya, namun punya satu nusa, nusa Indonesia; satu bangsa, bangsa Indonesia; satu bahasa, bahasa Indonesia. Demikian pula dalam cuaca Indonesia memiliki cuaca yang beragam sifatnya mengikut kondisi setempat, namun punya kesamaan, yakni mempunyai satu variasi, variasi harian; dan variasi musiman.
Konon untuk sekilas mengenali iklim di suatu tempat, dapat menggunakan indikator pohon atau tanaman tahunan apa yang tumbuh atau hidup subur di tempat itu; kemudian ke arah mana condongnya pohon, batang atau ranting-ranting tanaman tersebut. Misalnya, kalau di suatu daerah banyak tumbuh pohon asam pertanda bahwa daerah itu mempunyai kemarau yang kuat; bila banyak pohon duren, musim kemarau di daerah itu sering banyak hujan atau orang klimatologi menyebut hujan tahunannya tipe ekuatorial. Hanya saja jangan dibalik, sebab sebaliknya tidak selalu berlaku. Di Papua nggak bakalan ketemu duren dan pohon asam, tetapi yang ada pohon “matoa” buahnya seperti sawo kecik rasanya seperti duren.
Tetapi berdasarkan azas meteorology, untuk mengenali sistem cuaca dan iklim suatu tempat selain perlu dikenali factor cuaca sinoptik lingkungan, perlu diperhatikan factor lingkungan setempat. Di Indonesia factor lingkungan setempat tersebut banyak ragamnya, yang dalam tulisan ini hanya diambil yang dalam dimensi skala besar saja. Maksudnya factor lingkungan tersebut sekurang-kurangnya untuk mengenali massa udara apa yang memasuki wilayah yang diperhatikan, dan apa sifat aliran udara yang ada. Faktor-faktor tersebut nantinya menjadi pangkal dan pendorong terbentuknya cuaca, khususnya curah hujan di masing-masing daerah.
Daerah NAD bagian barat-selatan sampai Bengkulu. Dahulu D.I. Aceh, sekarang Nangroe Aceh Darussalam (NDA). Pada tanggal 26 Desember 2004 dilanda gempa dan tsunami. Ribuan penduduk meninggal dan entah berapa banyak bangunan hancur. Daerah Sumatra bagian barat menghadap langsung ke lautan India bagian barat, sehingga sistem cuaca daerah tersebut banyak diwarnali oleh sifar udara lautan.
Aceh yang terletak di ujung barat-utara langsung menghadap lautan India dan bertetangga dengan sistem cuaca teluk Benggala dan Banglades.
Dalam sistem tekanan, daerah Aceh terletak dalam daerah tekanan rendah khatulistiwa atau doldrums. Dalam waktu peralihan musim doldrums terlihat jelas; angin sangat berubah arah (variable).
Musimnya dikuasai oleh monsun Asia Selatan yang pada musim dingin Asia angin bertiup dari timurlaut dengan massa udara yang sifat asalnya dari Tibet dingin dan kering kemudian termodifikasi di laut India utara. Oleh karena itu bergantung banyak kepada udara di atas laut tersebut. Kalau laut panas banyak menghasilkan hujan dan bila lautnya dingin hujan berkurang.
Pada musim panas belahan bumi utara angin bertiup dari arah barat daya karena monsun barat daya (SW monsoon). Pada waktu monsun Asia musim panas aktif dan kuat, angin barat dayanya berkurang dan menjadi dari selatan sampai selatan tenggara; curah hujan juga berkurang, Pada saat itu di laut sebelah barat India sering timbul lembangtropis; curah hujan banyak di pantai barat dan utara India. Tetapi bila monsun Asia tersebut lemah, angin dari arah baratdaya sampai barat. Ada yang mengatakan bahwa angin barat tersebut adalah angin baratan khatulistiwa atau sebagai kepanjangan dari komponen peredaran Walker. Angin baratan tersebut memicu timbulnya lembangtropis sampai siklontropis di teluk Benggala. Imbas dari lembangtropis dan siklontropis dirasakan di daerah Aceh berupa banyak hujan angin kencang, serta gelombang laut yang tinggi. Masa timbulnya lembangtropis tersebut antara bulan Mei sampai September. Oleh karena itu berbeda dengan di daerah tengah atau timur yang banyak cuaca gangguan dalam bulan Oktober – Maret, di sana perlu waspada dalam waktu antara Mei dan September.
· Di kawasan lainnya di bagian barat Sumatra : pada waktu musim dingin utara (Asia) diatas lautan India ditempati oleh daerah tekanan tinggi subtropik meskipun letaknya agak ke selatan; tetapi pada waktu musim dingin selatan (Australia), daerah tekan tinggi subtropik tersebut terbagi menjaadi dua, satu di bagian barat dan satunya di bagian timur dekat Australia. Yang di bagian timur sering menjadi satu dengan tekanan tinggi daratan Australia. Kedua daerah tekanan tinggi tersebut membentuk palung tekanan rendah yang ujungnya sebelah utara terletak di dekat sebelah barat-selatan Sumatra. Ujung palung tersebut menjadi daerah pusaran yang adanya hampir terus-menerus.
· Pada musim dingin utara udara di daerah tersebut campuran dari udara yang diwarnai sifat udara laut Cina Selatan dan lautan India.
· Pada waktu musim dingin Asia tersebut angin bertiup dari arah baratlaut yang berasal dari angin tmurlaut yang dibelokkan ke timur setelah melintasi khatulistiwa, dan angin baratdaya yang berasal dari angin tenggara dari pasat selatan lautan India yang dibelokkan ke timur pada waktu mendekati khatulistiwa. PPAT sering tidak mudah dibedakan dengan garis geser angin (shearline).
· Pada musim panas Asia atau musim dingin selatan udara diatas daerah tersebut diwarnai oleh sifat udara laut India dan sifat udara benua tropis Australia yang sudah lama diatas lautan India bagian timur.
· Selama musim panas Asia atau musim dingin selatan tersebut, angin berubah-ubah dari tenggara sampai baratdaya. Sering menjadi tempat garis geser angin yang mempermudah timbulnya pusaran di atas ujung palung tekanan rendah.
Sumatra bagian utara ( Sumatra Utara bagian utara dan Riau daratan). Daerah tersebut terletak di sebelah utara bukit barisan; di sebelah utaranya dibatasi oleh selat Malaka. Letaknya sejajar dengan semenanjung Malaysia.
Diatas daerah tersebut bertiup angin musim timurlaut yang berasal dari monsun Asia Dingin dan angin musim selatan-baratdaya yang berasal dari monsun Asia Panas dan dari pasat selatan. Tetapi angin selatan barat daya tersebut tidak terlalu kuat karena terhambat bukit barisan. Namun demikian angin pasat yang kuat dapat menimbulkan efek fohn yang dapat dirasakan di Sumatra Utara bagian utara yang nama lokalnya “angin bohorok”. Angin bohorok bersifat kering dan panas, dan dapat terjadi antara bulan Juli – September.
Angin timur laut mulai masuk daerah tersebut bulan Nopember dan berlangsung sampai bulan Februari. Dalam bulan Maret – April angin sangat berubah-ubah, dan selanjutnya menjadi angin tenggara sampai barat daya dari bulan Mei sampai September. Kemudian dalam bulan Oktober juga berubah-ubah menjelang bertiupnya angin timuran. Dengan demikian bulan Maret-April adalah bulan menjelang pergantian dari angin timurlaut menjadi angin tenggara-baratdaya, dan Oktober-Nopember bulan menjelang pergantian angin tenggara-baratdaya menjadi angin timur.
Angin timur berkaitan dengan monsun dingin Asia. Bila terdapat pusaran di laut Cina Selatan, angin timur tersebut berbelok kearah timur menjadi angin utara atau sampai baratlaut.
Angin timur dari monsun dingin Asia menimbulkan banyak hujan di sepanjang pantai utara/timur Malaysia. Dan berkurang di sebelah selatan termasuk di daerah Sumatra bagian utara tersebut.
Angin tenggara barat-daya berkaitan dengan monsun dingin Australia dan monsun panas Asia. Dengan demikian adanya angin tersebut bergantung kepada kedua aktivitas monsun tersebut. Bila monsun panas Asia kuat dan mosun Australia lemah banyak bertiup angin baratdaya; bila monsun panas Asia lemah dan monsun dingin Australia kuat banyak bertiup angin tenggara. Bila kedua-duanya kuat, angin bertiup dari arah timur; dan bila kedua-duanya lemah angin berubah-ubah sampai barat.
Dalam bulan dengan angin berubah-ubah, banyak timbul curah hujan. Dalam bulan tersebut di selat Malaka terjadi banyak golakan yang ditimbulkan oleh pumpunan angin yang membawa sifat massa udara dari laut India Utara dan dari Laut Cina Selatan. Akibat percampuran tersebut sering timbul gebos berupa garis yang panjang (squall line) yang dikenal dengan nama “Sumatra”. Gebos tersebut umumnya terjadi pada malam menjelang pagi hari.
Riau lautan dan Kalimantan Barat. Letaknya di dan menghadap laut Cina Selatan merupakan kawasan segitiga emas tempat bertemunya aliran pasat Pasifik Barat, aliran udara dari daratan Cina, aliran udara dari lautan India, dan aliran pasat tenggara (Australia).
Pada waktu monsun dingin Asia berlangsung, massa udara daratan Cina dan massa udara subtropik Pasifik Barat daya bertemu di daerah tersebut. Massa udara yang berasal dari Cina bersifat dingin dan kering, sedangkan yang dari Pasifik lebih panas dan mantap (stable). Keduanya termodifikasi di atas laut Cina Selatan yang panas. Oleh karena itu sifat kedua massa udara tersebut mempunyai peran besar dalam pembentukan cuaca. Indikator adanya pertemuan kedua massa udara tersebut berupa perenggan (front) yang ujungnya bagian selatan dapat mencapai di atas Laut Cina Selatan. Pada citra satelit perenggan tersebut mudah dikenali. Biasanya datangnya perenggan tersebut diawali dengan seruak (surge) monsun.
Musim monsun dingin adalah musim angin timurlaut di saerah Riau dan Kalimantan Barat. Tetapi pada saat monsun lemah atau istirahat (break), angin timurlaut berbelok ke timur sewaktu di atas laut Cina selatan dan sering membentuk pusaran. Adanya pusaran menghambat gerak monsun ke selatan. Pusaran tersebut sering terjadi dalam bulan Desember.
Bila monsun dingin kuat, angin bertiup dari arah timurlaut dengan kencang (> 10 knot) dan sampai melewati khatulistiwa (cross equatorial flow).
Pada waktu monsun panas Asia, lebih rumit. Pada pertengahan musim monsun (juli-Agustus), sering empat aliran ( dari tenggara sebagai kepanjangan pasat selatan, dari monsun baratdaya lautan India, dari Pasifik Barat Daya, dan dari Asia bagian timur) masuk ke wilayah tersebut.
Oleh karena itu pada musim monsun panas tersebut sering terjadi pusaran di atas laut Cina Selatan. Pada saat ada pusaran sering terlihat dua lajur awan dari baratdaya ke arah timur laut dan lajur awan dari tenggara ke arah baratlaut, dan terkesan sebagai PPAT yang bercabang.
Bila monsun panas kuat letak pusaran lebih ke utara, dan bahkan sering bergabung dengan siklontropis yang berasal dari Pasifik Baratdaya.
Bulan Maret- April dan September-Oktober daerah tersebut merupakan daerah doldrums dengan angin berubah-ubah
Daerah Sumatra Selatan Laut Jawa dan sekitarnya. Daerah Sumatra Selatan, Laut Jawa dan sekitarnya boleh dikatakan sebagai daerah yang benar-benar memiliki sebutan monsun barat identik dengan musim hujan karena memang benar-benar angin bertiup dari barat pada waktu musim hujan; dan musim timur adalah musim kemarau karena benar-benar angin bertiup dari arah timur pada waktu musim kemarau. Dari letaknya pulau Jawa dan Kalimantan, laut Jawa seolah-olah sebagai lorong saluran udara (belum ada penelitian sifat lorong tsb. ?) yang mempunyai peran tertentu dalam pembentukan awan dan hujan (akan diceritakan tersendiri dalam babak tentang curah hujan).
Mulai bulan Oktober angin berangsur bertiup dari barat sampai bulan Maret berkaitan dengan monsun dingin Asia; dan berangsur menjadi dari timur berkaitan dengan monsun Australia musim dingin.
PPAT di daerah tersebut merupakan batas angin timur laut dari Pasifik Barat yang dibelokkan ke timur karena melintasi khatulistiwa menjadi angin barat, dan angin pasat tenggara belahan bumi selatan (Australia) yang terbelokkan ke timur karena pertukaran momentum dari angin barat tersebut.
Aliran udara di bagian selatan dari PPAT pada waktu menuju ke selatan lebih bersifat sikonal dibandingkan di bagian utara.
Di bagian timur aliran terpotong oleh jasirah Sulawesi Selatan.
Bulan Maret - Mei daerah tersebut menjadi daerah doldrums; angin berubah-ubah dan beraangsur menjadi angin tenggara sampai selatan.
Paada waktu Australia musim dingin, angin pasat dari tenggara dibelokkan menjadi angin baratdaya, sedangkan pasat utara menjadi baratlaut. Bila terdapat siklontropis di sebelah timur Pilipina, PPAT membujur pada arah baratdaya-timurlaut menuju ke arah tempat siklontropis.
Daerah Kalimantan dan Sulawesi. Daerah Kalimatan dan Sulawesi mempunyai cuaca sinoptik lingkungan yang sama, tetapi Kalimantan yang berupa pulau besar dan Sulawesi yang mempunyai struktur jazirah, dan banyak teluk mempunyai reaksi yang berbeda.
Massa udara diatas daerah Kalimantan dan Sulawesi pada waktu musim monsun Asia Dingin berasal dari Laut Cina Selatan dan Pasifik Barat Daya, serta massa udara yang tlah melewati lautan India bagian timur.
Pada waktu musim dingin belahan bumi utara, angin timurlaut pasat bergabung dengan angin timur monsun di laut Cina selatan, kemudian pada waktu mendekati khatulistiwa berbelok ke timur menjadi angin baratlaut.
Jasirah Sulawesi Selatan yang melintang tegaklurus angin baratan selama monsun dingin Asia seolah-olah menjadi pemisah sehingga aliran menjadi lebih asiklonal ke arah selatan.
Pada musim dingin Australia (belahan bumi selatan), hampir seluruh daerah dialiri udara yang bersifat benua tropis Australia.
Pada musim dingin selatan tersebut angin dari arah tenggara sampai selatan-tenggara. Makin keutara cenderung berbelok ke arau timurlaut karena seringnya terdapat lembangtropis atau siklontropis di sebelat timur Pilipina.
Daerah Maluku bagian tengah dan utara sampai Papua bagian barat dan utara. Daerah Maluku bagian tengah dan utara serta Papua bagian utara berhadapan dengan lautan pasifik barat. Pada daerah tersebut terdapat banyak pulau kecil dan menghadap laut Pasifik Baratlaut.
Daerah tersebut hampir sepanjang tahun ditempati massa udara yang dibawa oleh pasat dari tekanan tinggi subtropik Pasifik baratdaya dan pasat dari tekanan tinggi subtropik Pasifik tenggara.
Pada waktu musim dingin utara bertiup angin barat yang berasal dari pasat timurlaut yang berbelok ketimur, dan pasat tenggara yang berbelok ketimur.
Pada waktu musim dingin utara, massa udara di atas daerah tersebut diwarnai massa udara laut Cina Selatan dan Pasifik Baratlaut, kadang-kadang juga yang berasal dari lautan India bagian timur (dekat Australia).
Selama musim dingin utara tersebut angin bertiup dari baratlaut dan dari selatan sampai baratdaya. PPAT tidak jelas karena adanya barisan pegunungan yang tinggi di sepanjang Papua.. PPAT sering melompat jauh dari utara ke selatan. Pada waktu terdapat lembang tropis atau siklontropis di Australia Utara PPAT jauh di sebelah selatan; kemudian bila lembangtropis atau siklontropis tersebut hilang PPAT dengan cepat pindah ke utara.
Pada musim dingin selatan (Australia), udara di atas daerah tersebut diwarnai oleh campuran sifat udara lautan India bagian timur dan Pasifik Selatan Baratdaya.
Selama musim dingin selatan (Australia) tersebut daerah Maluku menjadi daerah angin berubah-ubah atau dalam daerah geser angin (shearline) sebagai perubahan dari angin tenggara menjadi angin barat daya. Daerah geser angin terdapat melintang kearah timurlaut dari sekitar pulau Buru.
Pada waktu musim panas utara daerah tersebut menjadi daerah geser angin dari tenggara menjadi baratdaya.
Daerah Selat Sunda dan Jawa bagian selatan. Daerah Selat Sunda dan Jawa bagian selatan menhadap lautan India bagian timur. Daerah tersebut membujur sejajar khatulistiwa dan bagian pinggir dari daerah tekana tinggi subtropik selatan.
Pada waktu menjelang akhir musim dingin utara, udara di daerah tersebut diwarnai oleh sifat udara laut Cina Selatan yang sudah melalui banyak daerah dan udara tropik Lautan India bagian timur. Tetapi pada waktu musim dingin selatan, udara diwarnai oleh sifat udara benua Australia dan udara tropik lautan India bagian timur. Makin ke timur sifat udara benua tropis lebih terlihat.
Dari bulan Januari – Februari daerah tersebut ditempati oleh PPAT yang merupakan daerah pumpunan angin dari barat-baratlaut yang berasal dari angin monsun timurlaut kemudian berbelok menjadi angin barat setelah melintasi khatulistiwa, dan angin baratdaya yang berasal dari angin pasat tenggara (selatan yang berbelok ke timur.
Pada musim dingin selatan PPAT sudah ke utara, dan angin berubah menjadi dari tenggara sampai timur yang berasal dari angin pasat dari subtropik selatan. Di bagian barat daerah tersebut imbas dari adanya palung tekanan rendah yang terbentuo oleh daerah tekan tinggi subtropik Lautan India Barat dan timur masih terasakan.
Daerah Jawa Timur sampai Nusa Tenggara Timur. Daerah Jawa Timur sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang paling nyata antara musim hujan dan musim kemarau.
Perubahan tekanan udara secara musiman sampai mencapai 5 milibar, dan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan daerah lain.
PPAT di daerah tersebut hanya dalam waktu pendek (januari – Februari) yang terbentu sebagai pupunan angin barat dari belah bumi utara dan angin baratdaya dari lautan India bagian timur.
Pada musim panas udara diwarnai dengan sifat massa udara benua tropik Australia. Angin bertiup dari tenggara sampai timur.
Daerah Papua bagian selatan. Daerah Papua bagian selatan merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh barisan gunung yang tinggi yang menghadap ke laut Banda dan laut Arafura.
Pada waktu musim dingin utara udara di atas daerah tersebut diwarnai oleh campuran udara lautan Pasifik Barat dan udara lautan India bagian timur serta dari sifat lautan Pasifik selatan baratdaya.
Selama musim dingin utara angin bertiup dari arah baratlaut yang berasal dari pasat utara yang terbelokkkan menjadi angin baratlaut setelah melintasi khatulistiwa, dan angin barat yang berasal dari daerah tekanan tinggi lautan India bagian timur. Angin baratan kuat timbul berkaitan dengan adanya lembangtropik atau siklontropik Willy-willy.
Pada musim dingin selatan (Australia) udara diwarnai oleh sifat lautan Pasifik selatan baratdaya. Pada musim dingin selatan tersebut angin bertiup dari arah tenggara sebagai bagian pasat daerah tekanan tinggi subtropik selatan.
-------------
1 comments:
Posting Komentar