Atmosfer dalam istilah ilmu geologi adalah lapisan gas di sekitar bola dunia. Atmosfer dari segi kegunaan dan fungsinya memiliki tujuh lapisan.
Ada beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan bergunanya lapisan-lapisan gas atau atmosfer itu bagi kita. Misalnya Allah Swt berfirman:
﴿وَ جَعَلْنَا السَّماءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً وَ هُمْ عَنْ آیاتِها مُعْرِضُونَ﴾
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.” (Qs. Al-Anbiya’ [21]: 32)
Dikarenakan ketenangan yang ada di bumi tidak cukup untuk ketenangan
hidup manusia, dan diperlukan penjaga di atas atap yang dapat menjaganya
dari runtuhan benda-benda langit, karena itu Allah berfirman demikian.
Yang
dimaksud dengan langit di sini adalah atmosfer yang mengitari bumi,
yang ketebalannya beratus-ratus kilometer. Lapisan tersebut sepertinya
lembut dan tersusun dari kumpulan gas dan udara, namun juga tebal hingga
dapat membakar benda-benda langit yang berjatuhan ke bumi karena
gesekan dengannya. Dengan demikian permukaan bumi aman dari serangan
meteor dan jatuhnya benda-benda lainnya.
Atmosfer adalah lapisan-lapisan gas yang menyelimuti bumi.[1] Dalam
istilah ilmu geologi definisinya adalah: Atmosfer adalah selubung gas di
sekitar bumi.[2] Lapisan paling rendahnya adalah permukaan bumi dan
lapisan paling atas tidak ada pembatasnya. Menurut para ilmuan,
ketebalan atmosfer lebih dari 1000 kilometer.[3]
Dalam pembahasan
geologi dan meteorologi, atmosfer memiliki lapisan-lapisan berikut ini:
Torosphere, Stratosphere, Mesosphere, Ionosphere, Exosphere,
Magnetosphere dan Angin Matahari. Ada juga yang mengatakan:
Lapisan-lapisan atmosfer dikategorikan berdasarkan berbagai tolak ukur,
misalnya dari segi suhu udara, lapisan atomsfer dibagi menjadi lima
bagian.[4]
Sebagian ilmuan yang meyakini kemukjizatan Al-Quran dalam
ilmu pengetahuan berkeyakinan bahwa dari segi fungsi dan kegunaan, kitab
suci ini membagi lapisan-lapisan atmosfer menjadi tujuh lapis, yang
mana menurut ilmu geologi secara urut lapisan-lapisan itu adalah:
Torosphere, Stratosphere, Mesosphere, Ionosphere dan Exosphere.[5]
Meskipun
atmosfer adalah istilah baru, namun banyak ayat Al-Quran yang
menyinggung keberadaannya. Di sini kita akan mengisyarahkan tiga contoh
di antaranya:
Allah Swt berfirman:
﴿وَ جَعَلْنَا السَّماءَ سَقْفاً مَحْفُوظاً وَ هُمْ عَنْ آیاتِها مُعْرِضُونَ﴾
“Dan
Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya.” (Qs. Al-Anbiya’ [21] : 32)
Karena kenyamanan di muka bumi
saja tidak cukup, dan perlu penjaga dari bahaya benda-benda luar
angkasa, Allah Swt menciptakan atap untuk bumi berupa “langit” (yakni
atmosfer) yang merupakan tanda kebesaran-Nya.
Yang dimaksud dengan
“langit” di ayat tersebut adalah lapisan udara yang ketebalanya ratusan
kilometer. Lapisan-lapisan udara itu tersusun dari kumpulan gas yang
meliputi permukaan bumi. Atmosfer, atau lapisan-lapisan udara tersebut,
meski terlihat lembut karena hanya sekedar udara dan gas, namun
dikarenakan ketebalannya, setiap benda angkasa yang jatuh ke permukaan
bumi sebelum menyentuh daratan sudah habis terbakar terlebih dahulu
karena gesekannya. Keberadaan atmosfer-lah yang menjaga muka bumi dari
serangan meteor-meteor.[6]
Allah Swt juga berfirman:
﴿و ثُمَّ اسْتَوى إِلَى السَّماءِ وَ هِیَ دُخانٌ فَقالَ لَها وَ
لِلْأَرْضِ ائْتِیا طَوْعاً أَوْ کَرْهاً قالَتا أَتَیْنا طائِعینَ﴾
“Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya
menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”” (QS. Fushilat [41] : 11)
Sayid Hibatuddin Syahristani berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan
kata “langit” dan “asap” di ayat itu adalah atmosfer. Sebelum memberikan
penjelasan tersebut, mulanya ia menyebutkan arti-arti dari kata
“langit” (sama’); sebagaimana yang ia jelaskan, menurut masyarakat awam
yang dimaksud dengan “langit” adalah “segala sesuatu yang berada di atas
bumi.” Lalu dalam istilah teknis agama kata “langit” memiliki beberapa
arti:
Pertama, udara yang ada di atas bumi dan ruang hampa;
Kedua, selubung udara yang lebar dan menyelimuti bumi;
Ketiga, planet-planet dan benda langit di angkasa.
Lalu
ia berkata: Jika “langit” itu dapat diartikan sebagai setiap maujud
yang ada di atas, lalu apa salahnya jika kita artikan langit sebagai
selubung gas dan udara yang menyelimuti bumi kita ini? Kemudian dia
membawakan puluhan dalil dari ayat dan riwayat untuk membuktikan bahwa
maksud “langit” adalah atmosfer bumi kita. Misalnya ayat 11 surah
Fushilat adalah salah satu dari dalilnya; dan begitu juga
riwayat-riwayat yang menyinggung bahwa bumi tercipta dari kumpulan asap.
Asap di ayat suci itu diartikan sebagai uap, yang kesimpulannya ia
jelaskan begini: Berdasarkan berbagai riwayat yang ditemukan, maksud
dari asap adalah uap; namun karena asap dan uap berasal dari satu
sumber, atau karena keduanya mirip, oleh karena itu kata “asap”
digunakan untuk makna uap. Maka riwayat-riwayat yang kami temukan
menjadi saksi bahwa seluruh langit yang berjumlah tujuh yang
menyelubungi tujuh bumi tercipta dari uap.[7]
Banyak mufasir lain yang memberikan kemungkinan yang sama.[8] (Ya, banyak sekali pendapat-pendapat ahli tafsir lainnya).
Ia berfirman pula:
﴿وَ بَنَیْنا فَوْقَکُمْ سَبْعاً شِداداً﴾
“Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,” (Qs. An-Naba’ [78] : 12)
Satu lagi kemungkinan yang ada berkenaan dengan ayat suci ini: yang
dimaksud adalah tingkatan-tingkatan udara di bumi atau atmosfer.[9] Yang
meskipun kelihatannya hanya sekedar udara dan tidak memiliki kepadatan,
namun jika ada benda dari angasa yang jatuh ke bumi dia akan terbakar
hangus hingga menghilang sebelum menyentuh permukaan bumi. Jika lapisan
atmosfer ini tidak ada, maka kehidupan manusia di muka bumi akan hancur
begitu saja terkena jatuhan benda-benda angkasa.[10]
Atmosfer
memberikan kenyamanan hidup bagi para penghuni bumi. Jelas ini semua
adalah karunia Ilahi dan merupakan rahmat serta kasih sayang dari-Nya,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an.
[1]. Kamus Parsi Muin, kata “atmosfer”; Sayid Abdul Hujjat Balaghi,
Hujjah Al-Tafasir wa Balâgh Al-Iksir, jil. 1, hal. 151, Nasyr Hikmat,
Qum, 1386 S.
[2]. Habib Taqi Zade, Tozihati bar Fasl Atmosfer (Buku
Geologi tahun ke-3); Majalah Rusyd Amuzesy Zamin Syinâsi, No. 8, hal.
24, Bahar, 1366 S.
[3]. Ibid.
[4]. Untuk penjelasan lebih lengkap
tentang lapisan-lapisan ini, silahkan merujuk link berikut:
http://eghlim1990.blogfa.com/post-31.aspx
[5]. Silahkan lihat http://eghlim1990.blogfa.com/post-31.aspx
[6]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 13, hal. 398, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.
[7].
Syahristani, Sayid Hibatuddin, Islâm wa Hai’at, hal. 131-145, Matba’ah
al-Ghura fi al-Najaf, 1356 Q; Muhammad Ali Ridhai Esfahani, Pazyhusehi
dar I’jâz ‘Ilmi Qur’ân, hal. 102-103, Kitab Mubin, Rasht, Cetakan
Ketiga, 1381 S.
[8]. Sayid Mahmud Thaleqani, Partu Az Qur’ân, jil. 1,
hal. 111, Syarkat Sahami Intishar, Teheran, Cetakan Keempat, 1362 S.,
Sayid Ali Akbar Quraisyi, Tafsir Ahsan al-Hadits, jil. 12, hal. 68,
Bunyad Bi’tsat, Teheran, Cetakan Ketiga, 1377 S.; Ibnu Abd Al-Da’im
(Samin Halabi), Ahmad bin Yusuf, Al-Dur al-Mashûn fi ‘Ulûm al-Kitâb
Al-Maknûn, muhaqiq: Ahmad Muhammad Al-Kharrath, jil. 9, hal. 510-511,
Dar al-Qalam, Dimasyq.
[9]. Tafsir e Nemune, jil. 26, hal. 24; Adnan
Al-Syarif, Min ‘Ulûm al-‘Ardhi al-Qur’âniyah, hal. 67, Dar Al-Ilm Li
Al-Malayin, Beirut, Cetakan Ketiga, 2000 M.
[10]. Tafsir e Nemune, jil. 26, hal. 24.
0 comments:
Posting Komentar