Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu.
Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut–Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara–Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur–Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur–Barat (E-W). sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.
Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.
Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.
Pada Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman berada di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah timur-barat. Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus.
Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara-selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.
Meskipun secara regional seluruh pulau Jawa mempunyai perkembangan tektonik yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih tua yang mengontrol struktur batuan dasar, khususnya pada perkembangan tektonik yang lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Secara regional di pulau Jawa dapat dibedakan adanya 3 satuan tektonik, yaitu:
a) Cekungan Jawa Utara, yang terdiri dari cekungan Jawa Baratlaut (NW Java Basin) dan cekungan Jawa Timurlaut (NE Java Basin)
b) Daerah cekungan Bogor-Kendeng
c) Daerah cekungan Pegunungan Selatan
Pola Struktur Pulau Jawa |
1. TATANAN TEKTONIK JAWA BARAT
Van Bammelen beranggapan bahwa secara fisiografis daerah Banten sangat mendekati sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandingkan dengan bagian sebelah timurnya. Kecuali beberapa kemiripan bentuk-bentuk morfologinya, juga adanya produk vulkanisme yang banyak tufa asam, seperti halnya tufa lempung yang asam.
a. Pola Struktur
Berdasarkan data gayaberat,seismic, citra Landsat/foto udara pengamatan di lapangan, di Jawa Barat ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
- Arah baratlaut-tenggara
- Tmur-barat
- Utara-selatan (dominan)
Namun berdasarkan citra Landsat dan sebaran episentrum gempa, ada satu lagi yaitu arah timurlaut-baratdaya yang menonjol di sudut baratdaya Pulau Jawa (Cimandiri/Sukabumi).
Pola baratlaut-tenggara hanya dapat direkam dengan gayaberat, yang berarti letaknya dalam dan mungkin hingga batuan dasar. Pola sesar ditafsirkan sebagai kelanjutan tektonik tua Sumatra. Pola berarah barat-timur umumnya berupa sesar naik ke arah utara dan melibatkan sedimen Tersier. Sedangkan yang berarah utara-selatan di bagian Utara Jawa , dari data seismic Nampak memotong batuan Tersier, ternyata juga mengontrol bedrock. Memisahkan segmen Banten dari bogor dan pegunungan selatan.
b. Satuan-satuan Tektonik
Batuan tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur eosen awal di Ciletuh yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan secara tektonis dengan batuan ofiolit yang mengalami breksiasi dan serpentinisasi pada jalur-jalur kontaknya. Batuan ofiolit tersebut ditafsirkan merupakan bagian dari melange yang mendasari olisostrom.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma tersier. Sepanjang jalur pantai selatan pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik yang dinamakan formasi Andesit tua “old andesite formation” yang berumur oligosen-miosen awal. Di Jabar, bagian dari formasi ini disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya merupakan endapan aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang memperlihatkan struktur bantal.
Penelitian terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di Jawa Barat, ternyata Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu hampir meliputi seluruh bagian tenggara Jawa Barat. Dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa kegiatan vulkanik selama Tersier ini bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan kemudian secara berangsur bergeser ke utara.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma atau vulkanik kwarter , menempati bagian tengah Jawa Barat atau dapat juga dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik Tersier muda.
c. Mandala Sedimentasi
Didasarkan pada mayoritas ciri sedimen, Soedjono (1984) membagi daerah Jabar menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu mandala paparan kontinen yang terletak di utara, diikuti oleh Mandala Cekungan Bogor di bagian tengah, dan ke arah barat terdapat mandala Banten.
Mandala paparan kontinen bertepatan dengan zona stratigrafi dataran pantai utaranya Van Bemmelen. Dicirikan oleh pola pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan gamping, lempung dan pasir kwarsa serta lingkungan pengendapannya dangkal. Kedalamannya mencapai lebih dari 5000m. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan “aliran gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit, tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala sedimentasi Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan Paparan Kontinen.
2. TATANAN TEKTONIK JAWA TENGAH
Secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian:
- Dataran pantai selatan
- Pegunungan serayu selatan
- pegunungan serayu utara, dan
- Dataran pantai utara
Salah satu batuan tertua di pulau jawa tersingkap di jawa tengah tepatnya di daerah sungai LOH-ULO.
a. Pola struktur
Pola struktur di jawa tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama yaitu baratlaut-tenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di daerah loh ulo dimana batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur utama yaitu arah timurlaut-baratdaya, dan barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam mélange.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah timurlaut-baratdaya yang sangat dominan didaerah ini. Data gaya berat dari untung dan sato 1979, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah jawa tengah dan dilengkapi dengan data geologi permukaan memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada urut-urutan lapisan miosen antara bagian utara dan bagian selatan jawa tengah.
Bagian utara jawa tengah urut-urutan lapisan miosen sebagian besar terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut menyebar sampai hampir dekat cilacap. Tetapi keselatannya stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti batu pasir dan batugamping.
b. Satuan-satuan tektonik
Batuan tertua dijawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan di Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten). Batuan yang berumur kapur itu bercampur aduk, terdiri dari ofiolit, sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masa dasar serpih sampai batu sabak dengan bongkah-bongkah batu pasir greywackey yang termalihkan, masa dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah sama.
3. TATANAN TEKTONIK JAWA TIMUR
Indentasi Jawa Timur, seperti halnya indentasi Jawa Tengah, dicirikan oleh hilangnya Pegunungan Selatan Jawa dan hadirnya depresi.
Depresi ini kini diduduki kota Lumajang dan merupakan wilayah pengaliran sungai-sungai yang berasal dari kedua dataran tinggi di sebelah barat dan timur depresi. Kehadiran Pulau Nusa Barung tepat di tengah indentasi selatan ini sangat menarik, posisinya sama dengan Tinggian Karangbolong pada sistem indentasi Jawa Tengah, lebih-lebih lagi pulau ini pun disusun oleh batu gamping Miosen yang ekivalen dengan batu gamping di Karangbolong. Batuan pra-tersier tidak tersingkap di daerah Jawa Timur. Bagian tengahnya ditempati oleh jalur volkanik kwarter.
Satuan-satuan fisografi yang dapat dibedakan terdiri dari (selatan ke utara)
a. Pegunungan Selatan
b. Jalur Depresi Tengah
c. Jalur Kendang
d. Depresi Randublatung
e. Zona Rembang yang dapat diteruskan ke pulau Madura
Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah utara dari jalur volkanik kwarter adalah jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier yang agak tebal. Menurut Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini mencapai beberapa ribu meter. Dekat kota Cepu daerah ini terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di beberapa tempat lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong oleh sesar naik dengan sudut kemiringan yang kecil.
Apakah indentasi Jawa Timur merupakan miniatur indentasi Jawa Tengah? Sebagian ya, tetapi sebagian lagi tidak. Beberapa pola indentasi Jawa Tengah dapat diterapkan di sini. Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi Lumajang diapit dua sesar besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar ini telah memutuskan dan mengubah kelurusan jalur gunungapi Kuarter di Jawa Timur. Dua sistem sesar besar pembatas Depresi Lumajang merupakan penyebab terjadinya indentasi dan depresi tersebut.
Apakah sistem sesar besar itu merupakan pasangan sesar besar sinistral (BD-TL) dan dextral (BL-Tenggara) seperti halnya indentasi Jawa Tengah ? Ini akan memuaskan untuk menjawab munculnya Pulau Nusa Barung di tengah Pegunungan Selatan yang tenggelam, dan tenggelamnya Selat Madura di sebelah utara indentasi Pasuruan-Situbondo. Tetapi, ini sulit untuk menerangkan terjadinya kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan yang utara-selatan di Kompleks Semeru-Tengger di sebelah barat Depresi Lumajang dan kelurusan utara-selatan gunungapi Argopuro-Kukusan di Kompleks Iyang (Yang, Ijang) di sebelah timur Depresi Jawa Timur.
Keberadaan sesar besar utara-selatan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang adalah penyebab indentasi dan depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat menjelaskan kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak gunung ini tersebar utara-selatan. Bila kita berdiri di puncak Penanjakan (2775 m) sebelah utara Bromo (2329 m), maka melihat ke utara akan nampak laut Selat Madura, melihat ke selatan akan nampak gunung Bromo dan Semeru. Kelurusan ini membuat masyarakat Tengger menyucikan ketiga gunung yang dianggapnya sebagai atap dunia itu.
Sebenarnya, di bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga konon bertanggung jawab telah menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di wilayah ini. Sesar besar ini telah diterobos magma sejak Plistosen atas sampai Holosen menghasilkan gunung-gunung di kawasan Kompleks Tengger. Semacam erupsi linier dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke utara di sepanjang sesar ini berganti-ganti selama Plistosen sampai Kuarter.
Dari selatan ke utara ditemukan pusat-pusat erupsi sbb. : Semeru, Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi, Bromo, Batok, dan Penanjakan. Yang masih suka meletus sampai kini adalah Semeru dan Bromo. Danau kawah Ranu Kembolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan maar sisa erupsi gunung Ayek2 yang terletak di antara Kaldera Tengger dan Semeru
Di sebelah barat Depresi Lumajang, yaitu di Kompleks Iyang, terdapat juga sesar besar utara-selatan walaupun tak sepanjang sesar besar di bawah Tengger dan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang. Gunung tua Iyang (Plistosen atas) terbelah mengikuti rekahan utara-selatan. Rekahan ini juga menjadi pusat-pusat erupsi gunung di Kompleks Iyang, yaitu: gunung Malang (2008 m), Kukusan (2200 m) dan Cemorokandang (2223 m). Di tengah sesar rekahan ini kini gunungapi Kuarter Argopuro (3088 m) berlokasi.
Tentang kejadian kaldera pasir Tengger, van Bemmelen (1937 : The volcano-tectonic structure of the Residency of Malang, De Ingenieur in Ned. Indie, 4,9,IV,p. 159-172) punya teori menarik. Kompleks Tengger telah terobek mengikuti rekahan berbentuk sabit yang melengkung cekung ke utara. Oleh retakan ini sayap utara kompleks Tengger tenggelam dan runtuh ke utara. Runtuhnya atap dapur magma menyebabkan aliran lava basaltik dalam jumlah besar yang menyebar seperti delta di kedua ujung robekan. Peristiwa ini telah menelan bagian atas puncak Tengger, sehingga membentuk kaldera Tengger yang diisi pasir volkanik. Runtuhnya Tengger ini akibat berat materi volkaniknya sendiri yang membebani batuan dasarnya yang berupa sediment marin Tersier yang plastis. Bagian utara kompleks Tengger runtuh dan lengser ke utara menuju depresi Selat Madura yang sedang tenggelam.
Kompresi ke utara akibat runtuhan ini telah menekan bagian utara pantai Jawa Timur yang kini berupa perbukitan di Grati dan Semongkrong di sekitar Pasuruan. Bukit-bukit ini anomali sebab terjadi di sekitar pantai utara yang ditutupi sediment alluvial pantai. Model volkano-tektonik runtuhan seperti ini juga dipakai van Bemmelen untuk menerangkan kejadian bukit-bukit Gendol di dekat Menoreh yang berasal dari runtuhan sayap Merapi ke sebelah baratdaya.
Referensi Artikel :
Anonim. Januari 2009. Geologi Gunung Ungaran. Wordpress. http://ptbudie.wordpress.com/ Asikin, Sukendar. Geologi Struktur Indonesia. Bandung. ITB Press
Rovicky. Juni 2006. Patahan-patahan yang Membelah Pulau Jawa. http://rovicky.wordpress.com/
Satyana, Awang. 27 Desember 2007. Indentasi JawaTimur, Depresi Lumajang, dan Kelurusan Semeru-Bromo-Penanjakan.IAGI.http://www.mail-archive.com
Simandjuntak. 2004. Tektonika. Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi bandung
x
1 comments:
Posting Komentar