Bangsa China Kuno yang peradabannya terpisah dari dunia Barat, telah mengenal peta dalam bentuk yang lebih ilmiah. Hal ini erat kaitannya dengan sistem pemerintahan yang sudah ada. Pada masa itu, seorang Gubernur di daratan China harus memiliki data geografis dari daerah yang dikuasainya. Hebatnya negeri China ini mencapai puncak kejayaan kartografi manakala perkembangan kartografi di Eropa mengalami masa-masa surutnya.
Pei Hsiu (224-173 SM) adalah Bapak Kartografi China. Ia telah berhasil menggabungkan peta-peta lokal ke dalam peta yang terintegrasi secara nasional. Peta ini sekarang sudah hilang, namun pelengkapnya masih ada. Dalam penggabungan peta-peta lokal ini, Pei Hsiu ternyata telah meletakkan prinsip-prinsip kartografi tertentu. Seperti antara lain : (1) Pembagian rektilinear, suatu rangka untuk menyatakan lokasi-lokasi relatif, (2) Orientasi, untuk menunjuk secara tepat jurusan dari satu tempat ke tempat lain, (3) Penunjuk jarak secara teliti, (4) Penunjukan tinggi rendah permukaan tanah, (5) Perhatian terhadap belokan ke kiri dan ke kanan dari jalan.
Dengan pemakaian prinsip-prinsip kartografi di atas terutama yang berupa pemakaian garis-garis rektilinear, jelas pembuatan peta di China telah mencapai tahapan ilmiah pada ukuran zamannya. Walaupun secara keseluruhan perkembangan kartografi China agak terbatas atas konsepsi negara mereka sendiri. Mereka menganggap bumi sebagai suatu daratan dengan China sebagai pusatnya. Setelah kemudian pada paska Pei Hsiu, pembuat-pembuat peta di negara ini secara berangsur-angsur membuat peta yang melampaui wilayah China, yakni peta Persia dan Jepang.
Dalam perkembangan kemudian, dasar dari sistem kartografi modern yang digunakan pada saat ini sebagian besar diletakkan oleh bangsa Yunani. Sedemikian majunya pemikiran bangsa Yunani Kuno dalam bidang Kartografi, sehingga baru pada abad ke-16 terjadi kemajuan yang cukup revolusioner. Bangsa Yunani memperkenalkan konsep bentuk bola bumi dengan kutub-kutub khatulistiwa, berikut daerah tropisnya. Mereka juga yang mengembangkan sistem Lintang dan Bujur. Bahkan mereka kemudian membuat proyeksi peta pertama dan menghitung ukuran bumi. Semua itu tercatat dalam peninggalan yang ditulis oleh Heradotus dan Strabo.
Eratnya hubungan sejarah antara Yunani Kuno dengan Mesir Kuno kemudian semakin menyemarakkan perkembangan kartografi. Di sinilah muncul nama Erathosthenes, seorang sarjana kelahiran Syrene, yang menjadi kepala perpustakaan di Iskandariah. Dialah yang menghitung keliling bumi sebesar 250.000 stadia (lk. 40.000 km).
Angka yang secara ‘kebetulan’ mendekati nilai yang sebenarnya ini, terjadi karena adanya faktor kesalahan yang saling berkompetisi dalam rumus perhitungan Erasthosthenes. Beberapa abad setelah Erasthosthenes, muncul nama seperti Ptolemy atau Claudius Ptolemaeus, yang juga tinggal di Iskandariah. Ptolemaeus-lah yang meletakkan dasar-dasar matematika dan astronomi ke dalam kartografi. Oleh karena itu, masa Ptolemaeus dianggap sebagai puncak kulminasi perkembangan kartografi kuno.
Sumber :
Buku Pemetaan di DKI Jakarta : Sejarah dan prospek Pengembangannya
(Samsul Hadi – Cardiyan – Deden Anwar – Zulfiarman)
Buku Pemetaan di DKI Jakarta : Sejarah dan prospek Pengembangannya
(Samsul Hadi – Cardiyan – Deden Anwar – Zulfiarman)
0 comments:
Posting Komentar