geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Jumat, 04 November 2011

Sesar Grindulu Pacitan Dalam Status Waspada

Beberapa waktu lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memprediksi, aktivitas gempa yang terjadi di wilayah Ponorogo, Tulungagung hingga Trenggalek akan berdampak sistemik terhadap sesar (patahan) Grindulu, Pacitan. 
Sesar atau patahan Grindulu yang membelah Pacitan


“Secara teori, kemungkinan terjadinya gempa besar bisa saja terjadi. Tapi, kami akan mempelajari dulu hasil penelitian terkait kemungkinan adanya aktivitas tektonik di sekitar sesar Girindulu itu,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Bencana Geologi PVMBG, Gede Swastika.

Bila aktivitas pada salah satu patahan besar Pulau Jawa itu benar-benar terjadi, efek gempa dengan skala lebih besar bisa terjadi dengan efek getaran yang meluas. Hal itu sebagai akibat pergerakan retakan pada sisi lempeng bumi yang berada di selatan Pulau Jawa sebagaimana pernah terjadi pada aktivitas sesar Opak, yang menyebabkan gempa berskala besar di kawasan pesisir selatan Yogyakarta akhir 2004.

Sementara itu, staf ahli Geologi Dinas Pertambangan dan Energi Pacitan, Hadi Surahmanmengakui, Kabupaten Pacitan termasuk salah satu kawasan paling rawan gempa tektonik di Jawa Timur. “Semua daerah di kawasan pesisir selatan Jawa sebenarnya sama-sama rawan jika terjadi gempa tektonik. Tapi, Pacitan masuk kategori risiko tinggi karena berada di jalur Sesar Grindulu,” terang Hadi, Sabtu (26/2).
Foto Udara Sungai Grindulu
Sesar Grindulu yang dimaksud Hadi, merupakan jalur patahan lempeng benua yang membentuk Pulau Jawa, yang membentang di lima kecamatan, yakni Kecamatan Bandar, Nawangan, Punung, Arjosari, serta Donorojo.

Secara kasat mata, lanjut Hadi, salah satu jalur sesar utama di Pulau Jawa itu searah dengan jalur Sungai Grindulu, yang memanjang dari Pantai Selatan hingga daerah hulu di Kecamatan Bandar. “Jalur sesar ini menjadi sangat rawan karena menjadi area rambatan gempa apabila terjadi tumbukan antara lempeng benua di Pulau Jawa dengan lempeng samudera di Laut Selatan,” terangnya.
Peta Jalur Sungai Grindulu
Dijelaskannya, dalam ilmu Geologi, dikenal tiga jenis struktur batuan, yakni patahan, sesar, dan lipatan. Istilah patahan merujuk pada kondisi lempeng bumi yang retak tetapi belum terjadi pergerakan. Sedangkan sesar dan lipatan merupakan patahan yang sudah bergerak dan menumpuk akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudera.

Masalahnya, lempeng benua yang membentuk Pulau Jawa telah terbagi menjadi tiga patahan/sesar utama. Ketiga sesar yang tiap tahun bergerak dengan kecepatan 5-7 centimeter tersebut adalah Sesar Cimandiri, Opak serta Grindulu.
Sesar Pulau Jawa
Sesar Cimandiri terletak di Jawa Barat, Sesar Opak di Yogyakarta, sedangkan Sesar Grindulu di Kabupaten Pacitan. Ketiga sesar terbentuk selama ribuan tahun dan kondisinya (patahan) makin parah saat terjadi letusan besar Gunung Krakatau.

“Sebenarnya ada banyak patahan di pesisir selatan Pulau Jawa. Hanya skalanya berbeda, ada yang minor, sedang, dan mayor seperti halnya Sesar Grindulu, Opak, serta Cimandi,” terang Hadi.

Karena itu, Hadi mengimbau pada seluruh warga Pacitan, khususnya di lima kecamatan yang menjadi jalur sesar agar bersikap waspada. Masyarakat dianjurkan segera keluar rumah dan mencari lokasi tanah lapang yang aman demi menghindari efek kerusakan, jika sewaktu-waktu terjadi gempa tektonik di Pantai Selatan Jawa, khususnya di sekitar Pacitan dan Jawa Tengah.

Suara Gemuruh dalam Tanah Disebabkan Aktivitas Sesar Grindulu
Hasil analisis sementara dari Tim Pusat Vulknologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyebutkan bahwa getaran-getaran gempa kecil dan suara-suara gemuruh di dalam tanah yang terjadi di sekitar Gunung Wilis di wilayah Trenggalek dan sekitarnya di Jawa Timur disebabkan aktivitas Sesar Grindulu. Jika benar, maka aktivitas sesar tersebut patut diteliti secara saksama.
 Ahli geologi, Rovicky Dwi Putrohari, yang rajin mengamati aktivitas geologi kegempaan di Indonesia mengatakan, aktivitas tersebut kemungkinan berupa gerumbulan gempa. Dalam tulisan terbarunya diblognya, Dongeng Geologi, ia menjelaskan bahwa gerumbulan gempa yang berupa aktivitas di sesar atau patahan biasanya memang hanya berkekuatan I-II MMI (modified mercally intencity) dan berkekuatan kurang dari 3 Skala Richter (SR) sehingga hanya dirasakan orang-orang di sekitar pusat gempa saja. Sesar Grindulu merupakan patahan panjang di Pulau Jawa yang berada di Jawa Timur.

Dengan kekuatan yang kecil, sensor gempa mencatatnya dalam kategori gempa tidak berbahaya. Namun, melihat data statistik yang ada, pusat gempa yang dirasakan ternyata memanjang sejajar dengan Sesar Grindulu yang selama ini dianggap tak aktif. Menurut Rovicky, fenomena gerumbulan gempa tersebut pantas diwaspadai dengan melakukan mitigasi dan riset
yang mendalam.

"Misalnya perlu untuk menjawab pertanyaan, apakah mungkin swarm ini menunjukkan bahwa patahan Grindulu merupakan patahan aktif? Nah ini perlu dijawab dengan riset kegempaan yang benar," kata Rovicky. Hal tersebut perlu dilakukan agar jangan sampai Grindulu kecolongan seperti Sesar Opak di Yogyakarta yang ternyata aktif kembali pada tahun 2006 dan menimbulkan gempa besar dan banyak korban.

Menurut Rovicky, Sesar Grindulu termasuk patahan yang belum dipetakan secara rinci saat ini. Ia mengatakan perlunya memerhatikan aktivitas kegempaan di lingkungan sekitarnya. Patahan pasif atau non-aktif bisa saja aktif kembali karena pengaruh sekitarnya. Seperti Patahan Opak yang mungkin saja aktif kembali setelah tidur sekian lama karena aktivitas Gunung Merapi atau aktivitas kegempaan lainnya.
"Adanya beberapa patahan-patahan pasif yang paralel dan berpasangan dengan Patahan Opak ini yang perlu diperhatikan. Misal Patahan Grindulu yang membentang sejajar dengan Patahan Opak dari daerah Pacitan ke arah timur laut. Kajian sejarah kegempaan yang terekam dalam tanah berusia ribuan tahun sepanjang Sungai Grindulu barangkali dapat membantu memberikan periodisasi kegempaan di daerah ini," ujarnya dalam tulisannya lima tahun yang lalu.

Ia berharap Sesar Grindulu mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk melakukan mitigasi. Pemerintah juga perlu memberikan pengetahuan yang benar kepada masyarakat di sekitar daerah rawan bahaya untuk sadar dan waspada setiap saat sehingga dapat mengambil tindakan terbaik saat terjadi bencana.

Sumber : http://m.nationalgeographic.co.id, http://rovicky.wordpress.com, http://jurnalberita.com

3 comments:

Waspadlah tetap hati hati hadapi kenyatan jangan panik perbanyak ilmu ntuk bisa kita bertahan
 
DI TRENGGALEK SAYA SERING MENDENGAR SUARA2 GUMUEUH DLM PERUT BUMI
 
BETUL TRENGGALEK LAH SERING TERDENGAR DENTUMAN GEMURUH DALAM TANAH
 

Posting Komentar