Luas
hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih
tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang
menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519
spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya
adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Merambah dan terus merambah |
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada
akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta
hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan
lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995
telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap
tahunnya.
Laju
kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun,
sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini
menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat
kerusakan hutan tertinggi di dunia. Berdasarkan hasil penafsiran citra
landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak,
diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan
Planologi Dephut, 2003].
Butuh ratusan tahun untuk memulihkannya |
Hingga
saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen
[World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak
terkendali selama puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya penyusutan
hutan tropis secara besar-besaran. [walhi]
Dampak Kerusakan Hutan
Dengan
semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar
kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana,
baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998
hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di
Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana
85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang
diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].
Hutan
Indonesia juga merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon
dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi ini. Fungsi hutan
sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya
pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada
semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta
tanah longsor di musim penghujan.
Kolam-kolam tambang bekas illegal logging dibiarkan terlantar |
Selain
itu, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang
selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan
Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat
Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan
serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Dengan
hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber
makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan
Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat
Indonesia, dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup
berdampingan dengan hutan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius
terhadap kondisi perekonomian masyarakat.
Mengapa Hutan Kita Rusak?
Industri
perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi
dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak
terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang
sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan.
Pengusaha pertambangan turut andil menyebabkan kerusakan hutan |
Sementara
itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang
mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan hal
ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana
hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk
kepentingan pribadi dan kelompok.
Upaya Yang Dilakukan
Pemerintah
Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah mengeluarkan
larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih. Dan di tahun
2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah
yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik
setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta meter
kubik setahun.
Biaya angkut murah keuntungan berlimpah |
Pemerintah
juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang
bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan
ketersediaan bahan baku dari hutan. Selain itu, Pemerintah juga telah
berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga
melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali
areal seluas tiga juta hektar.
Hasil Yang Diperoleh
Sayangnya
Pemerintah masih menjalankan itu semua dengan setengah hati (bahkan
dibeberapa daerah hanya sebagai sebuah ucapan belaka tanpa adanya sebuah
realisasi di lapangan). Hingga tahun 2002 masih dilakukan ekspor kayu
bulat yang menunjukkan adanya pelanggaran dari kebijakan pemerintah
sendiri. Dan pemerintah masih akan memberikan ijin pengusahaan hutan
alam dan hutan tanaman seluas 900-an ribu hektar kepada pengusaha
melalui pelelangan.
Kayu Glondongan siap dipasarkan |
Pemerintah
juga belum memiliki perencanaan menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan
hutan melalui rehabilitasi, namun kegiatan tersebut dipaksakan untuk
dilaksanakan, yang tentunya akan mengakibatkan terjadinya salah sasaran
dan kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan.
Apa yang seharusnya dilakukan?
Untuk
menghentikan kerusakan hutan di Indonesia, maka pemerintah harus mulai
serius untuk tidak lagi mengeluarkan ijin-ijin baru pengusahaan hutan,
pemanfaatan kayu maupun perkebunan, serta melakukan penegakan hukum
terhadap pelaku ekspor kayu.
Hasil Sitaan kayu illegal, perlu sanksi yang tegas pada pelaku agar jera |
seperti
halnya pemerintah, apa yang bisa kita lakukan??? gerakan-gerakan peduli
lingkungan mungkin sudah waktunya kita galakkan, baik tentang hutan
ataupun yang lainnya. Demi selamatnya hutan kita, kekayaan kita, dan
bumi kita. Untuk siapa?? untuk kita dan anak cucu kita…
Referensi :
0 comments:
Posting Komentar