Low Land Sangiran
Sangiran merupakan suatu desa kecil yang terletak di Kab. Sragen di bagian barat. Untuk lebih gampangnya berada kurang lebih 19 km dari kota Surakarta atau Solo. Untuk menuju kesana sangat banyak pilihan akses rute jalan yang bisa ditempuh dari berpagai penjuru. Bila posisi kita sudah berada di kota Solo mungkin habis jalan-jalan mencari kain batik, atau serabi Notosuman dan habis menikmati indahnya Kraton Solo dan hendak menuju SANGIRAN apa bila kita tidak membawa kendaraan sendiri kita bisa naik Taxi dengan merogoh kocek Rp.50.000,- kita sudah bisa diantar sampai tempat. Pilihan kendaraan yang lebih murah juga banyak kita bisa naik kendaraan bus umum jurusan Gemolong ataupun Purwodadi dan hanya dengan merogoh kocek sebesar Rp.3.000,- kita bisa berhenti di Gerbang Masuk Desa SANGIRAN yang berarti kita mesti melanjutkan dengan naik Ojek yang banyak sekali terdapat didepan gerbang masuk ke desa SANGIRAN dengan biaya Rp 10.000,- s/d Rp.20.000,- pintar-pintar kita menawar maka kita sudah akan diantar sampai di depan Obyek Wisata Pendidikan Purbakala MUSIUM SANGIRAN.
Lain lagi halnya bila kita dari kota Semarang dan kebetulan mengenakan kendaraan sendiri maka pilihan jalur yang tepat dan cepat adalah melalui desa Tingkir tepatnya jalan di samping terminal Tingkir Salatiga langsung belok kiri dan menuju jurusan Karang Gede. Sesampainya di perempatan karang Gede ambil lurus jurusan Ngandong Boyolali untuk menuju lagi Gemolong. Setelah melangkah rel kereta api ambil jalur kiri menuju kota Solo dalam waktu kurang lebih 15 menit dari Gemolong desebelah kiri kita akan terpampang gapura besar dengan bertuliskan SELAMAT DATANG DI DESA SANGIRAN langsung masuk kurang lebih 15 menit perjalanan masuk anda akan langsung sampai di MUSIUM PURBAKALA SANGIRAN.
Lain halny bila anda dari arah Surabaya dan kebetulan hendak menuju SANGIRAN dan sudah memasuki selamat datang di Kota Sragen maka tanyakan saja daerah Pungkruk lebih jelasnya simpang tiga yang didepannya tepat berdiri POLSEK Pungkruk di lampu rambu lalu lintas belok kanan ambil jurusan Sumber Lawang, sesampainya di Sumber Lawang masih wilayah Sragen setelah anda melangkah rel kereta api ambil jurusan Gemolong dan setelah sampai di Gemolong maka perjalanan rute yang ditempuh tinggal sebentar lagi sebagaimana perjalanan dari kota semarang sesudah sampai di desa Gemolong.
Secara singkat dapat saya gambarkan ketika kita sudah memasuki gerbang SELAMAT DATANG DI SANGIRAN maka kita akan banyak menjumpai rumah-rumah penduduk yang disulap menjadi tempat-tempat untuk menjual souvenir yang banyak aneka ragam yang ditawarkan termasuk sebagian fosil juga ada dijual disana, mengenai harga souvenir sangat bervariatif dan pada dasarnya kita harus pandai-pandai menawar karena harga masih bisa dinego. Sesampainya di gerbang masuk lokasi parkir maka kita akan membayar karcis masuk sudah termasuk ongkos parkirnya. Untuk wisatawan yang membawa kendaraan sendiri disana tempat parkirnya cukup lumayan luas dan seperti tempat wisata yang lain di tepian tempat parkir sudah banyak para pedagang souvenir danwarung-warung makan yang siap melayani kita semua.
Ketika kita menaiki tangga untuk mengelilingi MUSIUM PURBAKALA SANGIRAN maka jalur yangkita ambil adalah memutar dari arah kekiri terlebih dahulu untuk nanti kita akan dibimbing masuk di ruangan bawah tanah yang disana kita akan diberikan pelajaran Prasejarah bagaimana manusia purba itu bertahan hidup dengan alat-alat yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan juga banyak sekali fosil-fosil binatang yang sering bersinggungan dengan kehidupan para manusia kera yang sering disebut manusia purba. Di dalam ruang tersebut kita juga akan mengetahui bahwasannya dahulu kala daerah Sangiran tersebut merupakan daerah dipinggir lautan dengan banyaknya fosil-fosil laut disekitar SANGIRAN.
Keluar dari ruangan bawah tanah kita akan segera disuguhkan pemandangan alam disekitar SANGIRAN yang banyak ditumbuhi pohon-pohon rindang yang menghijau di kanan-kiri dari Musium Sangiran. Langsung kita akan menuju ruang-ruang utama dari MUSIUM SANGIRAN termasuk sudah ada pemandunya disana. Yang paling terkenal disana adalah Fosil Manusia Purba dan fosil hewan-hewan purbakala yang mungkin kita tidak akan pernah membayangkan seberapa besarnya bila dilihat dari ukuran fosil yang dipajang disana. Disana kita juga sudah disiapkan buku-buku tentang sangiran untuk lebih memperjelas secar detil keterangan-keterangan yang menerangkan tentang SANGIRAN.
Semoga dengan kita mengunjungi SANGIRAN maka kita juga turut menjaga dan merawat peninggalan bersejarah yang juga mendapat perhatian dunia dari UNESCO untuk memelihara nilai-nilai prasejarah yang ada. Selamat menikmati perjalanan ANDA.
Situs
Sangiran merupakan suatu kubah raksasa yang tererosi bagian puncaknya sehingga
menghasilkan cekungan besar di pusat kubah. Akibatnya, lapisan-lapisan tanah
berumur tua tersingkap secara alamiah, menampakkan lapisan-lapisan berfosil,
baik fosil manusia purba maupun binatang.
Okupasi manusia purba dari tokson Homo erectus secara intens telah meninggalkan jejak-jejaknya, seperti artefak batu ataupun lingkungan faunanya, dalam lingkungan purba yang terbentuk selama 2 juta tahun terakhir tanpa terputus. Inilah napas dan arti mendalam dari Situs Sangiran sebagai salah satu situs akbar dalama kajian evolusi manusia di dunia.
Di sinilah lokasi laboratorium alam
terbesar di dunia setelah endapan-endapan purba di Afrika dan di sini pula
pusat evolusi manusia itu terjadi. Sangiran dan seluruh kandungannya merupakan
aset sangat berharga bagi pemahaman kehidupan manusia selama Kala Plestosen di
dunia.
SEJARAH PENELITIAN & EKSPLORASI FOSIL DI KAWASAN KUBAH SANGIRAN
Awal
mula
Sangiran
menjadi
perhatian
dunia
adalah
berkat
riset
yang diawali
Eugene Dubois pada
tahun
1893. Riset
singkat
itu
memang
tidak
menghasilkan
temuan
yang dicari
sehingga
dokter
dan
ahli
anatomi
tidak
berminat
untuk
melanjutkannya.
Setelah
sekian
lama tak
ada
penelitian,
barulah
pada
tahun
1932 LJC van Es membuat
peta
geologi
di
kawasan
Sangiran
dengan
skala
1:20.000. Dua
tahun
berikutnya,
peta
tersebut
dimanfaatkan
GHR von Koenigswald
untuk
melakukan
survei
eksploratif.
Dari sinilah
Koenigswald
berhasil
menemukan
berbagai
peralatan
manusia
purba.
Ia
menemukan
sekitar
1.000 alat
terbuat
dari
batu-batuan
buatan
mahluk
purba
yang pernah
hidup
di
Sangiran.
Alat-alat
tersebut
dibuat
dari
batuan
kalsedon.
Walaupun
alat
tersebut
sederhana
namun
ia
dapat
digunakan
untuk
memotong,
menyerut,
dan
melancipi
tombak
kayu.
Di sela-sela
survei
tersebut
pada
tahun
1936 seorang
penduduk
menyerahkan
sebuah
fosil
rahang
kanan
manusia
purba
kepada
Koenigswald.
Inilah
temuan
pertama
fosil
manusia
purba
yang diberi
kode
S1 (Sangiran
1). Sejak
saat
itu
hingga
tahun
1941 dengan
dibantu
penduduk
setempat,
Koenigswald
menemukan
fosil
manusia
purba
Homo erectus. Puncaknya
terjadi
pada
tahun
1969. Ketika
itu
ditemukan
fosil
wajah
Homo erectus sehingga
menjadi
fosil
terlengkap
di
Indonesia dan
di
Asia. Sejak
saat
itulah
penemuan
demi
penemuan
mencuat.
Berbagai
jenis
fosil
manusia
purba
seperti
Meganthropus paleojavanicus
dan
Homo
soloensis ditemukan.
Selain
itu,
ditemukan
juga
fosil
binatang
darat
seperti
stegodon
atau
trigonocephalus
yang memiliki
tinggi
6 m dan
panjang
11 m. Lalu,
ditemukan
juga
fosil
binatang
air tawar
dan
laut
seperti
kuda
nil, buaya,
ikan
hiu,
dan
penyu
yang pernah
hidup
di
zaman
purba. Kemudian pada
mas berikutnya
peneli tian
dilanjutkan oleh
ahli Paleoanthro-pologis
dari
Indonesia yaitu antara
lain T.Jacob dan
Sartono yang
menemukan fragmen
rahang bawah
(Sangiran8) pada lapisan
Grenzbank, rahang
bawah (Sangiran
9) dan tengkorak
(Sangiran 17).
Penemuan ini
merupakan penemuan
yangg istimewa
karena berhasil
me-nemukan tengkorak
yang paling lengkap beserta
gambaran wajahnya
(Sangiran 17).Berdasarkan penelitian
palaeoanthropologis
dida-patkan adanya
beberapa ciri
morfologi dari
temuan jenis-jenis
manusia purba
yang ada di
Sangiran. Pada
lapisan Pucangan
telah ditemukan
pula fosil-fosil yang
menunjukan tingkatan
morfologi lebih
arkaik, yaitu
fragmen tengkorak
(Sangiran 4), rahang
bawah (Sangiran
5 dan Sangiran
6a). Berdasarkan karakter
masing-masing
tersebut maka
manusia dibedakan
beberapa taxon
yaitu :
Pithecanthropus erectus berupa atap
tengkorak (Sangiran
2 dan 3); Meganthropus
palaeojavanicus
berupa rahang
bawah (mandibula)
kanan (Sangir-an
6a), beberapa taxon
ini sekarang
dikenal dengan
sebutan Homo erectus.
A. Aspek Geomorfologi
1.Kontroversi antara Dome atau Dome Like
2.Sangiran
adalah suatu Kawasan yang dibentuk / dikontrol oleh struktur Geologi (Lipatan
Miring Segala Arah) yang bekerja secara
bersama-sama dengan proses Eksogenik ( Curah Hujan, Pelapukan, Erosi dan
sedimentasi)
3.Proses-proses
Geomorfik ini akan bekerja secara simultan, karena didukung oleh faktor
resistensi Batuan yang ada adalah sangat bervariasi.
Morfologi
Sangiran
merupakan
kubah
struktural
dengan
puncak
telah
tererosi
kuat.
Sebagai
akibatnya
adalah
pembentukan
pada
aliran
yang spesifik
yaitu
"annular" yakni
pada
aliran
"trallis"
dominan
sungai
sub sekuennya
melingkar
dan
sungai
konsekuennya
berarah
radial.
Suatu
struktur
kubah
seringkali
memperlihatkan
penampang-penampang
geologis
yang baik
dari
formasi
muda
di
pinggir
ke
formasi
yang tua
di
pusat
kubahnya.
Kubah
Sangiran
juga
menyingkap
suatu
penampang
sampai-
batuan
Tersier. Proses
ini
mungkin
masih
berlangsung
terus,
sebab
proses
itu
berjalan
pelan-pelan.
Oleh
karena
proses
berjalan
pelan-pelan
tetapi
terus-
menerus,
sungai
anteseden
Kali Cemoro
berhasil
memotong
struktur
Kubah
Sangiran.
Walaupun
lapisan
di
dalam
kubah
terdorong
ke
atas.
Kali Cemoro
tetap
berhasil
memotongnya
dengan
erosi
vertikal.
Menurut Van Bemmelen
(1949) struktur kubah
mungkin berkaitan
dengan penggelinciran
gravitasi (gravity gliding)
bahan vulkanik
di lereng
gunungapi. Kloosterman
mempunyai pendapat
lain yang digambarkan di
Gambar
Diatas Struktur diapir
Gunung Mijil
adalah kunci
untuk mengerti
struktur Kubah
Sangiran. Walaupun
dalam skala
yang lebih besar,
tetapi prinsipnya
tetap sama,
yaitu lapisan
plastis yang
ditekan oleh
beban dari
lapisan. di
atas, apalagi
bila tekanan
dari atas
tidak merata
seperti tubuh
gunungapi. Gunungapi Lawu
yang mempunyai fundasi
dari batuan
Tersier yang
sangat lembek.
Tekanan gravitasi
tubuh Gunungapi
Lawu mungkin
mampu menekan
material plastis, yaitu
"mudstones" dan lempung
marin, keluar
dari diapir
yang mengalir ke
atas dan
membentuk lapisan
di atas.
Jadi, menurut
Kloosterman struktur
Kubah Sangiran
yang begitu sempurna,
adalah hasil
dari diapir
bahan Tersier
yang mendorong ke
atas, sehingga
lapisan di
atas terbentuk
sebagai kubah.
Proses ini
mungkin masih
berlangsung terus,
sebab proses
itu berjalan
pelan-pelan. Oleh
karena proses
berjalan pelan-pelan
tetapi terus-menerus,
sungai anteseden
Kali Cemoro berhasil
memotong struktur
Kubah Sangiran. Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi dulu pada masa
purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal
tersebut dibuktikan
dengan lapisan-lapisan batuan yang
pembentuk
wilayah
Sangiran yang
sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat
lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah
paling bawah,
yang dulu merupakan lautan.
B. Aspek Geomorfologi
“Dome Sangiran” atau Kawasan Sangiran yang memiliki
luas wilayah
sepanjang bentangan
dari utara
–selatan sepanjang
9 km. Barat –Timur
sepanjang 7
km. Masuk dalam
empat kecamatan
atau sekitar
59,3 Km2. Temuan Fosil
di “Dome Sangiran”
di kumpulkan
dan disimpan
di
Museum Sangiran. Temuan Fosil di Sangiran untuk jenis Hominid Purba (diduga sebagai asal evolusi Manusia) ada
50 (Limapuluh) Jenis/Individu. Untuk Fosil-fosil yang diketemukan di Kawasan Sangiran merupakan 50 % dari temuan fosil di Dunia dan
merupakan 65 %
dari temuan
di
Indonesia. Oleh Karenanya Dalam
sidangnya yang
ke 20 Komisi
Warisan Budaya
Dunia di
Kota Marida,
Mexico tanggal 5 Desember
1996, Sangiran Ditetapkan
sebagai salahsatu
Warisan Budaya Dunia “World Haritage List” Nomor
: 593. Di Situs Sangiran ada 5 formasi tanah dengan lapisannya yang dapat dilihat secara langsung dimana merupakan salah satu keajaiban Sangiran. Formasi Batuan-nya antara lain:
Formasi Kalibeng (Puren)
berumur 5 juta s/d 1.8 juta tahun lalu. Dengan lapisan:
01. Lapisan napal (Marl)
02. Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan
01. Lapisan napal (Marl)
02. Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan
laut dalam
03. Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
04. Lapisan balanus batu gamping
05. Lapisan lahar bawah dari endapan air payau.
03. Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
04. Lapisan balanus batu gamping
05. Lapisan lahar bawah dari endapan air payau.
Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam.
Formasi Pucangan (Sangiran)
berumur 1.8 juta s/d 1 juta tahun lalu. Dengan lapisan:
01. Lapisan lempung hitam (kuning) dari
01. Lapisan lempung hitam (kuning) dari
endapan air tawar
02. Lapisan batuan kongkresi
03. Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14
02. Lapisan batuan kongkresi
03. Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14
tuff)
04. Lapisan batuan nodul
05. Lapisan batuan diatome warna kehijauan
04. Lapisan batuan nodul
05. Lapisan batuan diatome warna kehijauan
Pada awal Kala Plestosen Bawah, sekitar 1,8 juta tahun lalu, terjadi letusan gunung api yang hebat. Mungkin berasal dari Gunung Lawu purba sehingga diendapkan lahar vulkanik yag mengisi laguna Sangiran. Letusan gunung api ini telah mengubah bentang alam menjadi laut dangkal, menandai dimulainya perubahan lingkungan laut ke lingkungan darat, sekaligus awal dari mundurnya laut dari Sangiran. Rawa dan hutan bakau mendominasi lanskap Sangiran hingga sekitar 0,9 juta tahun yang lalu, dicirikan oleh endapan lempung hitam yang diistilah sebagai Formasi Pucangan.
Formasi Kabuh (Bapang)
berumur 1 juta s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:
01. Lapisan konglomerat
02. Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
03. Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
04. Lapisan pasir halus silang siur
05. Lapisan pasir gravel.
01. Lapisan konglomerat
02. Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
03. Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
04. Lapisan pasir halus silang siur
05. Lapisan pasir gravel.
Pada sekitar 0,9 tahun lalu, terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari Pegunungan Selatan yang terletak di selatan Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas. Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran.
Sekitar 0,8 juta tahun lalu, tidak lagi dijumpai rawa di Sangiran. Juga tak lagi terdapat daerah peralihan antara laut dan darat. Manusia kekar Meganthropus paleojavanicus masih hidup dan berdampingan hidpunya dengan Homo erectus yang lebih ramping. Kemampuan membuat alat serpih tetap dilanjutkan.
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ni meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro. Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng). Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang.
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ni meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro. Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh. Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii (banteng). Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia dan binatang.
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan fauna dan budayanya. Formasi Notopuro (Phojajar)
berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
01. Lapisan lahar atas
02. Lapisan teras
03. Lapisan batu pumice
01. Lapisan lahar atas
02. Lapisan teras
03. Lapisan batu pumice
Pada sekitar 250.000 tahun yang lalu, lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah. Pengendapan lahar ini tampaknya berlangsung cukup singkat, sekitar 70.000 tahun.Di atasnya kemudian diendapkan lapisan pasir vulkanik, yang saat ini menjadi bagian dari apa yang disebut Formasi Notopuro. Manusia purba saat itu telah memanfaatkan batu-batu andesit sebagai bahan pembuatan alat-alat masif, seperti kapak penetak, kapak perimbas, kapak genggam, bola-bola batu dan kapak pem-belah.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran.
Formasi Teras Solo
(Kali Pasir)
berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.
Dari
sudut
ilmu
geologi,
situs
Sangiran
merupakan
suatu
struktur
yang berbentuk
kubah
(dome). Sebelum
2,4 juta
tahun
yang lalu,
Sangiran
merupakan
wilayah
laut
dalam. Buktinya
di
sepanjang
Sungai Puren
–yang masih
termasuk
kawasan
Sangiran—terdapat
banyak
fosil
moluska
laut.
Lapisan
tanahnya
juga
memiliki
formasi
kalibeng,
yang menunjukkan
daerah
endapan
dasar
laut.
Namun
karena
adanya
gerakan
lempeng
bumi,
letusan
gunung
merapi,
dan
masa
glasial
maka
air lautnya
menyusut.
Akibatnya,
wilayah
Sangiran
terangkat
ke
atas.
Puncak
kubah
ini
kemudian
terbuka
melalui
proses
erosi
sehingga
membentuk
depresi
yang mengandung
informasi
tentang
kehidupan
di
masa
lampau.
Ketika
itu
Pulau
Jawa,
Sumatera, dan
Asia menyatu.
Dengan
demikian,
mahluk
purba
itu
dapat
berpindah
dari
satu
tempat
ke
tempat
lain
Situs Sangiran
yang terletak di
perbatasan antara
Kabupaten Sragen
dan Karanganyar,
Jawa
Tengah mulai diceritakan
di bab
keempat buku
ini dan
seterusnya. Situs
ini merupakan
situs
paling lengkap untuk
hunian Homo
erectus sejak 1,5 juta
tahun yang
lalu. Kolonisasi
Jawa diperkirakan
sudah berlangsung
pada akhir
Pliosen (1,8
jt tyl).
Bukti-bukti ke
arah itu
didasarkan pada
penemuan mamalia
Archidiskodon
berumur Pliosen
Atas di
situs Bumiayu.
Migrasi Homo
erectus melalui jembatan
darat pada
zaman es
mulai terjadi
pada Plistosen
Bawah dan
mulai menghuni
Sangiran pada
1,5 jt tyl.
Homo erectus tertua ditemukan
di Afrika
berumur 1,8 jt
tyl.
http://www.ziddu.com/download/17854294/KumpulanMakalahSOLO2011.pdf.html
0 comments:
Posting Komentar