geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Jumat, 01 April 2022

Perjalanan Panjang Menuju Kesepakatan Kriteria Hijriyah



Sebagaimana telah diperhitungkan (bukan sekadar diperkirakan), pemerintah RI menetapkan bahwa Ramadhan tahun 1434 ini akan dimulai pada hari <b>Ahad 3 April 2022</b>, karena tinggi hilal pada saat matahari terbenam pada hari Jumat 1 April 2022 di seluruh Indonesia belum setinggi 2 derajat di atas cakrawala, dengan kata lain, tidak terlihat. Meskipun demikian, perbedaan penanggalan hijriyah di masyarakat akan tetap ditolerir.

Namun bagaimana dengan daerah-daerah lain di muka bumi ini? 
Jika kita menerapkan kriteria yang sama dengan yang dipakai dalam sidang isbat Indonesia untuk menentukan awal Ramadhan, maka sudah tentu Benua Amerika akan memasuki Ramadhan pada hari Sabtu 2 April 2022, karena ketinggian hilal pada saat matahari terbenam di sana sudah bukan cuma 2 derajat lagi, melainkan 5 derajat di atas ufuk (https://moonsighting.com/ramadan-eid.html). Bahkan di Jazirah Arab pun, hilal mungkin sudah akan tampak karena tingginya sudah di atas 2 derajat ketika matahari terbenam di sana. (Silakan lihat peta terlampir, yang digambar memakai Accurate Hijri Calculator 2.2.1, untuk melihat cakupan wilayahnya.)
Sampai di sini, timbul pertanyaan: Masak sih Amerika puasanya lebih dulu daripada Indonesia? Amerika kan ada di BBB, sedangkan Indonesia di BBT, dan Bumi berotasi ke arah timur, jadi wajarnya Indonesia pergantian tanggalnya lebih awal dong, daripada Amerika? 

Pertanyaan ini sudah dicoba ditangani beberapa tahun silam, ketika tahun 2016 Diyanet (Kantor Urusan Keagamaan Turki) mengadakan Kongres Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah Global di Istanbul, yang dihadiri astronom dan cendekiawan lainnya dari semua negara Muslim. Dalam konferensi itu, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi selaku Kepala Dewan Fatwa dan Penelitian Eropa (ECFR) yang bermarkas di Dublin, Irlandia mengajukan Kalender Hijriyah Global, yang kemudian disetujui berdasarkan suara terbanyak. Kalender ini dibuat berdasarkan kriteria (yang selanjutnya disebut Kriteria Istanbul) sebagai berikut:
(1) Seluruh dunia dipandang sebagai satu kesatuan, sehingga bulan dimulai pada hari yang sama di seluruh dunia.
(2) Bulan dimulai apabila terjadi imkanur ru’yat di belahan bumi manapun sebelum pukul 12 malam UTC (07.00 WIB) dengan syarat ketinggian hilal minimal 5° dan elongasi (yakni jarak sudut dari bulan ke matahari) minimal 8° pada saat terbenam matahari.
(3) Apabila imkanur ru’yat pertama di muka bumi terjadi melewati pukul 12 malam UTC (07.00 WIB), bulan tetap dimulai dengan syarat:
a. terpenuhinya kriteria imkanur ru’yat (tinggi hilal minimal 5°, elongasi minimal 8°) dan telah terjadi konjungsi sebelum fajar di New Zealand, (Konjungsi itu maksudnya adalah matahari dan bulan berada pada posisi relatif barat-timur yang sama terhadap bumi. Pada saat terjadinya konjungsi (ijtima’) ini lahirlah bulan baru (new moon, bukan new month, kalau bahasa Arabnya ya wujudul hilal).)
b. imkanur ru’yat terjadi di daratan Amerika, bukan di lautan.

(Sumber: https://tarjih.or.id/unduh-kalender-islam-global-1443-hijriah/ , dengan modifikasi)

Jadi untuk kasus sekarang ini, meskipun di Indonesia hilal belum tampak pada saat matahari terbenam, tetapi karena hilal sudah tampak di bagian dunia lainnya (dalam hal ini Benua Amerika yang berwarna hijau pada gambar), maka penduduk Indonesia tetap mulai berpuasa pada hari Sabtu 2 April ini. Begitulah menurut Kalender Hijriyah Global. 

Hmm, berarti nggak pakai ru’yatul hilal dong, untuk menerapkan Kalender Hijriyah Global ini? Apakah nggak jadi salah secara syari’ah? 

Justru penyusunan Kalender Hijriyah Global ini adalah berdasarkan fatwa seorang qadhi Mesir bernama Ahmad Muhammad Shakir (Syakir) pada tahun 1939 yang karir tertingginya adalah Presiden Mahkamah Agung Syari’ah Mesir. Menurut pendapatnya, berdasarkan hadits Nabi, orang Arab menentukan awal bulan berdasarkan melihat hilal saja karena pada masa itu orang Arab masih belum tahu ilmu falak. Keadaan sekarang berbeda. Ilmu astronomi sudah berkembang jauh sampai bisa menghitung posisi bulan terhadap bumi, pukul berapa terjadi bulan baru Ramadhan maupun pukul berapa matahari akan terbenam di setiap titik di muka bumi ini ribuan tahun sebelum peristiwanya sendiri. Sebaliknya, ru’yatul hilal relatif makin sulit akibat polusi udara maupun hamburan cahaya. Bukankah penglihatan manusia memang terbatas?



0 comments:

Posting Komentar