Di Pulau-pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, pusat-pusat gempa yang terjadi di pulau-pulau ini berbagi tempat dengan gunung-gunungapi yang memanjang dari Sumatra sampai Nusa Tenggara (disebut busur gunung-gunungapi Sunda). Jadi wajar saja bila orang berpikir bahwa ketika gempa terjadi di dekat gunungapi maka aktivitas gunungapi tersebut bisa meningkat.
Itu pula yang menjadi perbincangan orang ketika gempa Cianjur 21 November 2022 kemarin terjadi. Mereka mengkhawatirkan Gunung Gede akan meningkat aktivitasnya dipicu gempa tersebut. Lokasi episenter (pusat gempa yang diproyeksikan ke permukaan) gempa ini memang di lereng tenggara Gunung Gede. Pusat gempanya sebenarnya ada di kedalaman 10 km, orang juga berpikir jangan-jangan kantong magma di bawah Gunung Gede akan terpengaruh sehingga gunung akan menjadi lebih aktif.
Tengah orang berpikir begitu lalu beredar kabar di media sosial yang memberitahukan agar warga Cianjur waspada sebab Gunung Gede meletus banyak saksi yang melihat api di puncaknya. Kabar begini tentu membuat warga Cianjur semakin resah, setelah mereka terpaksa tinggal di pengungsian akibat gempa, kini mereka membayangkan akan dilanda lahar atau jatuhan batu-abu erupsi Gunung Gede.
---
Kabar tersebut bohong, hoax, telah dibantah oleh petugas Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) yang mengawasi langsung Gunung Gede bahwa Gunung Gede tetap berada pada status normal seperti sebelum gempa terjadi. Tidak ada peningkatan aktivitas oleh gempa yang berpusat di lereng tenggara gunung.
Karena pusat gempa di lereng gunungapi ada juga yang berpikir bahwa gempa Cianjur kemarin ini adalah gempa vulkanik. Tentu bukan, pertama Gunung Gede tidak sedang menunjukkan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada gempa berasal darinya, kedua gempa Cianjur dirasakan juga di Bogor, Jakarta, dan sebagian area lain sekitar Cianjur -ini jelas gempa tektonik sebab guncangannya dirasakan di kawasan yang luas.
---
Sebenarnya, dapatkah sebuah gempa tektonik memicu aktivitas gunungapi? Iya, kadang-kadang (tidak selalu). Tetapi ada syarat-syarat tertentu baik untuk gempanya maupun gunungapinya. Syarat untuk gempanya: (1) lokasi gempa di dekat gunungapi aktif, (2) gempanya harus kuat (M-magnitudo > 6), (3) pusat gempa dangkal (<30 km). Sayarat untuk gunungapinya: gunungapi pada status siap meletus (status level 3/ siaga atau level 4/awas).
Untuk lalu benar-benar gunungapi itu meletus dipicu atau dipercepat gempa maka ada dua syarat lagi: (1) terdapat cukup volume magma yang dapat diletuskan di kantong magma dan pipa kepundan (jalur magma naik ke permukaan) di gunungapi tersebut, (2) terdapat tekanan gas magma dalam kondisi kritis di kantong magma. Jika kondisi tersebut dipenuhi, maka guncangan gempa yang kuat di dekat gunungapi dapat menyebabkan gas terlarut di dalam magma keluar dari magma, meningkatkan tekanan dan fluiditas magma dan ini dapat menyebabkan erupsi. Analoginya seperti satu botol berisi minuman bersoda yang dikocok, lalu buka tutupnya, maka minuman akan menyembur keluar.
---
Itu bukan syarat-syarat yang mudah dipenuhi. Gempa Cianjur 21 November 2022 tidak cukup kuat (< M6,0) sekalipun pusatnya dangkal. Lalu Gunung Gede sendiri sedang berstatus normal (level 1) artinya ia bukan dalam posisi kritis untuk meletus. Maka bisa dipastikan gempa tersebut tidak mengaktifkan apalagi membuat Gunung Gede meletus. Sekalipun misalnya gempa Cianjur kemarin punya magnitude kuat M7+ bila Gunung Gede sedang berstatus normal, gunung itu tidak akan meletus.
Kasus seperti itu pernah terjadi pada saat gempa utara Lombok terjadi pada 5 Agustus 2018. Pusat gempa di lereng utara Gunung Rinjani pada kedalaman 15 km dengan magnitude 7,0. Sebagian tubuh lereng Gunung Rinjani bahkan runtuh oleh gempa itu. Gempa-gempa susulan terjadi sampai lima hari kemudian, tercatat ada 447 gempa susulan terjadi di timur, utara, dan barat Gunung Rinjani, beberapa gempa susulan ada yang bermagnitudo 6+. Apakah Gunung Rinjani meletus oleh gempa kuat dan ratusan gempa susulannya. Tidak. Mengapa, sebab Gunung Rinjani tidak dalam status kritis untuk siap meletus.
Ada sistem geologi yang kompleks di bawah permukaan itu yang menyebabkan tidak mudahnya pemicuan terjadi, baik gunungapi oleh gempa, maupun satu sesar digerakkan oleh sesar penyebab gempa.
Simplifikasi suka dilakukan oleh para ilmuwan dan melakukan simulasi ini atau itu. Simulasi, pemodelan memang penting untuk mitigasi, tetapi masalah sebenarnya tidak sesederhana itu. Jadi jangan terlalu khawatir oleh kabar ini atau kabar itu yang mengatakan bahwa gunungapi itu akan meletus akibat gempa ini, sesar itu akan bergerak oleh sesar ini.
Episentrum gempa Cianjur 21 Nov. 2022 berada di lereng-kaki Gn. Gede.
Gunung Gede (kanan)-Paangrango (kiri) dilihat dari selatan (Cicurug, Sukabumi) -foto oleh Rintojiang (2016). Lokasi perkiraan episentrum gempa Cianjur ditunjukkan.
Peta geologi Gunung Gede-Pangrango (Situmorang dan Hadisantoso, PVMBG). Nampak bahwa aktivitas volkanisme hanya terjadi di Gunung Gede, tidak di Pangrango, dengan perubahan lokasi kawah dan endapan gunungapi. Lokasi episentrum gempa Cianjur ditunjukkan.
Struktur gunungapi. Gunung Gede adalah dari tipe gunungapi kerucut dan komposit (stratovolcano). Kedalaman kantong magma bisa dari 1,5-15 km, tetapi kebanyakan di antara 6-10 km.
Status Gunung Gede (25 November 2022): Level 1/normal, tidak bertambah aktif setelah gempa Cianjur 21 Nov. 2022. (PVMBG)
Status gunungapi (PVMBG). Status Gn. Gede level normal - tidak ada peningkatan aktivitas gunungapi
Sumber:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02hu6fjFUU4vL5V3VHEMxbMjdY3y8iXAEfSUN5842Ankhft5mTbQBm8s5fUga6hEdTl&id=100004098920754&mibextid=Nif5oz (Awang Setyana)
1 comments:
visit my website The Eye Foundation
Posting Komentar