BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara administratif, propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten, 6 Kotamadya, dan 4 Kota administratif. Sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten, dan 1 Kotamadya. Secara Astronomis terletak pada 109o00’-112o00 BT dan 6o00-8o00’ LS.
Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bagian barat berbatasan Jawa Barat, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Jawa Timur dan bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta, Jawa yang dibuat oleh Raharjo dkk (1972) dikenal adanya empat macam formasi batuan Alluvium, endapan Vulkanik Merapi muda, formasi Nglanggran dan formasi Wonosari. Secara garis besar Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi DIY mempunyai 2 jenis bentuklahan konstruksional dan destruksional dan terdiri dari beberapa jenis tanah yaitu Grumusol, Aluvial, Litosol, Hidromove, Latosol, dan Regosol.
Kuliah Kerja Lapangan 1 tahun 2007 ini dilaksanakan pada hari sabtu sampai senin tanggal 19 sampai 21 Mei 2007 dan mengambil beberapa tempat di kota-kota sekitar Jawa Tengah dan DIY yang memiliki fenomena-fenomena alam yang kompleks dan menarik dilihat dari segi geografis. Tempat-tempat yang menjadi obyek KKL I ini adalah di hari yang pertama stop site pertama yaitu di daerah Sangiran, dengan kubah/ dome Sangirannya dimana dome ini terbentuk atas beberapa formasi yaitu Notopuro, Kabuh, Pucangan, dan Kalibeng. Kemudian stop site berikutnya yang kedua adalah wilayah Gundih di Kabupaten Grobogan dimana kenampakan formasi Kalibeng paling mudah dijumpai dan memiliki potensi bencana berupa soil creep (rayapan tanah) yang dicirikan oleh tiang listrik/ tumbuhan akan kelihatan condong. Selanjutnya stop site yang ketiga di daerah Jono Kabupaten Grobogan yang apabila dilihat dari kondisi geologinya adalah merupakan suatu kenampakan conatte water (air jebakan) yang dimanfaatkan sebagai tambak garam darat didaerah Jono yaitu jenis garam yang berupa “bleng/ cetitet”. Kemudian stop site yang ke empat di Bledug Kuwu yang terapat di kabupaten Grobogan yang memperlihatkan kenampakan geologi yang berupa diaper. Kenampakan yang ada di Bledug Kuwu merupakan sejenis atau serupa yang terjadi dengan di Lapindo karena formasi batuan yang ada dikedua daerah tersebut adalah sama. Yang membedakan adalah hanya tekanan yang ada di dalamnya. Setelah melihat kenampakan yang ada di Bledug Kuwu, kemudian di stop site yang terakhir adalah di antiklinarium Rembang (Sendangharjo). Di Sendangharjo ini memperlihatkan kenampakan yang berupa kumpulan antiklin-antiklin sehingga membentuk suatu antiklinarium. Antiklinarium ini berawal dari Rembang sambung menyambung dan berakhir di Surabaya.
Di hari yang kedua, pada stop site yang pertama berada di Pantai kartini. Pantai ini barada di pesisir utara pulau Jawa yang merupakan kenampakan yang berupa lipatan yang dibatasi oleh dataran rendah yang langsung berhubungan dengan pantai. Pada stop site yang kedua berada di daerah tambak garam dan tambak bandeng. Pada stop site yang ketiga yaitu di Bendung Gerak Kalijajar. Bendungan ini sangat berperan penting bagi kota-kota yang ada di sekitarnya, karena dapat mengatur debit alirannya sehingga dapat mencegah banjir bagi kota disekitarnya. Pada stop site yang terakhir di hari yang kedua ini berada daerah Rawa Pening yang dikelilingi oleh pegunungan di Zone Tengah menyebabkan daerah ini bersifat vulkanik yang apabila dilihat dari proses geomorfologinya batuan yang ada dikawasan ini adalah batuan Alluvium yang terjadi karena proses fluvial. Daerah ini juga rentan terhadap terjadinya longsor dan gerakan massa tanah yang lain seperti Rock Fall.
Pada hari yang terakhir, di stop site yang pertama berada di Ketep Pass. Di sana memperlihatkan suatu kenampakan bentuklahan asal proses vulkanik.Gunung Merapi yang posisinya terletak diantara 2 propinsi dengan ketinggian 2968 m DPAL yang berada di zona tengah Jawa ini mempunyai 4 level kegiatan yaitu aktif normal, waspada, siaga, dan awas. Dimana empat level kegiatan tersebut dapat diamati dari pos-pos pengamatan salah satunya adalah Ketep Pass. Pos pengamatan tersebut dibawah naungan BPPTK (Badan Penelitian Pengembangan Teknologi Kegunungapian) Yogyakarta. Pada stop site yang kedua berada di Putat yaitu tempuran kali opak dan kali Oyo. Di stop site ini memperlihatkan kenampakan kedua sungai yang mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Pada Stop site yang ketiga, di daerah Parangkusumo yang memperlihatkan kenampakan yang berupa batuan yang berasal dari aliran lava dari gunungapi bawah laut purba pada zaman itu. Dan di stop site yang terakhir di gumuk pasir (sand dunes). Ini merupakan suatu kenampakan bentuklahan asal proses Aeolian.
Uraian diatas merupakan sebagian dari stop site-stop site yang dikunjungi dalam kegiatan KKL I. Adapun yang melatar belakangi daerah-daerah tersebut sebagai daerah KKL I, karena daerah tersebut mempunyai keanekaragaman bentanglahan dan bentang budaya yang sangat menarik untuk dikaji atau daerah tersebut dapat mewakili tiga zona yang ada di pulau Jawa, yaitu zona utara, tengah, dan selatan yang ketiganya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Dari uraian yang telah disampaikan diatas, maka dapat dijelaskan beberapa hal yang melatar belakangi diadakannya penelitian Kuliah Kerja Lapangan 1 (KKL I) ini. Latar belakang masalah tersebut adalah:
Potensi-potensi yang terdapat atau dapat di jumpai di daerah penelitian sangat beranekaragam.
Dampak negatif dan positif dari adanya fenomena-fenomena alam tersebut.
Alasan yang menjadikan keanekaragaman atau alasan yang dapat membuat bentuklahan yang ada itu berbeda-beda.
B. Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Lapangan 1
Tujuan KKL I Geografi di kota-kota sekitar Jateng dan DIY ini adalah untuk mengenalkan kepada mahasiswa terhadap berbagai aspek geografi melalui pengamatan langsung di lapangan. Aspek-aspek geografi tersebut baik yang bersifat material (iklim, air, tanah, batuan atau litologi, vegetasi, manusia.) maupun aspek formal (keruangan, kewilayahan, kelingkungan).
C. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan 1
Manfaat dari KKL I ini adalah:
1. Mengenal bentangalam dan bentang budaya secara kualitatif
2. Mengetahui karakteristik bentangalam.
3. Mengetahui persebaran bentangalam
4. Mengetahui proses pembentukan bentangalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahar Lava dan Awan Panas
Lahar
Adalah Lumpur (mud flow) dari gunungapi (Van Bemelen, 1949). Penyusun lahar adalah material vulkanis halus (ash dan dust) yang berukuran lempung sampai pasir, dan lainnya berupa material vulkanis kasar berukuran sampai bongkah.
a. Terbentuknya Lahar (Mc. Donald, 1972)
Hipotesis tentang terbentuknya suatu lahar menurut Mc. Donald adalah:
1. Pancaran air danau kawah karena erupsi.
2. Pelepasan air kawah karena dinding kawah hancur.
3. Pencairan salju atau es yang cepat di lereng gunungapi.
4. Letusan gunungapi yang menggerakkan avalanche dari material batuan yang tua menuju aliran air (stream).
5. Turunnya gloving avalance atau as flow ke dalam aliran air.
6. Masuknya aliran lava yang terbraksikan ke dalam aliran air. Breksiasi dari lava yang mengalir di atas salju atau es ataupun permukaan tangah yang sangat basah di atas lereng gunungapi.
7. Keluarnya material (ekstrusion of material) yang telah terbreksikan dalam kepundan sebelum mencapai permukaan tanah.
8. Hujan lebat di atas material lepas di atas lereng gunungapi.
9. Gerakan ke bawah dari material jenuh air dari lereng gunungapi karena suatu gempa.
Hujan-hujan lebat yang menyertai atau mengikuti erupsi dari atas jatuh mengendapkan abu dan berupa silinder, menyebabkan besarnya aliran Lumpur atau lahar (Mullineaux dan Crandell, 1962). Di sini material bergerak mengikuti lereng dan membuat naik turun, sehingga endapan kacau balau, ditandai tidak adanya sortasi dan stratifikasi, walaupun pada beberapa zona yang masih muda (Schiminke, 1967). Di sini terjadi atau terdiri dari ukuran besar dan kecil melekat dalam suatu matriks tuffaceaus. Itu adalah sebagian dari endapan aliran Lumpur dan bukan aliran abu yang ditunjukkan oleh berkurangnya gelasan, tidak hadirnya runtuhan pumice dan heterogenetas fragmen batuan.
b. Ciri – Ciri Lahar
1. Tidak ada pemilihan
2. Bisa terjadi susunan butir normal dan terbalik (graded)
3. Tidak ada perlapisan intern
4. Butiran umumnya poli komponen, butiran membulat sering dijumpai, butiran menunjukkan arah medan magnet random.
5. Adanya kayu membuktikan lahar serta kontak yang biasanya dijumpai adalah kontak menyudut dan kontak penjajaran
c. Macam Lahar di Indonesia
1. Lahar Letusan
Disebut juga lahar primer yaitu lahar yang terbentuk karena letusan gunungapi ketika air yang terdapat di dalam lubang kawah bercampur dengan material vulkanik lepas dan panas terlempar keluar dan akhirnya mengalir pada lereng gunungapi. Misalnya gunung Kelud dan Galunggung.
2. Lahar Hujan
Sebab utama terbentuknya lahar hujan selain dari air hujan adalah adanya akumulasi material lepas yang berukuran abu dalam jumlah yang banyak.
Lava
Merupakan suatu massa cair yang dikeluarkan dari dalam bumi maupun batuan yang berasal dari pembekuannya. (O. Hirokawa,1980)
Awan Panas
Istilah awan panas pertama kali diperkenalkan oleh Lacronic (1904), yaitu untuk memberi nama suatu aliran piroklastik sebagai model kecil aliran yang dapat diamati dengan baik dan berasal dari kepundan tengah. Hingga beberapa tahun tidaklah disadari bahwa sebagian besar bahan aliran piroklastik diangkut dalam bentuk guguran pijar (Growing Cloud, Nuce Ardente, Smith, 1960).
Penyebaran awan panas dipengaruhi oleh morfologi asal, sebab sifat dan endapan.komposisi awan panas terdiri atas karatan batuan, batuapung, kristal dan gelas (glass shard) dalam jumlah yang beragam, tergantung pada komposisi magma dan sejarah pembentukannya. Tipe-tipe awan panas :
a. Guguran terjadi karena letusan, dibedakan menjadi tipe Swoufriere (peletusan tegak) dan tipe pelee (disebabkan oleh letusan yang, menyudut kecil.
b. Guguran yang disebabkan oleh peruntuhan kubah tipe merapi.
c. Guguran awan panas (hot-ash avalances) yang menghasilkan tipe Vesuvius (Macdonald, 1972).
Persebaran letak gunungapi di Indonesia terbagi menjadi beberapa zone, dan pada umumnya terletak pada busur dalam, yaitu :
1) Zona Sunda: Dimulai dari ujung Sumatra bagian utara sampai pulau Alor.
2) Zona Banda: Merupakan kelanjutan dari busur sunda dan berakhir di banda.
3) Zona Minahasa dan Sangihe: Berlanjut sampai ke pulau Mindanau di Philipina.
4) Zona Halmahera: Letaknya hampir tegak lurus dari selatan ke utara mulai pulau Makai sampai Tobelo.
5) Zona Bontain: Terletak di Sulawesi Selatan dan umumnya sudah tidak aktif lagi.
B. Bentuklahan Vulkanik
Menurut Frank dan Raymond (1988) bentuklahan vulkanik merupakan hasil kegiatan gunungapi, baik yang berupa gunungapi di permukaaan (ekstrusi) maupun di dalam kerak bumi (instrusi). Berikut ini disajikan bentuklahan vulkanisme:
1. Kawah, danau kawah
2. Kaldera, danau kaldera
3. Kerucut gunung api
4. Lereng atas gunungapi
5. Lereng tengah gunungapi
6. Lereng bawah gunungapi
7. Lereng kaki fluvial gunungapi
8. Lembah gunungapi
9. Medan lava
10. Medan lahar
11. Vulkanik neck
12. Docca
13. Daratan tinggi lava
14. Daratan fluvial gunungapi
15. Lambat lava
Berdasarkan lokasi pusat kegiatan eruspsi gunungapi menurut Rittmann (1962) dibedakan atas :
1) Letusan Pusat (Terminal Eruption) pada letusan ini lubang kepundan merupakan saluran utama bagi peletusan.
2) Leleran samping (Sub-terminal Eruption) akan terbentuk apabila magma yang membentuk sill sempat menerobos kepermulaan, pada lereng gunungapi.
3) Korok melingkar (Ring Dike) dapat berfungsi pula sebagai saluran magma kepermukaan, sehingga terjadi letusan lateral (Lateral Eruption).
4) Letusan diluar pusat (Excentrik Eruption) terjadi dibagian kaki gunungapi, dengan sistem saluran magma tersendiri yang tidak ada kaitannya dengan lubang kepundan utama.
Menurut Schmidt (Vide Purbo Hadiwidjojo, 1967) morfologi tubuh gunungapi dibagi menjadi tiga zone dengan ciri-ciri yang berlainan. Ketiga zone tersebut adalah :
1) Zone pusat erupsi: bagian atas gunungapi endapannya dicirikan dengan fasies sentral, berjarak kurang lebih 2 km dari lubang kepundan. Secara umum mempunyai kemiringan sudut 35–45 dan letusan berasal dari material lepas.
2) Zone paroksimal (Bagian tubuh): bagian tubuh gunungapi dicirikan dengan fasies proksimal, berjarak 5-15 km dari pusat lubang kepundan dengan kemiringan topografi sedang antara sepuluh persen sampai dua puluh persen. Endapan piroklastik berupa sekuen aliran piroklastik yang biasanya berasosiasi dengan “piroklastik surge“ keduanya mengalami pemilahan kurang baik bila dibandingkan dengan jatuhan piroklastik tetapi piroklastik surge mempunyai sortasi yang lebih baik daripada aliran piroklastik. Pada aliran piroklastik aliran yang dominan adalah lapili. Jatuhan piroklastik mempunyai kesarangan yang baik (sortasi baik) dengan material yang dominan adalah ash. Terdapat pula sisa sekuen lahar dengan material yang besar-besar dan terbentuk juga kipas aluvial.
3) Zone Distal (kaki lereng) : bagian lereng gunungapi dicirikan dengan fasies distal, kemiringan landai kurang dari lima persen. Proses-proses sedimen dari piroklastik dan epiklastik akan membentuk perlapisan endapan dengan material lempung sampai krakal yang umumnya material sudah halus dan pemilihan sudah baik. Asosiasi material lahar sudah halus pula. Endapan disini membentuk perlapisan dan susunan perlapisan yang baik. Makin jauh material non vulkanik meningkat dengan bahan vulkanik atau membentuk lapisan yang tersendiri interbedded dengan material vulkanik habil “reworked”, hal ini akan menyebabkan perbedaan kelulusan yang kontras dan akan menimbulkan sistem artesian, sesuai yang dikemukakan Purbo Hadiwidjojo (1967), menyebutkan pula adanya pergantian perlapisan dari lapisan yang berbutir jelek dengan lapisan yang berbutir lebih baik.
Beberapa teori tentang pembentukan kaldera :
- Menurut R.A. Daly (1914), kaldera adalah bentuk kepundan yang dasarnya luas serta datar dan agak horizontal, berdinding terjal. Lebar kepundan kecil sekali jika dibandingkan dengan kaldera.
- Menurut M. Wing Easton (1916), kaldera terbentuk karena adanya letusan dan terhembusnya lubang kepundan, kemudian diikuti degan longsornya dinding kepundan.
- Menurut pendapat lama yaitu oleh Darwin kaldera terbentuk karena longsornya atap kepundan yang bagian bawahnya telah kosong, karena materialnya terhembus keluar.
- Escher (1927) berpendapat bahwa kaldera terjadi karena kuatnya hembusan gas pada pipa kepundan. Jadi pipa atau diameter melebar, kemudian dindingnya longsor karena terjal. Kemudian terbentuklah corong yang dasarnya tertutup. Bentuk akhir seperti bom. Bila garis tengah kaldera 10 km dengan kedalaman 250 meter, maka garis tengah diameternya mencapai 1000-2000 meter, sedang dalamnya dapur magma antara 50 sampai 15 km.
- Menurut H. Williem (1947), kaldera adalah suatu bentuk lekukan gunungapi yang sangat basar, bergaris tengah beberapa kilometer dan berbentuk membulat. Ia mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya. Yaitu kaldera letusan, kaldera runtuhan, dan kaldera erosi.
C. Proses Flufial
Proses flufial merupakan suatu proses baik kimia maupun fisika yang mengakibatkan perubahan-perubahan bentuk permukaan bumi karena air permukaan (seperti sungai maupun air yang mengalir pada punggung-punggung bukit atau sheet water). Proses fluvial dibedakan menjadi 3,yaitu:
1. Erosi
Adalah gaya menoreh dan gaya melebar air yang mengalir diatas permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya lembah-lembah. Erosi dapat disebabkan oleh angin, air atau aliran gletser (es).
2. Transportasi
Merupakan proses pengangkutan meterial-material hasil erosi ke arah yang lebih rendah. Biasanya dilakukan oleh media sungai. Sungai mengangkut material-material hasil erosi dengan cara,:
a. Traction (traksi): material-material hasil erosi dibawa dengan jalan diseret pada dasar sungai.
b. Rolling (kenggelindingan): material dibawa dengan jalan digulingkan pada dasar sungai.
c. Saltation (saltasi): material bergerak dengan jalan melompat.
d. Suspension (suspensi): material diangkat dalam bentuk suspensi. Pengangkutan dengan jalan ini menyebabkan air menjadi keruh.
e. Solution (larutan): material diangkut dalam bentuk larutan kimia.
3. Pengendapan (Sedimentasi)
Merupakan akumulasi secara progresif material sungai yang terangkut pada dasar sungai maupun dataran banjir atau tubuh perairan dimana sungai terhenti.
Pengendapan pada dasar sungai ini terjadi karena 2 hal yaitu :
a. Karena Berkurangnya Daya Transportasi
berkurangnya daya transportasi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Menjadi kecilnya aliran, karena:
- Pada saat banjir, ketika aliran sungai meluap melampaui saluran yang sebenarnya.
- Pada saat sungai meninggalkan lembah-lembah pegunungan yang sempit dan mencapai lembah sungai yang lebar.
Berkurangnya Volume Air
- Ada resapan air disepanjang sungai sehingga debit air sungai menurun.
- Ada pemenggalan buatan, misal dibangun bendungan.
- Ada perubahan iklim dari iklim basah menjadi kering.
- Ada penguapan yang besar.
- Pemenggalan alam, terutama dibagian hulu.
Berkurangnya Kecepatan Aliran
- Gerakan tektonik yang mengakibatkan gradien menjadi kecil.
- Bertambahnya belokan-belokan sungai.
- Penambahan aliran dari daerah yang mempunyai gradien tinggi ke daerah yang mempunyai gradien lebih kecil.
- Terbentuknya dan perluasan delta dari suatu anak sungai.
Berhentinya Aliran
- Mencapai danau atau laut.
- Mencapai tempat-tempat lain yang airnya menggenang.
Adanya Penghalang
- Terbentuk kipas puing oleh anak sungai yang gradiennya jauh lebih kecil dari induk sungai.
- Pembendungan oleh lava.
- Pembendungan oleh batang-batang kayu pada aliran sungai.
- Adanya agradasi yang lebih cepat pada sungai induk bila dibandingkan pada anak sungainya.
- Pembendungan oleh tanah longsor.
- Pembendungan oleh bukit-bukit pasir.
- Pembendungan buatan.
b. Karena Penambahan Muatan
Ini terjadi karena,:
a. Bertambahnya erosi pada suatu daerah aliran (drainase basin) yang disebabkan karena berkurangnya vegetasi.
b. Penambahan material yang harus diangkut oleh sungai.
c. Adanya material hasil pelapukan gletser yang kemudian keluar dari ujung-ujung gletser dan masuk ke dalam sungai.
D. SUNGAI
Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi. Baik manusia, hewan, dan tumbuhan semua makhluk hidup memerlukan air untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai mengalir dari hulu ke hilir bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Air sungai berakhir di laut sehingga air yang tadinya terasa tawar menjadi asin terkena zat garam di laut luas. Sungai dapat dibedakan dari lembah. Yang disebut sungai adalah massa air yang secara alami mengalir pada suatu lembah, sedangkan yang dinamakan lembah ialah deperesi yang berlereng memanjang ke satu arah. Jadi, lembah tidak selalu dialiri sungai, tetapi sebuah sungai selalu mengalir pada lembah.
Periode Pembentukan Sungai
1. Periode Muda adalah kemampuan untuk mengikis, hal ini banyak tergantung pada lereng yang tajam sebagi akibat pengangkatan/ lipatan, volume sungai, kecepatan arus dan kemampuan transportasi yang besar.
2. Periode Dewasa adalah sungai yang telah mengalami gradien, yang berbeda dalam keadaan seimbang sehingga energinya hanya cukup membawa bebannya. Seperti nanti ditemukan didalam laporan adalah sungai Jatijajar.
3. Periode Tua yakni menunjukkan bahwa bagian-bagiannya telah telah mengalami gradasi maka disebut sebagai sungai tua.
Sungai Berdasarkan Stadium (umur)
Stadium (umur) dari lembah sungai itu bukanlah umur yang absolute, tetapi umur morfologis. Oleh karenanya untuk stadium tertentu kita jumpai tanda-tanda morfologis yang tertentu pula.
1. Stadium Permulaan
Stadium permulaan adalah stadium ketika dataran asli baru saja terbentuk. Ini dapat terjadi karena pengangkatan dasar laut ke atas permukaan laut, atau erupsi gunungapi-gunungapi yang menghasilkaan sedimentasi yang begitu banyak sehingga terbentuk permukaan morfologi yang baru.
2. Stadium Muda
Pada stsdium muda ini pembentukkan lembah yang sebenarnya sudah dimulai, dengan tanda-tanda sebagai berikut:
• Penampang lintang dari lembah berbentuk V, hal ini disebabkan daya kikis vertikal yang kuat sekali, karena gradien masih besar, dan disertai mass wasting pada bagian atas dari lembah.
• Sungai masih banyak mempunyai erosi basis sementara (temporary base level)
• Lebar pada bawah dari lemah boleh dikatakan sama dengan lebar saluran sungai.
3. Stadium Dewasa
a) Lembanhnya berbentuk U yang lebarnya melebihi dalamnya.
b) Pada bagian terakhir dari stadium ini sungai sudah graded.
c) Pada stadium ini gradien dari sungai sudah menjadi lebih kecil.
d) Di sini erosi vertikal praktis sudah tidak terjadi.
4. Stadium Tua
a) Pada muara sungai, arah aliran sungai sudah tidak menentu lagi dan berpindah.
b) Pada stadium ini sungai umumnya meander, tetapi lebar dari jalur meandernya lebih lebar dari pada stadium dewasa, dan meandernya disebut meander bebas.
c) Pada stadium ini keadaan pada seluruh bagian dari sungai sudah mengalami erosi sempurna dan sudah mencapai peneplane.
Klasifikasi Lemah Sungai
• Berdasarkan Perubahan Base Level. :
1. Drowned valley adalah sungai yang muatan sedimennya bertambah sehingga profil memanjang.
2. Dejuvented valley adalah sungai yang mengalami peremajaan yang erosinya menjadi aktif.
• Berdasarkan Posisi Arah Perlapisan (Dip) Batuan
a) Lembah konsekuen; yaitu lembah yang arah alirannya sampai dengan kemiringan asal atau searah dengan dip batuan yang ditempatinya.
b) Lembah resekuen; ialah lembah yang arahnya tidak ditentukan oleh struktur batuan.
c) Lembah resekuen; ialah yang arah alirannya sesuai dengan arah dip batuan, tetapi ia lebih muda daripada lembah konsekuen.
d) Lembah subsekuen; ialah lembah yang arahnya sesuai dengan strike batuan yang ditempatinya. Lembah ini disebut juga strike vallley atau longitudinal vallley.
e) Lembah obsekuen; ialah lembah yang arah alirannya berlawanan dengan arah dip batuan.
• Berdasrkan Posisi Perpotongan Dengan Struktur Geologi.
1. Lembah antecedent; ialah lembah yang memotong strutur geologi dengan ketentuan bahwa dalam perkembanngya pegikisan vertikal yang dilakukan oleh air sungainya mampu mengimbangi pendangkalan yang terjadi di daerah itu.
2. Lembah superimposed; disebut juga lembah Superimpress, ialah lembah yang berkembang pada buatan sedimen yang menutup struktur geologi. Tetapi dalam perkembangannya lembah tersebut mengikis struktur geologi dibawahnya.
• Berdasarkan Pengaruhnya Struktur Gerologi Pengontrolnya.
Lembah sinklinal, antiklinal, homoklinal, joint, garis patahan, patahan, profil memanjang sungai adalah penampang sungai dari hulu dan muara.
Sungai Berdasarkan Sumber Airnya.
1. Sungai Hujan
Sungai hujan adalah sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan yang berkumpul membuat suatu aliran besar. Sungai-sungai yang ada di Indonesia umumnya adalah termasuk ke dalam jenis sungai hujan.
2. Sungai Gletser
Sungai gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari salju yang mencair berkumpul menjadi kumpulan air besar yang mengalir. Sungai membramo/ memberamo di daerah Papua/ Irian Jaya adalah salah satu contoh dari sungai gletser yang ada di Indonesia.
3. Sungai Campuran
Sungai campuran adalah sungai di mana air sungai itu adalah pencampuran antara air hujan dengan air salju yang mencair. Contoh sungai campuran adalah sungai Digul di pulau Papua/ Irian Jaya.
E. DELTA
Pengertian Delta
Adalah tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai, muara sungai dimana timbun sedimen tersebut mengakibatkan progradasi yang tidak teratur pada garis pantai. (Colemen) 1968; Scoot & Fischer, 1998).
Endapan Delta
Endapan yang diendapkan pada delta biasanya pasir halus bergantung oleh perubahan pengontrolnya. Pengendapan delta dan evolusinya pertama kali dtemukan oleh G.K Gilbert dalam studinya mengengai danau Befile. Oleh G.K. Gilbert delta terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Dataran delta (delta Plain) yaitu bagian atas sampai bawah permukaan danau mengandung lapisan-lapisan tipis (tipe sat beds) yang memotong kemiringan delta (foresat beds) sebagi delta progade.
2. Kemiringan Delta (delta lope) menghubungkan bagian delta yang menuju kedepan dengan atas lantai dasar.
3. Lingkungan (prodelta) yaitu dasar kolam yang mengandung butir halus dari laut atau endapan lakfastrina yang tersapu secara suspend keseberang dari delta front.
F. DANAU
Pengertian danau adalah suatu cekungan (basin) di daratan yang terisi air. Sumber air danau antara lain air hujan, air cairan gletser, dan air tanah. Macam-macam danau:
1. Danau Tektonik
Adanya retakan dan lipatan selalu diiringi perpotongan dan perpindahan batuan sepanjang patahan.
2. Danau Vulkanik
Adalah danau yang terjadi karena letusan gunung yang dahsyat.pada daerah bekas letusan gunung, terjadi cekungan.
3. Danau Doline
Yaitu dari proses karst dimulai dari peleburan celah-celah dan kekar-kekar oleh peleburan kalsium karbonat. Pelarutan dapat dipercepat kalau ada tanah yang memproduksi CO2 dan sirkulasi air yang tanpa hambatan.
4. Danau Gletser (glacial)
Danau di daerah es atau gletser seperti juga danau-danau besar di perbatasan antar USA dengan Canada.
5. Danau Tapal Kuda
Merupakan perkembangan dari sungai meander, dimana sungai ini membentuk kelokan yang terlalu dalam, dan akhirnya aliran air mengubah pola aliran ke tempat yang lebih dekat. Akhirnya terputuslah kelokan itu, tinggal potongan sungai yang membentuk “U” dalam istilah geomorfologi danau semacam ini disebut sebagai danau Tapal Kuda.
6. Danau Bendungan
Adalah danau yang terjadi karena adanya aliran air yang terbendung baik secara alami maupun buatan manusia.
G. RAWA
Adalah daerah dataran rendah yang tergenang oleh air yang berasal dari air hujan, air tanah, maupun dari aliran air permukaan yang mengumpul.
Ciri-ciri rawa:
Pada umumnya air asam, warna airnya merah, kurang baik untuk mengairi tanaman, pada bagian dasar rawa umumnya banyak terdapat gambut.
Berdasarkan proses keterbentukannya, terdapat beberapa macam, rawa, yaitu sebagai berikut :
a) Rawa abadi, yaitu rawa yang tidak pernah kering sepanjang tahun, terbentuk oleh genangan air hujan atau air tanah yang tidak mempunyai pelepasan. Air di rawa tersebut sangat asam dan berwarna kemerah-merahan. Di rawa tersebut hampir tidak ada organisme yang dapat hidup, sehingga dapat dikatakan tidak berguna bagi manusia.
b) Rawa teluk di pantai landai terbentuk karena sebuah teluk terbendung oleh bar, yaitu endapan pasir yang tumbuh di dasar laut. Oleh karena pembendungan itu, dasar teluk menjadi bertambah dangkal dan tertutup vegetasi pantai, maka terbentuklah sejenis rawa pantai.
c) Rawa di pinggir aliran sungai yang mengalir di dataran dan berawal pada waktu sungai itu banjir. Ketika air sungai meluap, bahan kasar yang dibawa sungai akan membentuk tanggul alam sepanjang sungai itu. Di sebelah luasnya terendapkan bahan-bahan yang lebih halus. Ketika air surut kembali, genangan air di luar tanggul disitu tidak dapat kembali ke sungai dan tergenanglah rawa sungai. Peristiwa yang sama akan terjadi setiap air sungai meluap dari tempat alirannya. Contoh: Sumatera dan Kalimantan Selatan. Rawa sungai dapat juga terbenutuk pada proses pemenggalan meander, yaitu yang disebut mati yang dalam bahasa Inggris ox bow lake (danau sepatu kuda) atau ox bow swamp (rawa sepatu kuda).
d) Rawa pantai terdapat di muara sungai pada waktu pasang naik, air laut masuk ke muara sungai dan melimpah ke dataran di sekitarnya, kejadian itu berlangsung dua kali dalam sehari, sehingga terbentuklah rawa pantai. Ketika air laut surut, permukaan air rawa tersebut rendah dan naik lagi pada waktu pasang naik. Dengan membuat saluran untuk memasukkan air sungai ke rawa pada waktu pasang naik dan mengeluarkan air rawa dapat dikurangi. Dengan demikian, rawa seperti itu dapat dijadikan sawah pasang surut,. Beberapa daerah transmigrasi di Riau dan Kalimantn Selatan merupakan daerah pasang surut seperti itu.
H. WILAYAH PESISIR
Wisata pesisir dan bahari adalah bagian dari wisata lingkungan (ecotourism), Sarwono Kusumaatmaja, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan mantan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan, dalam Anonimous (2000) berpendapat; selain sebagai bagian dari ekowisata, wisata pesisir dan bahari merupakan industri yang menjanjikan. Lebih lanjut wisata bahari ini merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berlandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Daya tarik itu mencakup perjalanan dengan moda laut; kekayaan alam bahari serta peristiwa-peristiwa yang diselenggarakan di laut dan di pantai, seperti misalnya lomba memancing, selancar, menyelam, lomba layar, olah raga pantai, dayung, upacara adat yang dilakukan di laut. Selain itu, adat istiadat dan budaya masyarakat pesisir dan bahari. Dengan demikian, cakupan kegiatan wisata ini memiliki spektrum industri yang sesungguhnya sangat luas dan bisnis yang ditawarkannya sangat beragam, antara lain jasa penyedian transportasi, kapal pesiar, pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restoran terapung, kawasan lepas pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam, dan sebagainya. Tentunya industri-industri pendukung juga akan terbuka lebar antara lain jasa foto dan video, pakaian dan peralatan olah raga jasa kesehatan, jasa keamanan laut, jasa resque, kerajinan dan cindera mata, pemasok makanan dan minuman, PCO, hiburan dan lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Wheat (1994) dan Steele (1993) berpendapat wisata pesisir dan bahari adalah proses ekonomi yang memasarkan ekosistem dan merupakan pasar khusus yang menarik dan langka untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati alam. Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu:
1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar.
2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, social dan ekonomi pada masyarakat.
3. Pendidikan dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.
4. Berkelanjutan; Ekotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
5. Manajemen; ekotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.
Sangat beralasan bagi Indonesia bila hampir di semua daerahnya akan berupaya mengembangkan wisata pesisir dan bahari ini. Menurut riset dari Soeriaatmadja (1997) ada lima hal yang melandasinya: (1) Seluruh daerah di Indonesia kecuali Kalimantan Tengah memiliki daerah pantai pulau tropika, (2) Aksesibilitas, ekosistem pesisir dan bahari selalu berada di garis depan atau pintu masuk ke ekosistem darat, (3) Memenuhi karakter 3S (sun, sand, sea), (4) Disusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS), (5) Variasi daya tarik wisata dan laju pertumbuhan wisata.
Wilayah pesisir menurut Soegiato (1976) adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan darat, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et.al.1994). Penentuan batas wilayah pesisir ini masih tergantung kepada isu pengelolaan. Dalam rapat kerja nasional proyek MREP (Marine Resources Evaluation and Planning/ Perencanaan dan Evaluasi Sumber Daya Kelautan) di Manado Agustus 1994, telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1:50.000 yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), sedangkan batas ke arah darat adalah mencakup batas administratif seluruh desa pantai
I. MERAPI
Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Keaktifannya ini ditunjukan dengan selalu bertambahnya volume kubah lava dari waktu ke waktu secara periodik. Fenomena alam ini ditunjukan oleh letusannya yang khas, berbentuk awan panas, yang lebih dikenal sebagai wedus gembel. “Letusan” akibat guguran kubah lava inilah yang dalam besaran tertentu berubah dari hiburan menjadi ancaman.
Merapi merupakan tulang punggung sistem geohidrologi kawasan dataran Jogjakarta dan sekitarnya. Air yang mengalir dari tubuhnya bukan hanya untuk masyarakat di lerengnya, tetapi juga untuk masyarakat kota Jogja dengan sistem perpipaannya. Selaku fungsinya sebagai kawasan resapan air, maka kawasan lereng Selatan Merapi merupakan kawasan lindung bawahan. Tetapi apakah kawasan ini sudah mendapatkan perhatian yang semestinya? Sepertinya belum. Akibatnya, kondisi ini mengakibatkan dampak buruk. Sepuluh tahun terakhir, posisi muka air tanah dataran Jogja pada saat musim kemarau mengalami penurunan 5 sampai 10 meter. Kondisi ini bukanhanya karena jumlah pengambilannya yang bertambah, tetapi juga berkurangnya air masukan air permukan.
Kawasan Merapi juga menyisakan berbagai flora dan fauna dengan keanekaragaman tinggi. Sedikitnya terdapat 50 jenis burung, diantaranya tergolong langka: elang jawa, elang bido, elang hitam, elang brontok, alap-alap nipon, alap-alap cina. Beberapa jenis mamalia dan primata dijumpai, antara lain kijang, babi hutan, macan tutul, macan kumbang, kera ekor panjang. Terdapat lebih dari 50 jenis flora, beberapa berkhasiart obat: kina, cabe jawa, sambiloto, manisjangan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Peneletian
Lokasi yang diambil sebagai daerah penelitian ini adalah di daerah Jawa Tengah mulai dari Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu di Kabupaten Magelang dan Bantul. Pengamatan lokasi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan yang ada, antara lain:
a) Mempunyai medan yang tidak terlalu sulit dijangkau.
b) Dapat dijumpai banyak singkapan.
c) Dapat dijumpai berbagai macam bentuklahan.
d) Dapat dijumpai berbagai macam batuan dan tanah.
e) Unsur-unsur struktur geologi banyak ditentukan.
f) Dapat dijumpai fenomena-fenomena alam yang menarik untuk diamati dan diteliti.
g) Dapat mendukung stop site/ lokasi yang lain sebagai rangkaian terpadu dalam program penelitian (KKL), atau semua stop site tersebut saling berkaitan.
Secara umum akan diuraikan lokasi penelitian pada hari pertama, kedua, dan ketiga sebagai berikut:
1. Hari pertama, penelitian dilakanakan di:
a) Dukuh Sangiran, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen dengan lokasi di Kubah Sangiran yang di sekitarnya berupa petak-petak sawah dengan koordinat UTM 9176 118 dan elevasi 146 m.
b) Desa Gundih, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan dengan lokasi di pinggir jalan raya yang berupa gerakan masa tanah. Koordinat peta: 49 m 048 8454 UTM 9284152 dengan elevasi 73 m.
c) Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan dengan lokasi berupa tempat pembuatan garam dengan koordinat 49 m 0437939, UTM 021 6484 dan elevasi 46 m.
d) Kecamatan Kuwu, Kabupaten Purwodadi dengan lokasi di Bledug Kuwu dengan koordinat peta 49 m 0513433, UTM 921 374 dengan elevasi 61 m.
e) Kecamatan Sendangharjo, Kabupaten Blora dengan kenampakan yang berupa antiklinarium Rembang dengan koordinat peta 6o53,116’ dan 111o26,188’.
2. Hari kedua, penelitian dilakanakan di:
a) Kabupaten Rembang dengan lokasi Pantai Kartini (Pantura) dengan posisi astronomis 45 m 0536504, UTM 925996 dengan elevasi 15 m.
b) Tempat pembuatan garam atau tambak garam dan tambak banding di daerah Keliori Rembang.dengan posisi 49 m 053 3637, UTM 9259484 dengan elevasi 18,7 m.
c) Di Kabupaten Demak dengan lokasi di Bendung Gerak Kalijajar .
d) Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang dengan lokasi di Rawa Pening dengan posisi astronomis 49 m 0436320 dengan UTM 5192300 dan sudut elevasi 505.
3. Hari ketiga, penelitian dilakanakan di:
a) Ketep Pass, berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan Laut dengan luas sekitar 8.000 m2. Berjarak ± 17 km dari desa Blabak ke arah timur, 30 km dari kota Magelang dan 35 km dari kota Boyolali. Sedangkan dari kota Salatiga yang berjarak 32 km dapat dicapai melalui Kopeng dan desa Kaponan.
b) Tempuran Kali Opak dan kali Oyo yang berada di desa Putat Kecamatan Megiri Kabupaten Bantul yang memperlihatkan karakteristik dua sungai yang sangat berbeda.
c) Parangkusumo yang memperlihatkan kenampakan yang berupa batuan yang berasal dari aliran lava dari gunungapi bawah laut purba pada zaman itu.
d) Gumuk pasir (sand dunes). Ini merupakan suatu kenampakan bentuklahan asal proses Aeolian.Ini terdapat di daerah Parangkusumo, Bantul DIY.
Kuliah Kerja Lapangan 1 ini dilaksanakan pada hari Sabtu sampai dengan Senin tepatnya pada tanggal 19 – 21 Mei 2007. Berangkat dari kampus UNS Surakarta hari Sabtu tanggal 19 Mei 2007 pada pukul 08.00 WIB dan pulang pada hari Senin, 21 Mei 2007 pukul 20.00 WIB.
B. Metode Penelitian
Untuk dapat mempelajari kondisi, gejala, dan proses yang terdapat di alam, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan jalan meneliti langsung di permukaan bumi tersebut.
Dalam melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan I (KKL I), tidak cukup hanya dengan melihat apa yang ada di lapangan. Pekerjaan lapangan tersebut secara garis besar dapat dilakukan melalui 4 pendekatan, yaitu:
1. Obsevasi (Pengamatan)
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian (KKL) ini adalah dengan mengetahui kondisi fisik, sosial ekonomi yang berada di daerah Jawa Tengah-Yogyakarta melalui observasi atau pengamatan yang teliti, teramat dan menyeluruh terhadap suatu gejala atau masalah. Pengamatan tersebut meliputi semua gejala fisik berupa data fenomena di lapangan yang nantinya digunakan dalam analisis kondisi-kondisi fisik di daerah tersebut serta dapat menggambarkan secara utuh semua proses-proses alam yang terjadi di daerah penelitian dalam dimensi ruang dan waktu.
Tahap pertama ini diharapkan dapat menghasilkan data yang konkrit yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar dalam penganalisaan. Pada saat melakukan observasi ini diuraikan harus mengetahui secara menyeluruh fenomena-fenomena alam yang ada di lapangan.
Pengamatan terhadap data/ kenampakan lapangan harus dilakukan seobyaktif mungkin, artinya pada saat pengamatan tidak boleh melakukan analisis ataupun interpelasi. Pengamatan yang obyektif yaitu melihat sesuatu sebagaimana adanya sehingga akan memberikan hasil pengamatan yang nyata yang hanya dapat di jumpai dilapangan bukan tahap penganalisaan atau menciptakan data baru sebagai pendukung angan-angan.
2. Induksi dan Deduksi.
Langkah kedua adalah dengan melakukan pendekatan deduksi dan induksi. Induksi yaitu penafsiran yang ditarik sebagai akibat atau pengaruh langsung dari suatu keadaan atau gejala, sedangkan deduksi adalah suatu penafsiran yang di ambil dari teori yang ada.
Langkah ini diharapkan agar mahasiswa dapat berfikir logis dan kritis terhadap fenomena-fenomena alam atau gejala yang diamati.
3. Wawancara
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data secara langsung dari nara sumber. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi di daerah penelitian yaitu propinsi Jawa Tengah dan DIY, dan untuk mengetahui proses pembuatan garam dan penambangan pasir yang menjadi pekerjaan sehari-hari penduduk. Wawancara ini juga dapat digunakan untuk mengetahui lokasi administrasi daerah yang menjadi obyek penelitian.
4. Lain-lain
Selain dari ketiga pendekatan yang telah diuraikan diatas, terdapat juga pendekatan yang telah dilakukan yaitu menggunakan buku-buku yang mendukung di dalam penelitian ini (telaah kepustakaan).
C. Jenis dan Sumber Data
a) Jenis Data
Data pada Kuliah Kerja Lapangan 1 ini merupakan data primer, karena data yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung di lapangan. serta ditambah data sekunder,misalnya saja data iklim, karena diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada.
b) Sumber Data
Sumber data yang diperoleh berasal dari:
Penjelasan dari bapak ibu dosen pembimbing Kuliah kerja Lapangan I
Wawancara kepada penduduk sekitar lokasi penelitian
Buku-buku referensi yang dapat menunjang
D. Teknik Analisis
Tahap analisis adalah tahap pengenalan masalah, penguraiannya dalam sub masalah serta pencarian informasi dan data untuk sumber masalah tersebut. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deduktif yaitu membandingkan keadaan yang ada di dalam dengan teori yang diperoleh selama di bangku kuliah.
Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan yaitu: analisis deskriptif. Analisa ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan dari data variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis sekalipun penelitian yang dilakukan bersifat inferensial. Sajian keadaan subyek dan data penelitian secara deskriptif tetap perlu diketengahkan lebih dahulu sebelum pengujian hipotesis dilakukan. Yang kedua adalah analisis data inferensial, yang analisis ini dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan dengan pengujian hipotesis.
E. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada Kulah Kerja Lapangan ini adalah :
Palu geologi
Peta rupa bumi lembar Jawa Tengah dan daerah istimewa Yogyakarta
Peta Geologi Jawa Tengah dan DIY
Kompas
Larutan (H2O2)
Alat tulis, alat perekam dan kaset.
BAB IV
DISKRIPSI DAERAH LINGKUNGAN PENELITIAN
A. Iklim
Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun.
Untuk mengetahui kondisi iklim Jawa Tengah dilakukan dengan kompilasi data iklim dan hidrologi. Kompilasi data iklim dan hidrologi di masing-masing stasiun ditampilkan dalam bentuk data harian. Interpretasi data dilakukan berdasar data iklim yang tersedia disetiap stasiun pada periode Januari–Desember 2002, yaitu curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin, dan evapotranspirasi. Dari hasil kegiatan ini telah dilakukan penyusunan data base iklim (curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari) dan data base hidrologi (curah hujan, suhu udara, dan tinggi muka air). Berdasarkan interpretasi pada masing-masing stasiun terlihat bahwa curah hujan merupakan indikator keragaman iklim di Jawa Tengah. Curah hujan periode Januari-Desember 2002 umumnya berfluktuasi, curah hujan tertinggi (> 200 mm) pada Januari–April 2002 dan terendah (< 100 mm) pada (Agustus-Oktober 2002). Pada lima wilayah stasiun (Borobudur, Pati, Soropadan, Sukorejo dan Ungaran) curah hujan cukup rendah (<100 mm) selama enam bulan berturut-turut (Mei–Oktober 2002). Pada periode tersebut dimungkinkan berkaitan dengan peristiwa El-Nino. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi di Batang (2111,60 mm) dan terendah di Soropadan (916,80 mm). Kelembaban udara rata-rata di setiap lokasi pengamatan berfluktuasi antara 75,37%-87,05%. Kelembaban udara umumnya berkorelasi positif dengan curah hujan. Radiasi matahari rata-rata tertinggi di Batang (18,72 MJ/m2) dan terendah di Medini (13,51 MJ/m2). Penguapan berkorelasi positif dengan radiasi surya. Kecepatan angin rata-rata harian tertinggi di Batang (51 m/det) dan terendah di Medini (0,2 m/det). Evapotranspirasi tertinggi terjadi pada periode Januari–Mei 2002. B. Geologi Menurut konsep Wegener, kerak bumi dapat dibagi dalam tujuh lempeng besar litosfer (lithospheric plates) yang terdiri atas bagian benua dan dasar laut. Tujuh lempeng besar ini dapat dibagi lagi dalam lempeng minor. Ada gerakan relatif antara tujuh lempeng ini, yang dapat mencapai 12 cm/ tahun. Di wilayah Indonesia 3 lempeng besar dapat dijumpai yaitu: 1) Lempeng Hindia Australia 2) Lempeng Eurasia 3) Lempeng Laut Filipina, yaitu suatu lempeng minor dari lempeng Pasifik Tiga lempeng ini mempunyai satu titik pertemuan (triple junction point) di Irian. Di batas antara dua lempeng gerakan dapat berlangsung melalui gerakan horizontal sejajar dengan garis batas (strike/ faults)/ miring (oblique boundary faults). Dalam hal ini gerakan miring dengan batas lempeng, satu lempeng diantaranya harus diinjak dibawah yang lain (under thursting). Situasi ini terjadi di sebelah selatan dari Jawa Tengah. Gerakan pada jalur pendesakan ke bawah ini (subduction zone) adalah sumber gempa bumi P. Jawa. Lempeng yang diinjak di bawah lempeng yang lain menjadi termis dan pada kedalaman 600 km struktur geologis sudah hilang. Situasi tektonis ini, memperlihatkan suatu pola busur tertentu, yaitu dari selatan ke utara. 1) Sistem Busur Parit (subduction trench system) Yaitu pertemuan lempeng benua dan lempeng samudera menyusup ke bawah karena berat jenis lebih besar. Proses ini merupakan proses yang sangat komplek bila dibandingkan dengan proses lain, karena: a) Akan terkait langsung dengan sumber/ pusat gempa. b) Akan terkait dengan pusat-pusat vulkanisme c) Kawasan ini merupakan kawasan rawan bencana (tsunami, gempa tektonik, gunung meletus) 2) Busur Luar Tak Bergunungapi (non-vulkanic outer arc) Terjadi struktur graben dan horst di sebelah utara. Graben dan horst akan membentuk sebuah cekungan di bagian tengah, yaitu antara P. Jawa dan P. Kalimantan yang membentuk laut Jawa. Pada daerah selatan ada gaya naik di daratan, akhirnya terjadi pengangkatan sedimentasi laut menjadi punggungan/ perbukitan.. Maka pegunungan di selatan adalah pegunungan non vulkanik. 3) Cekungan Busur Luar (Outer Arc Basin) Merupakan sebuah dataran rendah yang diapit oleh outer arc ridge dan vulkanik arc. Komposisi litologinya terdiri atas material-material sedimen vulkanik asal gunungapi sekitar, misalnya Solo. Kawasan ini merupakan kawasan yang lemah (mudah tererosi) karena terdapat banyak terdapat sungai sehingga kawasan tersebut rentan banjir. Kawasan ini juga merupakan kawasan yang rentan gempa baik gempa vulkanik maupun gempa tektonik. 4) Busur Dalam Bergunungapi (Vukanic Inner Arc) Berdiri di atas zone retak, membentuk deretan gunungapi yang merupakan pintu gerbang lucutan-lucutan adonan magma karena ada gaya tekan dari bawah. Walaupun batuan induk sama namun kondisi magma lain-lain untuk tiap gunung. Misal kondisi magma yang sedang mendekati basa seperti Dieng yang membentuk plato. Vulkanic arc sebagai sumber material sedimen vulkanik di kawasan sekitarnya yang melalui media sungai biasanya terendapkan sampai ke laut. C. Geomorfologi Dalam suatu penampang melintang utara-selatan Jawa Tengah terbagi dalam tiga zone, yaitu: 1. Zone Utara Merupakan kawasan berbukit-bukit rendah, terdiri atas batuan berumur tersier yang terlipat. Seringkali batuan tersier sudah tertutup oleh endapan vulkanik muda dan hanya tersingkap pada dasar lembah. Suatu pedataran pantai yang luas berdampingan dengan daerah perbukitan, umumnya terpisah oleh sesar-sesar atau fleksur (monoklinal structure) dengan gawir (escarpment). Pedataran pantai ini ternyata melebar dengan cepat oleh pertumbuhan delta. Pertumbuhan delta yang hebat terjadi oleh sungai besar yang membawa banyak sedimen dalam suspensi ke Laut Jawa yang sangat dangkal. 2. Zone Tengah Meliputi jalur vulkanik. Di Jawa Tengah jalur dipotong oleh pegunungan Serayu. Seringkali cekungan-cekungan yang cukup besar terletak di Zone ini, seperti Solo, Karanganyar, Boyolali, dan Sukoharjo. 3. Zone Selatan Merupakan plato-plato yang terpotong oleh sesar dan system fluvial yang besar. Banyak formasi geologis yang relatif tua tersingkap di zone ini, terutama dari kala Miosen. Plato yang luas dan terdiri atas batugamping yang dapat ditemukan dibagian selatan Jawa Tengah Secara garis besar, geomorfologi Jawa Tengah (termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta) dapat dibagi dalam beberapa unit morfologis sebagai berikut: • Lembah Sungai dan Dataran Banjir. Lembah fluvial yang lebar dengan endapan sungai tebal, kelihatan hanya terbatas sampai sungai besar yang mengiris daerah tadah yang luasnya ratusan kilometer persegi. Bengawan Solo sebagai contoh, membentuk lembah-lembah yang mengesankan. Gerakan tektonik dapat mengganggu pelarian sampai mengubah arah seperti terjadi pada Bengawan Solo. Dataran alluvial yang luas, dibentuk oleh kipas alluvial dapat ditemukan di kaki suatu zone pegunungan, misalnya di sebelah utara Zone Tengah. Dataran vulkanik-aluvial yang luas dapat dibentuk juga di kaki gunungapi dan sekitarnya jika tidak ada gangguan oleh lereng gunungapi lain, seperti di sebelah selatan gunungapi Merapi. • Dataran Alluvial, Pantai, dan Delta Penyediaan banyak sedimen dalam suspensi yang dialirkan ke laut yang dangkal adalah suatu kondisi yang optimal untuk membangun suatu dataran alluvial pantai. Perkembangan terjadi cepat oleh endapan dalam lingkungan delta, seperti zone Utara. Dari zone pegunungan sampai laut, dapat dibedakan dalam tiga sub-zone, yaitu: 1. Dataran alluvial di kaki gunung (piedmont plains, alluvial fans, foot slopes) 2. Dataran banjir (flood plains) 3. Dataran alluvial pantai/ delta (coastal alluvial plain/ delta association) Setiap zone mempunyai lereng dan morfologis yang lurus. Dari zone (a) ke (b) lereng berubah dengan mencolok, sedangkan zone (c) yang hampir datar umumnya berupa rawa pasang surut dan mangrove. Zone (a) mempunyai sungai yang mengikis vertikal, sedangkan di zone (b) dan (c) sungai-sungainya justru terdapat di tengah tanggul alam atau buatan di atas dataran banjir. Jika ada perkembangan subzone (c) ke arah laut, maka zone (b) dan (a) mengikuti dan lama-lama menutupi zone (c). • Pegunungan Lipatan Di Pulau Jawa sebagian besar dari formasi geologi yang berumur miosen dan plestosen ternyata terlipat dengan intensitas berbeda. Lipatan yang kuat ada di sebelah utara dari zone tengah, semakin ke arah selatan bersifat lemah, secara regional poros-poros dari lipatan (fold axes) utama berarah barat-timur. Banyak lipatan terinjak (over thrust fold) dan sesar anjak (low-angel thrust faults) dapat ditemukan di batas zone tengah dan di sebelah selatan zone utara. Sedimen berumur dari Eosen sampai pliosen hanya dipengaruhi oleh gerakan tektonik sampai lipatan, tidak ada malihan. Batuan mengkristal yang terlipat kuat, berasal dari atas pulau Jawa dapat dilihat di dalam dua singkapan di Jawa Tengah, yaitu di Karangsambung (lembah sungai Lukulo) dan di Bayat. • Gunungapi dan Pegunungan Vulkanik Gunungapi di Jawa dapat digolongkan dalam tipe strato yang simetris. Bahan gunungapi terdiri atas lava, tetapi sebagian besar dari lapisan-lapisan bahan piroklastik tanpa pengerasan. Semakin ke bawah di lereng gunungapi, ukuran butir lapili dan bongkah-bongkah (vulkanic bombs and fragments) menjadi kecil dan pemilahan (sorting) lama-lama semakin baik oleh transportasi melalui air atau lahar (vulkanic mudflows). Di kaki gunungapi material vulkanik akan mirip sama dengan endapan alluvial. • Ledok Antar Pegunungan (intramontane basins) Pada zone tengah cekungan luas dapat terjadi oleh gerakan tektonik (graben structure) atau erupsi vulkanik masal yang membendung suatu lembah. Di Jawa Tengah dapat ditemukan juga pada lembah Solo. Suatu cekungan kecil yang berkaitan dengan aktivitas vulkanik adalah Rawa Pening. • Plato Karst Di Zone Selatan plato karst yang luas dapat ditemui di pantai selatan Pulau Jawa. Proses karst meliputi pelarutan kalsium karbonat dari batugamping oleh air permukaan. Tiga aspek eksernal yang penting dalam mempercepat proses karst adalah: a). Penyediaan air permukaan yang sangat besar. b). Zone tanah dengan humus dan material organik yang memproduksi CO2 sehingga pH air perkolasi menjadi lebih rendah lagi. c). Suhu yang tinggi. Aspek internal sangat menentukan terjadinya proses karst adalah: 1. Batugamping yang mengalami kristalisasi kembali (recrystalized tlimesones) dengan celahan (fissures) dan pecahan (fractures) tanpa batu napal (marls) 2. Batu gamping yang tebal dengan daerah infiltrasi luas dan tertoreh oleh sungai. Iklim tropis dan suhu tinggi serta penutupan vegetasi yang tebal justru dapat memproduksi banyak karbondioksida yang merendahkan pH. Kalau sirkulasi air tanah terjamin seperti di plato karst yang tertoreh (dissected) dibantu oleh keadaan celahan dan pecahan yang luas dan dalam. Proses akan berjalan dan memperlebar celah. Akhirnya, hampir semua air permukaan akan hilang melalui celahan-celahan yang sudah diperbesar. Penutupan vegetasi semakin kurang, proses karst akan terhambat juga. Oleh karena itu, bukit-bukit dengan bentuk khas (pepino hills, hums) akan terbentuk. Pada umumnya karst menyebabkan fenomena runtuhan (collapes structures), karena proses pelarutan oleh karst akan mendestabilisasi struktur internal. Jika dilihat pada citra dari selatan ke arah utara akan tampak unit-unit morfologis sebagai berikut: a). Plato-plato karst Wonosari b). Lembah Bengawan Solo c). Gunungapi dan pegunungan vulkanik d). Pegunungan lipatan yaitu, perbukitan Rembang e). Dataran alluvial, pantai dan delta. D. Tanah Untuk memudahkan dalam mempelajari jenis-jenis tanah dan agihannya di daerah Pulau Jawa, maka pembahasannya perlu dikelompokkan menurut tiga zone fisiografi utama, yaitu: 1. Zone Selatan Jenis tanah pada zone selatan adalah regosol dan kambisol dari bahan induk material gunungapi Merapi, yang berupa bahan piroklastik dan endapan lahar. Jenis tanah Regosol masih muda belum terjadi deferensiasi horizon, profil homogen, warna kelabu, tekstur pasir hingga pasir bergeluh, struktur berbutir tunggal, konsistensi lepas-lepas, permeabilitas cepat, kaya kandungan mineral, kesuburan dan potensi tanah tinggi. Perkembangan tanah regosol lebih lanjut tekstur makin halus, struktur tanah remah-gumpal, telah terbentuk horizon B Kambik disebut Kambisol. Regosol dari bahan induk endapan pasir pantai pada beting gisik dan gumuk-gumuk pasir, sifat morfologi sama dengan di atas, tapi kandungan hara rendah karena telah tercuci selama pengangkutan ke laut, kesuburan dan potensi rendah hingga sedang. Latosol-Litosol dari batuan induk batupasir, breksi dan aliran lava pada formasi Nglanggran dan Popoh pada deretan Baturagung. Latosol coklat kemerahan merupakan tanah yang sudah berkembang, telah terbentuk horizon A, B, dan C, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal, konsistensi teguh, konsistensi teguh dan liat bila basah, permeabilitas sedang hingga agak lambat, kesuburan dan potensi tanah sedang. Jenis tanah ini karena teragihkan pada topografi bebukit dan vegetasinya gundul, maka terjadi erosi berat, solum tanah terangkut, tinggal singkapan batuan (outcrops) atau jeluk tanah sangat dangkal (kurang dari 25 cm), sehingga disebut litosol. Mediteran (terra rossa) dari batugamping (limestone) pada perbukitan karst dari Parangtritis-Baron hingga Wonogiri. Semula merupakan tanah yang sudah berkembang, terbentuk solum tanah, susunan horizon A, B, dan C, warna merah hingga merah kekuningan, tekstur lempung, struktur granuler-gumpal, konsistensi sangat teuh dan sangat lekat bila basah, permeabilitas lambat, kesuburan dan potensi tanah rendah hingga sedang. Karena topografinya berbukit hingga bergunung, dan gundul, maka terjadi erosi sangat berat, solum tanah hanyut, tinggal singkapan batuan kapur, dan tanah terakumulasi pada lembah-lembah antar bukit disebut Litosol. Grumusol (vertisol) dari batuan gamping napalan dan napal (marl) dari Formasi Kepek yang terbentang dari Paliyan-Basin Wonosari-Basin Baturetno-Wonogiri. Sifat tanah, warna kelabu kehitaman hingga hitam, tekstur lempung berat, struktur bunga kobis atau granuler hingga massif, konsistensi luar biasa teguh dan sangat lekat plastis bila basah, permeabilitas sangat lambat, kesuburan dan potensi tanah rendah. 2. Zone Tengah Jenis tanah pada zone tengah antara lain: Andosol dari bahan induk bahan abu Gunungapi Merbabu, Ungaran, Sindoro, Sumbing, Merapi Tua dan Lawu, teragihkan pada lereng atas hingga puncak gunungapi pada ketingian di atas 800 meter. Sifat tanah warna kelabu kecoklatan, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur, terasa berminyak (smeary) bila dipilin oleh pengaruh mineral gelas vulkanis amorf, permeabilitas sedang hingga agak cepat, kesuburan hingga potensi tanah agak tinggi. Tanah ini cocok untuk tanaman sayuran (holtikultura), tembakau, dan teh. Regosol dari bahan induk bahan gunungapi piroklastik dan lahar, sifat tanah sama dengan regosol pada uraian dimuka, agihan tanah pada lereng hingga kaki gunungapi Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Lawu Latosol dari batuan induk breksi, aliran lava, bahan gunungapi erupsi tua umur Pleistosen dari gunungapi Merapi Tua, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Lawu, pada lereng hingga kaki gunungapi yang berketinggian di bawah 800 m. sifat tanah warna coklat, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal, konsistensi geluh dan lekat bila basah, permeabilitas sedang hingga agak tinggi. Aluvial dari bahan induk endapan fluvial dari dataran banjir S. Progo, S. Opak, dan Bengawan Solo. Sifat tanah terkstur lempung berpasir, belum berstruktur, konsistensi lekat, permeabilitas lambat, kesuburan dan potensi tanah tinggi, tetapi timbul masalh drainase jelek dan banjir secara periodik selama beberapa minggu dalam satu tahun. 3. Zone Utara Jenis tanah pada zone utara adalah Grumusol-Regosol Kalkarik berasal dari batuan induk tufa napalan, pasir napalan, dan napal (marl). Sifat tanah warna kelabu sangat kelam, tekstur lempung berat, struktur granuler-masif, konsistensi sangat teguh, sangat lekat, dan plastis bila basah, permeabilitas sangat lambat, kesuburan dan potensi tanah rendah. Agihan tanah pada kompleks Kubah Sangiran, Gemolong, deretan Pegunungan Kendeng. Regosol Kalkarik, terdapat pada deretan Pegunungan Kendeng, topografi berbukit-bukit, sebagian besar gundul, terjadi erosi berat, solum tanah hanyut tinggal singkapan horizon C atau regolit hasil pelapukan fisik (disintergrasi) dari batupasir napalan dan napal. Grumusol (vertisol) dari induk bahan endapan lempung tua di daerah dataran alluvial daerah Demak, dan bahan endapan lereng kaki pegunungan pada jalur depresi sinklinorium antara Purwodadi hingga Blora. Warna tanah kelabu sangat kelam hingga hitam, tekstur lempung berat, struktur granuler massif, konsistensi sangat teguh, sangat lekat bila basah, permeabilitas lambat, kesuburan dan potensi tanah rendah hingga sedang. Jenis tanah Mediteran ini sering teragihkan dan berasosiasi dengan grumusol. Aluvial dari bahan endapan fluvial, pada dataran banjir sepanjang S. Serang, S. Juana, S. Lusi. Warna tanah kelabu, tekstur lempung berdebu hingga lempung berpasir belum berstruktur, konsistensi lekat, permeabilitas lambat, kesuburan dan potensi tanah agak tinggi, tetapi timbul masalah banjir dan drainase. Aluvial hidromorf (Gleisol), dari bahan endapan lempung pada depresi atau dataran berawa di Lembah Juana yang dikenal dengan Bengawan Silugangga. Warna tanah kelabu pucat akibat proses gleisiasi, tekstur lempung, tidak berstruktur atau berlumpur, konsistensi lekat, drainase sangat jelek, air tanah sangat dangkal bahkan tergenang air bila musim hujan, kesuburan dan potensi tanah rendah. Andosol-Latosol Mediteran, suatu asosiasi tanah pada suatu katena pada lereng gunungapi Muria dari puncak hingga dataran kaki gunungapi. Sifat tanah seperti pada uraian terdahulu, kesuburan dan potensi tanah agak tinggi karena berasal dari bahan gunungapi bersifat basaltis. Regosol-Aluvial salik dari bahan induk endapan pasir pantai dan endapan endapan fluvio marin di dataran alluvial pantai mulai dari Rembang-Juana-Demak-Semarang. Tekstur tanah pasir hingga lempung berpasir, struktur berbutir tunggal hingga massif, konsistensi lepas-lepas atau gembur atau lekat, drainase sedang hingga jelek, kandungan garam tinggi, kesuburan hingga potensi tanah rendah. Tanah ini hanya cocok untuk lahan tambak, baik tambak garam, tambak udang, maupun tambak bandeng. E. Hidrologi Sumber air di Jawa Tengah dan Yogyakarta adalah air hujan, air sungai, air danau, air tanah, dan mata air. Air ini dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, pertanian, industri kecil/ kerajian, dan pariwisata. Arah aliran sungai umumnya ke selatan atau ke utara. F. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dibagi atas 3 zone yaitu zone selatan, zone tengah dan zone utara. 1. Penggunaan Lahan di Zone Selatan Zone selatan dapat dibagi dalam tiga bagian yang sebagian besar merupakan daerah pegunungan, yaitu pegunungan Baturagung, Perbukitan Gamping Gunungkidul, dan Ledok Wonosari-Wonogiri. Disamping itu, khusus di daerah Parangtritis dan sekitarnya, kiranya dapat dimasukkan ke dalam zone selatan. Didaerah Parangtritis dan sekitarnya dikenal sebagai daerah dengan gumuk-gumuk pasir praktis tidak dimanfaatkan oleh penduduk, hanya di Parangtritis dan Parangkusuma terdapat kelompok permukiman yang menempati lahan berpasir. Permukiman di kedua tempat ini selain sebagai tempat tinggal, sebagian digunakan untuk warung dan penginapan. Di antara lahan berpasir masih terdapat sedikit lahan pertanian yang tidak tertutup pasir pantai. Tempat ini pada musim hujan dapat ditanami padi dan palawija. Di pegunungan Baturagung yang merupakan daerah berelief kasar, banyak lereng-lereng yang curam dengan tingkat erosi yang berat. Pada tempat-tempat yang memungkinkan mendapat air hujan, terdapat sawah-sawah berteras, yang pada musim hujan ditanami padi. Pada musim kemarau ditanami palawija, tembakau, atau bero. Lahan pertanian yang diolah, pada umumnya berbentuk tegal, pada musim hujan ditanami padi gogo, palawija seperti jagung, ketela pohon, kacang tanah, dan kedelai. Pada musim kemarau sebagian diberokan. Di tepi-tepi dan pematang tegal, banyak ditanami oleh rumput gajah. Lahan tegal sebagian dalam bentuk kebun campuran. Pada kebun campuran juga diolah untuk tanaman palawija, termasuk padi gogo, tetapi juga terdapat tanaman keras, seperti kelapa, pisang, bambu, pohon buah-buahan, dan tanaman kayu bakar. Di tempat ini juga terdapat pohon jati. Pada bagian-bagian yang berlereng curam, sudah diusahakan penghijauan dengan tanaman akasia, lamtoro gung, sonokeling, dan tanaman keras lainnya. Di daerah ini juga sudah dikembangkan tanaman perkebunan rakyat seperti jambu mente, cengkeh, dan kopi. Pada umumnya, lahan permukiman tersebar dalam kelompok perumahan yang kecil. Di tempat-tempat tertentu, misalnya di kota kecamatan atau tempat-tempat strategis di tepi jalan besar, kelompok perumahan lebih banyak dan lebih padat. Di sekeliling rumah terdapat pekarangan dengan berbagai tanaman keras seperti kelapa, buah-buahan, tanaman untuk kayu bakar dan kayu bangunan, bamboo, dan kayu jati. Perbukitan gamping Zone Selatan mempunyai ciri khas sebagai “topografi karst”. Kenampakan khas adalah bukit-bukit gamping yang juga disebut Conical Hills, Conical Karst, Sinoid Karst. Penggunaan lahannya juga menunjukkan ciri khas daerah karst. Di bagian puncak bukit sering masih terdapat semak belukar atau hutan sekunder. Akan tetapi sebagian besar sudah terbuka, sudah dijadikan tegal yang penuh batugamping berlubang-lubang (lapies). Tanaman utama di daerah ini adalah ketela pohon, disamping itu juga masih ditanami jagung, kacang-kacangan dan berbagai jenis tanaman keras untuk kayu bakar. Pada waktu musim kemarau diberokan, dan penuh dengan alang-alang. Di bagian puncak bukit tidak dijumpai permukiman. Di bagian lereng bukit-bukit karst dapat dijadikan lahan tegal dan pada umumnya sudah dibuat berteras-teras, dengan penguat batugamping. Tanaman utama di daerah ini adalah ketela pohon, jagung, dan cantle, di samping jenis kayu bakar, dijumpai permukiman penduduk, yang mempunyai ciri antara rumah yang satu dengan lainnya berjauhan. Di sekitar rumah dijumpai tanaman pekarangan seperti kelapa, pisang, bambu, pohon buah-buahan dan pohon-pohon lain untuk kayu bakar. Pada umumnya, perumahan di lereng-lereng bukit karst, tidak dapat dijangkau dengan kendaraan. Di lembah-lembah antara bukit-bukit karst (interconnected valleys) terdapat lahan yang subur, menempati doline atau ovula/ polye. Lapisan tanah cukup tebal, (khususnya Terra Rossa) dan lebih subur bila dibandingkan dengan di bagian puncak atau lereng bukit karst. Lahan pertanian di tempat ini digunakan untuk tegal yang pada umumnya berteras-teras. Di tempat ini juga dijumpai sawah tadah hujan yang pada musim hujan ditanami padi. Pada lahan tegal ditanami berbagai macam palawija, antara lain kacang tanah, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ketela rambat juga padi gogo. Pada umumnya lahan tegal di daerah ini dapat ditanami sampai 2 kali dan sesudah itu diberokan. Pada lahan sawah, sesudah tanaman padi, masih dapat ditanami palawija dan tembakau. Di lembah-lembah antara ini, baik di lahan tegal maupun di pematang-pematang sawah, banyak terdapat tanaman keras, antara lain kelapa, jati, pisang, akasia, sono dan tanaman lain untuk ternak, seperti lamtoro dan rumput gajah. Di tempat ini juga banyak dijumpai lahan permukiman. Kepadatan perumahan di tempat ini lebih besar bila dibandingkan dengan permukiman di lereng bukit karst. Tanaman pekarangan juga tampak lebih subur dan lebih padat. Seperti halnya tanaman pekarangan pada umumnya, tanaman kelapa dan pisang mempunyai kenampakan menonjol, di samping tanaman kayu bakar, kayu bangunan, bambu, dan pohon buah-buahan banyak terdapat di lahan pekarangan. Di lembah-lembah antara inilah sumber air terkumpul, karena di sinilah terdapat telaga sebagai sumber air utama bagi penduduk di daerah karst. Di daerah perbukitan karst, sudah dijadikan objek penghijauan dengan tanaman jati, akasia, sonokeling, dan clirisidae. 2. Penggunaan Lahan Di Zone Tengah Zone tengah merupakan daerah gunungapi, mulai dari puncak, lereng, kaki, sampai pada dataran alluvial. Dibandingkan dengan Zone Selatan dan Zone Utara, Zone tengah merupakan daerah yang lebih subur dengan penduduk yang padat. Bentuk penggunaan lahan di daerah ini adalah sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegal, kebun campuran, perkebunan, hutan, belukar, dan permukiman. Sawah irigasi terdapat hampir di seluruh Zone Tengah, kecuali di bagian puncak gunungapi. Hal ini dimungkinkan karena air irigasi, baik dari sungai-sungai maupun dari mata air-mata air, terdapat sampai lereng di bagian atas. Pada sawah yang dapat diairi sepanjang tahun dapat ditanami padi sampai 3 kali, dan juga merupakan sawah-sawah untuk tanaman tebu. Bahkan dibeberapa tempat sawah irigasi ditanami jeruk. Sawah-sawah irigasi yang tidak mendapat air irigasi pada musim kemarau, ditanami palawija (kacang tanah, kedelai, jagung, ketela rambat, dan ketela pohon), tanaman sayuran (cabe, terung, kacang-kacangan, tomat, bawang merah, kobis, bayem, dan lain-lain), serta tembakau. Pada sawah-sawah yang letaknya tinggi di atas pemukaan laut, dapat ditanami kubis, kentang, wortel, dan tanaman bunga. Sawah-sawah irigasi di lereng dan kaki gunungapi dibuat berteras-teras dan banyak diantaranya pada tepi teras sawah ditanami pohon-pohon besar, diantaranya pohon kelapa, dan munggur. Sawah tadah hujan terdapat di tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh air irigasi. Pada umumnya terletak di kaki-kaki bukit pada lahan berelief bergelombang. Pada musim kemarau ditanami palawija dan sayuran serta tembakau. Lahan permukiman pedesaan di Zone Tengah tersebar dalam kelompok-kelompok bervariasi. Lahan permukiman di antara sawah-sawah irigasi, tersebar dalam kelompok-kelompok besar, sebagian memanjang di tepi-tepi jalan besar atau di tepi sungai. Penggunaan lahan perkotaan di Zone Tengah, adalah perumahan penduduk. Lahan pekarangan di perkotaan kurang menonjol, sedang lahan di sekitar rumah pada umumnya ditanami tanaman hias dan tanaman perindang. 3. Penggunaan Lahan Zone Utara Penggunaan lahan di Pegunungan Kendeng dan Rembang yang merupakan pegunungan kapur, digunakan sebagai lahan pertanian, permukiman, perkebunan dan hutan budidaya. Lahan pertanian sawah dapat dijumpai di lembah-lembah, sebagian besar merupakan sawah tadah hujan dan sawah irigasi musiman. Lahan pertanian tegal terletak pada lereng-lereng atau bagian punggung-punggung pegunungan, ada yang sudah berteras namun sebagian besar belum berteras. Lahan untuk permukiman pada umumnya ada di tempat yang dekat dengan sumber air dan tepi-tepi rumah sering dapat dilalui kendaraan bermotor. Tanaman perkebunan yang terdapat di kedua pegunungan kapur ini adalah perkebunan kayu putih yang terdapat di dekat Gundih. Perkebunan rakyat dapat dijumpai pada lahan yang sempit, antara lain berupa perkebunan kopi dan cengkeh. Di sini terdapat juga hutan budidaya, khususnya hutan jati yang merupakan kenampakan umum, selain itu juga terdapat hutan mahoni. 4. Penggunaan Lahan di Lembah Antara Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang Penggunaan lahan pada daerah ini adalah untuk lahan pertanian dan permukiman. Lahan pertanian berupa sawah dan merupakan sawah irigasi musiman dan sebagian berupa sawah tadah hujan. Di tepi-tepi jalan raya, khususnya di tempat pertemuan arus lalu lintas yang ramai dan di kota-kota kecil banyak dijumpai tempat-tempat untuk pelayanan seperti sekolah, perkantoran, pos keamanan, dan lain sebagainya. Penggunaan lahan di dataran alluvial pantai utara antara kota Rembang dan Kaliori didominasi lahan tambak, baik berupa tambak garam, tambak udang, dan tambak bandeng. Tambak udang banyak di jumpai di bagian barat dekat Juana dengan karakteristik tanggul-tanggulnya lebih lebar dan kuat. Di daerah ini banyak lahan sawah diubah bentuk penggunaan lahan menjadi tambak udang. Lahan yang jauh dari pantai dan tidak dipengaruhi oleh air laut pada waktu pasang, digunakan untuk sawah yang dapat ditanami padi sepanjang tahun. Pada dataran rendah sudah banyak jalan besar yang menghubungkan kota-kota setempat dan antarkota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Semarang-Demak-Kudus-Pati-Juana-Rembang dan sampai ke Surabaya. Dengan kemudahan transportasi, maka di kanan-kiri jalan besar banyak digunakan sebagai daerah usaha atau pabrik. Lahan di Gunung Muria pada bagian atas tertutup hutan, sedang di bagian bawah sudah diusahakan sebagai lahan pertanian, tegal dan perkebunan. Dataran rendah antara Demak-Semarang merupakan daerah persawahan sepanjang tahun dengan tanaman pokok padi. Tetapi pada daerah ini juga merupakan daerah banjir. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. STOP SITE 1.1 Lokasi Stop Site : Sangiran Lokasi Administrasi : Ds. Krikilan, Kec. Kalijambe, Kab. Sragen, Jawa Tengah. Sangiran terletak pada ketinggian 137 M dpt. Sebenarnya situs Sangiran ini terletak di dua wilayah yaitu wilayah Ds. Krikilan, Kec. Kalijambe, Kab. Sragen dan wilayah Ds. Krendowahono, Kec. Gondangan, Kab. Karanganyar yang dipisahkan oleh kali Cemoro. Jarak Sangiran ± 10 km di utara kota Solo dan luasnya 52 km2. Lokasi Astronomis : 727’46,2” LS dan 11049’42,16” BT Kondisi Geosfera : a. Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. b. Aspek Geomorfologi Dan Geologi 1. Aspek Gemorfologi Sangiran merupakan sebuah dome/ sebuah komplek perbukitan yang mengalami proses pengangkatan. Situs Sangiran terdiri dari empat formasi batuan yaitu : • Formasi Notopuro • Formasi Kabuh • Formasi Pucangan • Formasi Kalibeng Dome Sangiran dipisahkan oleh kali Cemoro yang merupakan sungai antisedent yaitu sungai yang tetap mempertahankan alirannya walaupun daratan di kiri kanannya mengalami pengangkatan proses-proses geomorfologi yang terjadi disini biasanya berupa erosi dan pengangkatan. Di Sangiran juga terdapat suatu stratigrafi atau suatu perlapisan yang terjadi karena aktivitas mud-volcano dan aktivitas marine. Sangiran merupakan sebuah perbukitan yang mengalami pengangkatan dimana daerah ini dulunya merupakan daerah payau atau laut dangkal yang terangkat, sehingga di sini dapat ditemukan sisa-sisa endapan aktivitas laut dangkal ataupun sisa fosil-fosil dari kehidupan zaman purba. Tiap-tiap stratigafi atau perlapisan mempunyai sifat-sifat yang berbeda-beda. Fosil-fosil yang ditemukan di Sangiran terdapat pada formasi atau lapisan Pucangan dan Kalibeng. Pada formasi Notopuro atau Kabuh tidak ditemukan fosil-fosil ini. 2. Aspek Geologi Sangiran merupakan sebuah kubah yang tengahnya tampak berlubang atau bolong. Pada zaman pleosen, formasi Kalibeng merupakan atau dalam formasi Kalibeng terdapat litologi gamping. Formasi tersebut mengintepretsikan bahwa dahulu Sangiran diperkirakan mengalami suatu zaman laut dangkal. Pada saat zaman Pleosen akhir terjadi suatu proses pengangkatan, dan saat itu tidak terjadi proses pengendapan atau sedimentasi. Tetapi terjadi proses erosi. Proses erosi ini mencirikan suatu ketidakselarasan. Pada fase ini terdapat suatu proses sedimentasi yang hilang. Pada saat memasuki zaman plestosen bawah pada formasi Pucangan bawah terdapat suatu breksi vulkanik yang berwarna coklat. Juga terdapat breksi dengan pasir vulkanik atau tuff. Sehingga ini mencirikan adanya aktivitas vulkanik dari gunung Lawu, Merbabu, ataupun dari gunungapi di laut. Daerah ini diperkirakan mengalami penurunan sehingga disebut breksi laut. Terdapat batu lempung hitam yang berwarna hijau yang mencirikan daerah ini berupa laut menengah sampai dalam. Formasi Kabuh terdiri atas konglomerat atau breksi dengan penciri batu pasir dengan struktur silang siur. Artinya merupakan suatu kawasan peralihan dari laut dalam ke laut dangkal menjadi suatu kawasan transisi atau kawasan muara atau kawasan delta atau kawasan pasang surut. Formasi Notopuro pada zaman plestosen atas terdapat suatu aktivitas vulkanik yang tinggi (aglomerat dan tuff). Batuannya berupa piroklastik yang dominan. Formasi ini sangat kaya akan fosil. Fosil manusia terdapat pada formasi Kabuh karena berangsur-angsur dari payau ke darat. Batuan membentuk perlapisan batuan. Setiap lapisan mempunyai sifat yang berbeda yaitu permeabel dibagian atas dan impermebel dibagian bawah. Jika ada air hujan mengalami infiltrasi dan perkolasi yang akan tertahan oleh batuan, sehingga akan membentuk bidang glincir. Lempung batuan berasal dari proses pencucian yang terkumpul. c. Hidrologi Di bagian lembah atau cekungan dome Sangiran terdapat atau mempunyai air tanah yang dangkal sedangkan di bagian atas air tanahnya dalam. Karena air lari atau mengalir menurut deep. Sehingga vegetasi yang tumbuh banyak. Di Sangiran terdapat sungai Cemoro yang merupakan sungai antisedent (sungai yang mampu mempertahankan arah alirannya meskipun didaerah sekitarnya terjadi proses pengangkatan yang disebabkan oleh gaya endogen) yang menjadi tempat berkumpulnya air. d. Tanah Jenis tanah di situs Sangiran merupakan tanah grumusol. Pada saat musim kemarau terjadi suatu retakan, karena kandungan lempungnya yang tinggi. Tanah grumusol ini mempunyai sifat kembang kerut. • Keuntungan : dapat menahan air dengan baik sehingga tanahnya subur. Saat musim kemarau tanaman dapat tumbuh dengan subur dan baik. • Kelemahan : jika untuk membangun sebuah bangunan tidak cocok karena mudah retak sehingga menjadikan kondisi bangunan tidak kuat. e. Penggunaan Lahan • Jenis penggunaan lahan - Sawah - Tegalan • Jenis vegetasi Alami : Rumput dan semak belukar Budaya : Padi, ketela, kacang-kacangan, palawija, Jati dll • Pola - Pola tanam di Sangiran dikakukan secara terus menerus. f. Kondisi Sosial Masyarakat Di daerah situs Sangiran mata pencaharian masyarakatnya bermacam-macam. Ada yang berkerja sebagai petani, pedagang, maupun sebagai pengrajin barang-barang kerajinan tangan seperti kerajian dari batu-batuan. Karena daerah Sangiran merupakan sebuah dome sehingga hanya daerah yang rendah atau lembahnya saja yang digunakan sebagai daerah pertanian untuk menanam tanaman yang potensial seperti padi. Hal ini dikarenakan keterkaitan dengan ketersediaan air yang diperlukan untuk tumbuh tanaman tersebut.sedangkan daerah atas kurang bisa dimanfaatkan karena airnya cukup sulit. Sehingga sektor pertanian di Sangiran kurang bisa diandalkan oleh masyarakat di sana. Karena pertanian disini dianggap kurang bisa diandalkan oleh masyarakat, maka banyak masyarakat yang pindah ke sektor lain seperti pengrajin maupun pedagang dari barang-barang kerajinan tersebut. Masyarakat di sini banyak yang membuat barang-barang kerajinan dari batu-batuan yang merupakan ciri khas dari Sangiran. Sedangkan pedagang-pedagang yang berjualan di sekitar situs Sangiran banyak yang menjual barang-barang kerajinan dari batu dan miniatur-miniatur fosil. Tapi sebenarnya fosil-fosil yang merek jual itu palsu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ada pedagang yang menjual tengkorak bukan manusia purba yang berasal dari kuburan yang tersingkap dan mengatakan pada pembeli mereka bahwa tengkorak tersebut merupakan fosil manusia purba. Sedangkan adanya undang-undang dari pemerintah yang mengatur tentang pelarangan terhadap perdagangan benda-benda bersejarah khususnya disini fosil manusia purba, ternyata tidak begitu berpengaruh terhadap pedagang-pedagang kecil yang ada disekitar situs Sangiran. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari pedagang tersebut tidak terlalu memusingkan dan bahkan tidak mengetahui tentang aturan tersebut begitu juga dengan pembelinya. Sehingga ada atau tidak ada aturan tersebut, penghasilan mereka tetap sama. Kadang-kadang banyak, kadang-kadang sedikit. g. Potensi Sumberdaya Daerah Sangiran dapat dikembangkan sebagai daerah pariwisata maupun sebagai daerah penelitian karena Sangiran merupakan suatu laboratorium alam untuk beberapa bidang ilmu sekaligus yang merupakan jembatan untuk mengetahui segala sesuatu yang ada pada masa lampau baik benda hidup maupun benda matinya. h. Potensi bencana Sedangkan potensi bencana yang sangat mungkin terjadi di daerah Sangiran ini adalah longsor dan kekeringan (di atas bukit) karena airnya cukup sulit. B. STOP SITE 1.2 Lokasi Stop Site : Perbukitan Kendeng/ Kendeng Hills. dari Jawa Tengah bagian timur sampai Jawa Timur (Surabaya). Lokasi Administrasi : Ds. Gundi, Kec. Geyer, Kab. Grobogan. Jawa Tengah Lokasi Astronomis : 7o11’49” LS dan 110o53’49” Kondisi Geosfera : a. Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2° C setiap tahun. b. Geomorfologi dan Geologi Didominasi oleh batuan Tmfk yaitu formasi Kalibeng yang terdiri atas napal pejal dibagian atas, napal bersisipan batupasir tufan bintal batugamping dibagian bawah. Batuan tersebut menandakan tidak pada laut atau litoral atau laut dangkal. Perbukitan Kendeng ini terjadi karena proses pengangkatan. c. Hidrologi Kondisi hidrologi di sini dapat dibagi menjadi : Kawasan bukit : air tanah dalam. Kawasan lembah : air tanah dangkal. d. Tanah Tanah di daerah perbukitan Kendeng merupakan jenis tanah mediteran dan grumusol, dimana tanah grumusol dicirikan oleh tekstur lempung yang mempunyai sifat kembang kerut sehingga sangat labil untuk melakukan gerakan. Batuan induk berasal dari endapan berkapur dan gamping napalan. Sifat tanah Mediteran warna merah kekuningan hingga merah kecoklatan, tekstur lempung, struktur granuler-gumpal, konsistensi teguh, sangat lekat bila basah, permebealitas lambat, kesuburan dan potensi tanah rendah-sedang. Jenis tanah Mediteran ini sering teragihkan dan berasosiasi dengan grumusol. e. Penggunaan lahan Di daerah perbukitan Kendeng sangat tidak cocok untuk permukiman karena tanahnya berupa tanah grumusol yang mudah retak karena sifat kembang kerutnya. Di perbukitan Kendeng banyak ditanami rumput karena rumput dapat mengurangi longsor ini merupakan konservasi lahan secara vegetatif. Sedangkan konservsi lahan secara mekaniknya dengan cara membuat jalan air. Penggunaan lahan pada daerah ini, sebagian besar adalah digunakan untuk perkebunan kayu putih. Tanaman kayu putih ini dianggap tanaman yang ideal untuk ditanam di daerah tersebut yang tanahnya berupa tanah Litosol dengan kandungan kapur yang tinggi. Perbukitan Kendeng juga dimanfaatkan untuk jalur sarana kereta api. Sedangkan untuk mencegah atau mengurangui getaran, rel kereta api diberi bantalan kayu dan krikil. f. Kondisi Sosial Masyarakat Permukiman yang di perbukitan Kendeng jarang ditemukan, karena tanah di daerah ini bersifat kembang kerut (yaitu berjenis grumusol) dan juga kemiringan lerengnya besar sehingga tidak cocok untuk perumahan. g. Potensi Sumberdaya Potensi Sumberdaya di perbukitan Kendeng adalah berupa tanaman kayu putih dan pohon jati. h. Aspek Bencana Di daerah perbukitan Kendeng sangat rawan sekali terjadi longsor dan erosi. Hal ini ditunjukkan adanya gerakan tanah atau longsor. Faktor yang menyebabkan longsor yaitu: Iklim: yang berpengaruh adalah curah hujannya. Iklim ini berfungsi sebagai pemberat atau penambah gaya gravitasi dan sebagai media luncur. Litologi atau batuan: batuan disini mudah longsor karena adanya lapisan selang seling antara lapisan yang bersifat permeabel dan yang bersifat impermeabel dan kemiringan perlapisan batuan makin besar, sehingga erosi juga besar. Kegempaan: daerah yang sering gempa, tanah dan batuannya sering terganggu (retak, patah) sehingga mempercepat longsor. Aktivitas manusia baik menggarap lahan maupun memanfaatkan sebagai media pertanian. Di perbukitan Kendeng ini paling banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan diperparah oleh jalur yang dilintasi kereta api sehingga tanahnya mudah retak. C. STOP SITE 1.3 Lokasi Stop Site : Tambak Garam Jono Lokasi Administrasi : Ds. Jono, Kec. Tawangharjo, Kab. Grobokan Lokasi Astronomis : 075’29’dan 11058’8“ Kondisi Geosfera : a. Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. b. Aspek Geologi dan Geomorfologi Proses geologi yang terjadi di daerah tambak garam Jono sama seperti proses geologi yang terjadi di daerah situs Sangiran. Di daerah ini pada saat zaman pleosen tengah kawasan sebelah utara masih berupa laut lepas yaitu berupa laut tertutup. Kemudian untuk beberapa kali mengalami suatu proses pengangkatan sehingga akhirnya terbentuk suatu daratan. Pada zaman pleosen atas terjadi proses pengangkatan.dan sangat intensif terjadi di utara. Pada saat itu antiklinarium Rembang, Gemolong sudah terbentuk, sedangkan Sangiran baru terbentuk. Zaman pleosen atas kemudian masa transgresi kemudian air laut jadi menggenang. Air laut naik secara drastis. Transgresi menyebabkan air laut susut. Kemudian bakal Kendeng, Rembang, Gemolong dan Sangiran naik sehingga terjadi genangan atau danau-danau air asin. Merupakan sisir laut yang terjebak. Di utara dibatasi oleh antiklin Rembang. Selatan di batasi oleh igir Kendeng, sedangkan bagian timur oleh gunung Lawu. Dan akhirnya sedimentasi berjalan, sehingga danau-danau air asin tersebut, sehingga air laut terjebak dalam sedimentasi tersebut dan menjadi air connate (air fosil) yang mempunyai kandungan garam tinggi. Sedangkan dari aspek geomorfologi merupakan Mintanat Randu Blantung yang merupakan suatu zona atau drepresi atau cekungan yang dibatasi di bagian selatan oleh igir Kendeng sedangkan di bagian utara oleh antiklinarium Rembang. c. Hidrologi Keadaan hidrogi atau kondisi air di daerah tambak garam Jono airnya termasuk air purba. Dimana terjadi jebakan (connate water), yaitu kubah garam besar yang merupakan hasil aktivitas laut pada zaman purba. Faktor penyebab terjadinya connate water : Adanya faktor panas: yang disebabkan adanya kontak dengan magmatisme. Adanya proses yang menyebabkan air naik ke atas karena adanya tekanan yang memanasi air connate atau air fosil tersebut yang mempunyai kandungan garam yang tinggi. Suhu yng ada di bawah lebih tinggi dari suhu air maksiml yitu 45 C minimal 18 C. d. Tanah Jenis tanah di kawasan Jono adalah regosol dari bahan induk endapan pasir dari pantai dan endapan fluvial marin di dataran aluvial pantai. Tekstur tanah pasir hingga lempung berpasir, struktur berbutir tunggal, konsistensi lepas, drainase sedang hingga buruk, kandungan garam tinggi, kesuburan dan potensi tanah rendah. Tanah ini hanya cocok untuk lahan tambak, misal: tambak garam maupun tambak bandeng. Daerah ini mempunyai tingkat kesuburan tanah yang kurang karena tanahnya yang kembang kerut sulit mendapatkan permukaan tanah yang panas atau dengan suhu yang tinggi pada saat musim kemarau,sehingga produktifitas pertaniannya rendah. e. Penggunaan Lahan. Jenis penggunaan lahan. - Sebagai tambak atau ladang garam darat. - Sebagai lahan pertanian terutama tanaman padi. Jenis vegetsi - Vegetasi atau tanaman yang dibudidayakan disini adalah padi. Pola - Sedangkan pola tanam di sini dilakukan secara terus-menerus. f. Kondisi Sosial Masyarakat Sebagian besar masyarakat di sini bermata pencaharian sebagai petani garam, tetapi ini bukan merupakan mata pencaharian mereka yang utama. Menurut mereka bertani garam hanya merupakan pekerjaan sampingan mereka. Pekerjaan mereka yang utama yaitu sebagai petani padi. Tetapi sebenarnya bidang ini kurang bisa diandalkan Karena tanah disini kurang subur karena disebakan oleh kandungan garamnya yang tinggi. Walaupun demikian sebenarnya bertani garam juga kurang bisa diandalkan karena ketersediaan air asin sebagai bahan baku utamanya tidak selamanya ada. Air asin ini seiring dengan waktu, lama-kelamaan pastilah akan habis Sedangkan proses pembuatan garam yaitu dengan cara menjemur air asin yang diambil dari sumur-sumur connate water yang diambil dengan cara menimba kemudian dialihkan ke kolam-kolam kecil melalui bambu sebagai tempat penampungan sementara. Kolam tersebut di tempatkan pada suatu rumah kecil yang sering disebut dengan klakah. Klakah-klakah ini merupakan milik perseorangan. Dahulunya di sini ada sekitar 400 klakah, tetapi sekarang sudah berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya air asin yang merupakan bahan utama dalam pembuatan garam di daerah Jono ini. Kemudian air yang ada di klakah dipindahkan ke bambu-bambu yang telah dipotong menjadi dua dan kemudian dijemur. Kemudian setelah kering akan berubah menjadi kerak-kerak yang rasanya asin. Kerak-kerak itulah yang diambil atau sudah menjadi garam. Untuk menjemur garam digunakan media bambu karena harganya yang relatif murah, efisien dan ringan. Bambu-bambu tersebut dapat dipakai selama satu tahun. Bambu tersebut dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian atas, tengah, dan bagian bawah. Dalam pembuatannya juga diurutkan dari bagian bawah yang paling bawah dan seterusnya. Bambu yang sudah rusak dan tidak dipakai lagi dapat direndam dan dimanfaatkan untuk membuat gedok. Garam tersebut dalam proses pembuatannya memakan waktu delapan sampai sepuluh hari menghasilkn kurang lebih 0,5 kwintal dengan harga jual Rp. 800,00 per kilo dalam keadaan basah. Distribusi penjualan garam ini di pasar sekitar sampai daerah Nggondong. Biasanya para petani garam disini menjual garam di suatu tempat penampungan kemudian didistribusikan sampai daerah Solo, Klaten, dan daerah sekitarnya. Dahulu disini ada suatu koperasi yang anggotanya para petani garam, tetapi sekarang hilang seiring dengan menyusutnya air asin. D. STOP SITE 1.4 Lokasi Stop Site : Bledug Kuwu Lokasi Administrasi : Ds. Kuwu, Kec. Kradenan, Kab. Grobokan, Jawa Tengah Lokasi Astronomis : 7o37’30’’ LS - 111o12’40’’ BT Kondisi Geosfera : a. Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. b. Kondisi Geologi dan Geomorfologi 1. Proses Geologi Sebenarnya proses geologi yang terjadi di daerah Bledug Kuwu sama seperti yang terjadi di Jono.yaitu proses diafer dimana tekanan dari bawah ke atas dipengaruhi oleh tenaga dalam bumi yang tinggi. Material yang dibawa atau dikeluarkan berupa uap, gas, air dan lumpur yang dapat membalikkan tanah yang berada di atasnya. Ini merupakan peristiwa mud volcano atau lumpur gunungapi. Karena tekanannya yang lebih besar, sehingga di Bledug Kuwu ini diperkirakan lebih dekat dengan pusat tekanan. 2. Proses geomorfologi Tekanan dari bawah mampu menerobos lapisan di atasnya sehingg lumpurnya keluar (antiklinarium Rembang) Tekanan yang dikeluarkan keatas tidak membentuk lipatan atau bukit. Tanah terangkat ke atas dan akibatnya tekanan yang tinggi dilepaskan. Material yang dikelurkan berupa air, uap, ,gas dan Lumpur. Jika tenaga yang di keluarkan habis, permukaannya datar lagi dan jika ada tenaga lagi, permukaannya naik keatas lagi. 3. Kaitan antara Bledug Kuwu dengan Porong Sedangkan kaitan antara semburan Bledug Kuwu dan porong yaitu proses keluarnya yang sama, keduanya sama-sama terletak pada depresi Randu Blantung. Sedangkan perbedannya di Porong (Lapindo) tekanannya lebih besar karena diperkirakan berada pada antiklin, sedangkan di Bledug Kuwu lebih kecil. c. Hidrologi Keadaan air di sini asin kerena termasuk connate water atau air jebakan. d. Tanah Kondisi tanah di daerah Bledug Kuwu sangatlah labil. Jenis tanahnya mediteran, ini dicirikan dengan tekstur lempung. Dari peta geologi Dr AJ Panekoek, bahwasanya tanah-tanah yang ada bledugnya adalah jenis Aluvial Plains (tanah endapaan atau tanah mengendap) bersamaan dengan meletupnya bledug, keluarlah uap, gas dan air garam. Suara bledug terjadi karena muntahnya kawah yang berupa Lumpur dengan warna kelabu atau kelabu kehitam hitaman, tetapi kalau dicampur dengan air maka akan menjadi putih. Apabila diendapkan air endapan Bledug Kuwu adalah tanah kapur dan tepat sekali apabila disitu dulunya laut kemudian menjadi daratan, karena erosi dari gunung kapur sudah tentu tanah endapannya mengandung kapur. e. Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan lahan - Sebagai tempat pariwisata - Sebagai tambak garam - Pertanian Jenis Vegetasi - Padi Pola - Pola tanam dilakukan secara terus-menerus, irigasi berasal dari air hujan sehingga jenis padi yang dihasilkan yaitu padi gogo. f. Kondisi Masyarakat Mata pencaharian masyarakat di sini sebagian besar sebagai petani, penambak garam, serta berdagang di sekitar daerah priwisata Bledug Kuwu. - Ladang garam terdapat di sekitar lokasi letupan Bledug Kuwu. Air Lumpur yang keluar rasanya asin dan di alirkan ke suatu tambak. - Lahan pertanian kurang intensif kurang intensif karena irigasi hanya mengandalkan air hujan. g. Aspek sumberdaya dan Potensi Bencana Fenomena yang unik dari setiap letusan yang ada di Bledug Kuwu berupa pemikat atau dapat menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi para wisatawan sehingga tempat ini dapat dijadikan suatu obyek wisata. Selain itu, kandungan garam yang ada relatif tinggi, sehingga air yang keluar dari mud volcano dapat dijadikan garam dan tempat tersebut berpotensi untuk tambak garam. Bencana yang mungkin terjadi adalah apabila pusat letusan berpindah-pindah akibat retakan yang ada di kawasan ini, dimana jika tidak ada keseimbangan maka akan meletus di tempat lain di dalam zone. Hal ini akan sangat berbahaya bagi para pengunjung atau wisatawan yang berkunjung jika sewaktu-waktu pusat letupan pindah tempat. Usaha yang dilakukan untuk meminimalkan korban dari letupan yang berpindah adalah dengan cara memberikan pagar pembatas untuk tempat yang berbahaya,namun pagar tersebut telah rusak dan pengunjung dapat keluar masuk mendekati letupan tersebut. E. STOP SITE 1.5 Lokasi Stop Site : Antiklinarium Rembang Lokasi Administrasi : Ds. Sendangharjo, Kab. Blora, Jawa Tengah Lokasi Astronomis : 727’16” LS dan 11054’38” BT Kondisi Geosfera : a. Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7° C-30,2° C setiap tahun. b. Proses Geolgi dan Geomorfologi Daerah ini merupakan zone kawasan Antiklinarium Rembang yang merupakan antiklin yang panjang. Di Sendangharjo ini banyak ditemukan batugamping terumbu koral. Deep Strike batugamping ini merupaakan cermin sesar. Terdapat barit–berit akibat patahan yang berada di sebelah dalam. Di utara Randu Blantung terdapat antiklinal patah yang kemiringan lerengnya sampai mengarah ke pantai Jawa . Di bagian atas berupa batugamping terumbu koral yang menandakan bahwa dahulu kawasan ini merupakan bekas kawasan marine. Di sini terdapat banyak batugamping. Sedangkan batuan yang ditumpanginya berupa batuan breksi yang merupakan batuan endapan batuan sedimen tua yang merupakan endapan Muria tua yang dulunya terpisah karena dulu merupakan volkan di tengah lautan. Karena adanya sedimen, sehingga menyambung dengan Jawa . Jenis batuan breksi berfrakmen andesit. Fraksi pasir-pasiran dari butir-butir tuff. Sedangkan warna putihnya karena merupakan abu vulkanik. Ini terbentuk karena kondisi laut menengah sampai dalam kemudian mengalami pengangkatan kemudian terbentuk marine perlipatan sampai pada antiklinarium. c. Hidrologi Pada umumnya batuan yang mengandung kapur tidak mampu menyimpan air karena mempunyai porositas yang tinggi (mudah meloloskan air). Batuan tersebut mempunyai panas atau lubang atau retakan yang air dapat masuk menjadi aliran bawah tanah sehingga di daerah ini kesulitan untuk mendapatkan air permukaan. d. Tanah Di antiklinarium Rembang ini mempunyai solum tanah yang dangkal dan langsung berbatasan langsung dengan batuan induk sehingga dapat diketahui bahwa tanah di sini adalah latosol. Tanah ini banyak mengandung pasir dan mempunyai tingkat kesuburan tanah yang kurang karena tanahnya mempunyai sifat sulit menahan air,maka sulit mendapat air permukaan. e. Penggunaan Lahan Lahan digunakan sebagai perkebunan dan didominasi oleh hutan dengan status kepemilikan adalah milik pemerintah. f. Kondisi Masyarakat Pada stop site ini tidak ditemukan perumahan dikarenakan relief yang tidak rata sehingga tidak cocok untuk penggunaan lahan permukiman g. Potensi Bencana - Bisa terjadi erosi - Longsor dapat mengancam daerah ini karena mempunyai tanah yang teksturnya lepas. h. Potensi Sumber Daya Daerah ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai lahan hutan jati yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. F. STOP SITE 2.1 Lokasi Stop Site : Pantai Kartini Lokasi Administrasi : Ds. Tasikagung, Kec. Rembang, Kab. Rembang, Jawa Tengah. Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Propinsi Jawa Tengah dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura). Laut Jawa terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas permukaan air laut. Batas Wilayah Kabupaten Rembang : • Sebelah utara : Laut Jawa. • Sebelah timur : Kab. Tuban, Jawa Timur • Sebelah selatan : Kab. Blora. • Sebelah barat : Kab. Pati. Lokasi Astronomis : 111o00'-111o 30' BT dan 6o30'-7o 6' LS Kondisi Geosfera : 1. Kondisi Iklim Daerah Kabupaten Rembang terletak antara ketinggian 0 M sampai 806 M dari permukaan air laut, dengan kondisi cuaca berkisar antara 23o-35oC, dengan curah hujan rata-rata pertahun ± 1.044 cm3/tahun. 2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi Batuan dasarnya berupa granit, dimana pada bagian atas terdapat sedimentasi dari darat dan marine. Endapan yang berasal dari darat yaitu dari kepulauan (Jawa dan Kalimantan); materi berupa hasil proses fluvial dan vulkanisme. Di pantai Kartini ini tidak terdapat pasir putih, koral, dan batu gamping karena pantainya keruh akibat tercampur dengan sedimentasi dari darat, sehingga proses di sekitar laut sulit berkembang menjadi pantai. Batuan dasarnya tidak rata (banc area basin) mengalami graben dan Horst. Karena tertutup sedimentasi dari kepulauan dan Craton (Jawa dan Kalimantan) serta aktivitas marine, maka ketidakrataannya tertutup sehingga permukaannya menjadi rata. Di pantai utara mengadung potensi hidrokarbon yang melimpah. Cekungan minyak banyak terdapat di utara Jawa (karimun, Cirebon, pangean (madura)). Walaupun sebenarnya minyak tidak terbentuk di daerah ini, namun ini merupakan terminal terakhir, ini merupakan suatu cekungan yang stabil dari tektonisme, sehingga baik sebagai tempat pematangan minyak. 3. Kondisi Hidrologi Air tanah dangkal merupakan air tawar. Sedangkan air tanah dalamnya berupa air asin. Apabila pengambilan air tanah berlebihan, akan menyebabklan batas air laut dan air tawar akan naik sehingga terjadi intrusi. Jika ini dibiarkan terus menerus, maka air tawar akan habis (air tanahnya menjadi asin). Cara yang dilakukan untuk mencegah intrusi : 1) Mengatur pengambilan air tanah. 2) Memperbaiki daerah resapan di atasnya dengan cara meminimaliasi penggunakan lahan daerah resapan sebagai bangunan. 3) Melindungi garis pantai dengan vegetasi (mangrove). 4) Sebenarnya sudah terdapat hutan mangrove, tapi keberadaannya tidak berfungsi secara optimal (luas areal mangrove semakin berkurang) karena digunakan sebagai tambak dan permukiman. Hal ini mengakibatkan ekosistem di pantai utara Jawa rentan terjadi kerusakan. 4. Kondisi Tanah Jenis tanah didominasi oleh tanah regosol, yang dicirikan oleh tekstur pasir. Tanah ini tidak subur karena pasir ini berasal dari hasil proses hempasan dari gelombang laut. Ini sangat berbeda dengan kawasan delta. Karena kawasan delta tanahnya berasal dari sedimentasi dari daratan sehingga keseburan tanahnya tinggi. Tanah regosol ini bersifat mudah meloloskan air. Sehingga vegetasi yang tumbuh tidak subur karena kekurangan air. 5. Kondisi Penggunaan lahan (landuse) a. Jenis Penggunaan Lahan Daerah yang dekat dengan pantai didorong oleh aktivitas pantai yaitu untuk usaha tambak (ikan dan garam) dan tempat pelelangan ikan. Daerah yang agak jauh dari pantai usaha pertaniannya berjalan intensif, dengan pola tanam banjir padi-padi. Air disuplai dari atas. b. Jenis Vegetasi Vegetasi alami : berupa mangrove, baringtonia Vegetasi buatan : berupa padi, tebu. c. Pola Pola permukiman memanjang di sepanjang jalan dan memanjang di sepanjang sungai. 6. Kondisi Masyarakat a. Di pantai utara lebih berkembang dibanding selatan karena di utara berkembang sekitar ekonomi riil yaitu usaha tambak (garam, ikan) dan pelelangan ikan. Sedangkan di selatan yang berkembang adalah sektor ekonomi makro yaitu pariwisata. b. Terdapat 2 budaya berbeda yaitu: Budaya pantai, yaitu mata pencaharian menjadi nelayan, dimana perputaran uangnya harian. Karakteristik manusianya mempunyai suara yang keras karena dipengaruhi oleh kondisi lingkunagn sekitar (suara manusia bersaing dengan ombak). Budaya darat, yaitu bergantung pada lahan pertanian, sehingga perputaran uang antara 3-4 bulan . Kehidupan masyarakatnya terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang cukup mencolok, karena biasanya status ekonomi nelayan menengah ke bawah. Kebanyakan mereka kekurangan modal sehingga harus hutang pada tengkulak. Untuk mengembalikan utang tersebut harus dengan bunga yang besar. Kemungkinan lainnya harga jualnya ditentukan oleh tengkulak. Yaitu tengkulak-tengkulak itu membeli dari nelayan dengan harga rendah dan menjual dengan harga yang tinggi. 7. Potensi Sumberdaya a. Dimungkinkan untuk perkembangan sektor pariwisata b. Penghasil minyak bumi. Karena perairan utara berupa suatu cekungan yang stabil dari teknologi. c. Pengembangan kawasan tambak (garam dan bandeng) d. Karena untuk mamanfaatkan musim yang ada, pada musim kemarau disunakan untuk tambak garam serta mempunyai kadar salinitas yang tinggi. Dan jika musim penghujan tidak mungkin dilakukan kegiatan tambak garam, sehingga dimanfaatkan untuk tambak bandeng. Serta bandeng sangat cocok di perairan payau. 8. Potensi Bencana a. Banjir yaitu airnya dapat berapat berasal dari darat dan laut. b. Dari darat: jika musim hujan, maka air yang mengalir dari sungai tidak dapat mengalir ke laut sehingga menggenangi daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan karena wilayahnya berupa dataran yang benar datar (plate). c. Dari laut: akibat air laut yang pasang, sehingga menggenangi daratan di sekitarnya. d. Gelombang pasang. e. Terendamnya garis pantai karena naiknya muka air laut. G. STOP SITE 2.2 Lokasi Stop Site : Tambak Bandeng dan garam. Lokasi Administrasi : Ds. Karangsekar, Kec.Kaliori, Kab. Rembang, Jawa Tengah Lokasi Astronomis : 06o 41’ 57”2” LS dan 111o 17’ 52,1” BT. Kondisi Geosfera : 1. Kondisi Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. 2. Kondisi Geologi Jenis batuannya berupa sedimen, yaitu: batuan yang merupakan akumulasi dari aktivitas batuan yang sudah ada sebelumnya/ merupakan hasil aktivitas kimia/ organik yang terbentuk lapis demi lapis pada permukaan bumi sebelum melaui proses litifikasi. Struktur batuannya perlapisan/ stratigrafi. 3. Kondisi Hidrologi Air tanah dangkal merupakan air tawar, sedangkan air tanah dalamnya berupa air asin. Apabila pengambilan air tanah berlebihan, akan menyebabklan batas air dan air tawar akan naik sehingga terjadi intrusi. Jika dibiarkan terus menerus, maka air tawar akan habis (air tanahnya menjadi asin). 4. Kondisi Tanah Air tanah adalah aluvial yaitu ini terbentuk hasil proses flufial. Secara alami proses ini diakibatkan oleh kerja tanah erosi, transpotasi (pengetahuan) dan penimbunan (sedimentasi). Tanah aluvial ini mempunyai tekstur lempung. Sebenrnya jenis tanah ini sangat cocok untuk pertanian, namun karena dipakai untuk tambak garam, maka kadar tinggi sehingga menyebabkan daun-daunnya mudah kering, sehingga vegetasi tidak dapat berkembang dengan baik. 5. Kondisi Penggunakan Lahan (landuse) Lahan digunakan untuk tambak untuk tambak bandeng dan tambak garam. a. Tambak Bandeng Diusahakan pada saat musim penghujan . Syaratnya : • Airnya harus payau (tidak asin dan tidak tawar). Air asin didapat laut Jawa yang dialirkan lewat selokan dengan dipompa mesin. Air tawar diperoleh dari air hujan. Keduanya berinteraksi menjadi air payau. • Bandeng hidup dengan baik pada air jernih. Jika tempat untuk tambak tidak sama dengan di muara sungai, sehingga tidak terpengaruh oleh sedimenasi. • Cukup terkena sinar matahari, jadi vegetasi besar harus jarang. b. Tambak Garam Diusahakan pada saat musim kemarau. Pembuatan garam cukup rumit. Karena perlu waktu 1 bulan untuk membuat garam. Cara pembuatan garam : Lahan sebelum dialiri dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diratakan dengan alat. Kemudian dialiri air laut. Pada salinitas tertentu, air laut harus diganti. Pada saat salinitas kental, pengairan dihentikan. Kemudian berlangsung proses pengupaan sampai kering, sehingga garam mengumpul kemudian dikeruk. Garam tidak bercampur dengan tanah kemudian disimpan dalam pondok-pondok tempat penyimpanan garam sementara. Syaratnya: ada peyinaran matahari secara intesif dan tidak terjadi hujan. 6. Kondisi Vegetasi Di daerah tambak tidak terdapat vegetasi karena kandungan clornya tinggi. Tapi berangsur-angsur berubah menjadi areal persawahan yang ditanami padi dan tebu. 7. Kondisi Masyarakatnya o Petani garam tambak ikan merupakan buka petani yang punya lahan. Tetapi hanya sebagai penggarap dan buruh tani. Jadi, walaupun harga bandeng dan garam tinggi di pasaran, tetapi tidak berpengaruh terhadap petani. Karena harga jual dari petani ditentukan oleh tengkulak. o Saat musim penghujan, pengerjaan tambak bandeng tidak dipungut biaya, tetapi saat panen garam, hasilnya diambil semua oleh tengkulak o Perputaran uang terjadi 6 bulan sekali, sehingga mengakibatkan kondisi sosial ekonomi para petani garam menengah sampai rendah. 8. Potensi Sumberdaya o Untuk tambak garam dan bandeng o Berpotensi sebagai media pembelajaran 9. Potensi Bencana o Potensi bencananya adalah Banjir karena drainase yang buruk. H. STOP SITE 2.3 Lokasi : Bendung Gerak Kalijajar Lokasi Administrasi : Ds. Kadilangu, Kec. Wonosalam, Kab. Demak, Jawa Tengah Letak Astronomis : 06o54’20,4 “ LS dan 110o38’55,6 “ BT. Kondisi Geosfera : 1. Kondisi Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. 2. Kondisi Geologi Keberadaan sungai Jajar pada stadium dewasa, ditandai oleh dasar sungai membentuk huruf U akibat erosi vertikal yang tidak efektif, yang efektif adalah erosi horizontal. Pengaruhnya: terjadi erosi yang mengerosi tanggul-tanggul sungai. Upaya menanggulangi erosi dengan 2 cara yaitu : o Vegetasi = menanami tanaman pisang di area bantaran sungai o Keteknikan = dengan pembuatan bronjong, yaitu batu yang ditata kemudian diberi kawat. Dengan adanya morfologi U menandakan debit aliran berkurang. Karena gradien aliran kecil sehingga proses sedimentasi besar. Bukti: ditumbuhi enceng gondok di kanan-kiri sungai. 3. Kondisi Tanah Jenis tanah di kawasan ini Bendung Gerak Kalijajar adalah aluvial dari bahan endapan fluvial, pada dataran banjir sepanjang sungai Serang, sungai Juana, dan sungai Lusi. Warna tanah kelabu, tekstur lempung berdebu hingga lempung berpasir, belum berstruktur, konsistensi lekat, permebealitas lambat, kesuburan dan potensi tanah agak tinggi, tetapi sering timbul masalah banjir dan drainase yang jelek. 4. Kondisi Hidrologi Karena daerah ini merupakan suatu aliran sungai,maka debit air yang ada sangat melimpah. Bendung gerak ini mempunyai penutup yang bisa digerakkan naik maupun turun yang berfungsi sebagai pengatur debit air. Air akan dialirkan melalui saluran tersier untuk areal persawahan. 5. Penggunaan Lahan Lahan dimanfaatkan untuk bendungan dan daerah disekitar bendungan dimanfaatkan untuk areal permukiman dan persawahan. Air dimanfaatkan untuk irigasi. 6. Jenis Vegetasi Jenis vegetasi yang banyak tumbuh di sungai adalah enceng gondok, namun pertumbuhannya tidak selebat yang ada di Rawa Pening. vegetasi ini dapat tumbuh karena air sungai banyak mengandung bahan organik sehingga menunjang pertumbuhan enceng gondok. Lahan di persawahan ditanami tanaman padi dan untuk tanah yang ada di tepi sungai ditanami pohon pisang, karena pohon pisang dapat mencegah erosi. 7. Pola Pola tanam yang dilakukan secara terus-menerus, karena irigasi untuk areal persawahan berasal dari air hijan maupun dari air singai sehingga penanaman padi dapat dilakukan baik musm penghujan maupun kemarau. Umumnya untuk permukiman dan areal persawahan polanya mengikuti aliran sungai dan mengikuti arah jalan. 8. Aspek sumberdaya Bendung Gerak ini berpotensi untuk bendungan yang airnya dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian, dapat digunakan untuk PLTA, dan debit air dapat diatur sehingga dapat mencegah banjir bagi kota-kota yang ada disekitarnya, antara lain Kudus. 9. Aspek bencana Jika curah hujan tinggi, maka debit air yang masuk ke sungai akan bertambah besar karena sungai ini merupakan tempat buangan air dari Purwodadi. Dan kemungkinan dapat terjadi luapan air dan terjadilah banjir. I. STOP SITE 2.4 Lokasi : Rawa Pening Lokasi Administrasi : Ds. Kedungbondo, Kec. Ambarawa, Kab. Magelang, Jawa Tengah Lokasi Astronomis : 07o18’22,5” LS dan 110 25’ 21,7” BT Kondisi Geosfera : 1. Kondisi Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. 2. Kondisi Geologi Gunung yang mengitari batuannnya lava, sehingga sulit terjadi proses pelapukan. Air hujan yang masuk langsung masuk ke rawa. Terjadinya : a). Karena adanya penyubatan kali Tuntang karena lava dari gunung Telomoyo. b). Terjadinya karena proses eksternal- dipengaruhi oleh tenaga endogen. c). Kondisi Air Fungsi Rawa : untuk mengatur air di sungai Tuntang. untuk PLTA. pariwisata untuk perikanan 3. Kondisi Tanah Di bagian dasar tawar merupakan jenis tanah gambut yang berpotensi terbentuk batubara muda (peat) apabila tidak ada campur tangan manusia. Pada daerah yang mengalami proses sedimentasi jenis tanahnya aluvial proses fluvial-vulkan. Jenis vegetasi didominasi oleh enceng gondok. Pola permukiman menggerombol pada pusat kegiatan ekonomi. 4. Kondisi Masyarakat Kondisi Masyarakat umumnya merupakan masyarakat menengah ke bawah dengan mata pencaharian utama bertani. Tetapi masyarakat juga mempunyai usaha sampingan dengan memanfaatkan enceng gondok yang tumbuh subur subur di rawa untuk dijadikan kerajinan. Untuk pengolahan enceng gondok hanya sebagian kecil saja yang mengolah. Kebanyakan enceng gondok dijual tanpa diolah kepada para pedagang di Jogja, solo, dan kota di sekitarnya, seharga Rp. 7.500,00 per ikat. Ada juga yang dijemur dulu baru dijual, serta ada juga membuat barang kerajinan, misal; tas, sepatu, dompet. Enceng gondok yang diambil yang sudah berukuran 0,5 m. Kendala jika musim penghujan, batang enceng gondok susah kering, selain itu jika stoknya melebihi, maka tidak akan layu sehingga busuk. 5. Potensi Sumber Daya o Pariwisata o Perikanan-dengan sisitem keramba o PLTA o Potensi industri- untuk kerajinan o Terbentuk lahan gambut pada kedalaman 3 m. Tanah gambut tersebut dimanfaatkan untuk pupuk organik, prosesnya: diambil, dikeringkan, lalu diolah. 6. Potensi Bencana o Pedangkalan o Banjir Proses terbentuknya Rawa Pening: 1. Aliran sungai tentang oleh aliran lava yang berasal dari gunung Telomoyo. Sumber tersebut mengakibatkan air sungai meluap ke daerah sekitarnya kemudian membentuk danau. 2. Di danau tersbut terjadi sedimentasi, materialnya berasal dari gunung-gunung di skitarnya digunakan untuk areal pertanian dan menggunakan banyak pupuk. Karena terjadi proses pencusuan maka terendapkan di danau sehingga danau mengalami kelebiha bahan organik. 3. Karena melimpahnya bahan organik yang ada di danau maka tumbuhlah komunitas enceng gondok. Seiring berjalannya waktu dan aibat proses seimentasi yang terus-menerus danau berubah menjadi rawa. Pada saat itu diduga telat terjadi proses awal pembentukan batu bara yaitu berupa peat. 4. Jika proses seperti diatas tidak segera diatasi maka dipriiksi bebrapa ratus tahun lagi rawa pening akan hilang dan berubah menjadi suatu daratan. Akan tetapi apabila seluruh komunityas enceng gondok dimusnahkan dengan suatu bahan kimia. Maka akan memutus ekosistem yang ada di Rawa Pening. J. STOP SITE 3.1 Lokasi : Keteb Lokasi administratif :Kec. Sangan, Kab.Magelang, Jawa Tengah Kawasan Ketep berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan Laut dengan luas sekitar 8.000 m2. Berjarak ± 17 km dari desa Blabak ke arah timur, 30 km dari kota Magelang dan 35 km dari kota Boyolali. Sedangkan dari kota Salatiga yang berjarak 32 km dapat dicapai melalui Kopeng dan desa Kaponan Astronomis : 07o29’39,6’’ LS dan 110o22’55,6’’ BT Kondisi Geosfer : 1. Kondisi Iklim Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun. 2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi • Kondisi Geologi Gunung Merapi masuk dalam Central Java yaitu daerah vulkanik. Hal ini berkaitan dengan desakan lempeng Samudera Hindia yang menunjam lempeng benua Asia (lempeng Eurasia) yang merupakan akar dari pulau Jawa . Akibat desakan tersebut jarak 30–60 km dari zona desakan (subduction) yaitu dibagian sentral Jawa banyak muncul gunungapi. Antara lain Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran, dan Lawu. Bentuk gunung Merapi adalah strato, yaitu bentuk kerucut yang hampir sempurna (simetris bilateral). Bentuk ini adalah khas di Indonesia pada umumnya. Bentuk strato ini disebabkan karena lava yang dikeluarkan bersifat asam (mempunyai kentalan tinggi, kecepatan rendah/ pelemparannya terbatas), sehingga kecepatan (v) berbanding terbalik dengan viskositas (kekentalan). Merapi mempunyai lava yang bersifat asam karena Jawa berakar pada lempeng Eurasia yang magmanya berkomposisi asam. Tipe letusannya khas yaitu oleh ahli geologi disebut tipe Merapi, yaitu keadaan lavanya kurang cair, tekanan gasnya rendah dan kedalaman dapur magmanya sangat dangkal. Ciri: adanya semburan gas yang sangat besar kekuatannya yang menuruni lereng, tetapi material berupa cair juga ikut. Gas itu disebut Wedhus Gembel, yaitu merupakan aliran gas pekat yag bergerak menuruni lereng dengan suhu 600–700oC. Selain itu juga mengeluarkan lahar panas dan dingin. Lahar merupakan aliran campuran bahan rombakan gunungapi, air, dan endapan yang dihasilkan aliran tersebut. Lahar yang dikeluarkan berupa lahar dingindan lahar panas. Dikatakan lahar dingin apabila material cair yang dikeluarkan oleh gunungapi itu berasosiasi dengan air, sedangkan lahar panas adalah apabila material cair yang dikeluarkan oleh gunungapi tidak berasosiasi dengan air. Gunung Merapi merupakan salah satu gunungapi yang paling aktif di dunia. Aktivitas gunungapi ini selalu dipantau agar daya eksplosif yang dikeluarkan tidak Mempengaruhi cagar budaya yang ada disekitarnya, seperti Kraton Solo, Kraton Yogyakarta, Borobudur, Prambanan, dll. Oleh sebab itu banyak dilakukan rekayasa Merapi, yaitu dengan cara: - Dibuat lubang-lubang agar gas dapat keluar sehingga dapat mengurangi daya eksplosif - Anak sungainya dibuat bendungan atau dam untuk mengurangi banjir lahar. • Kondisi Geomorfologi Berdasarkan aspek morfografi gunungapi Merapi dibagi menjadi 5 bagian: 1) Puncak Vulkan : ditandai dengan keberadaan kawah/ kaldera 2) Lereng atas : Ditandai dengan material yang masih segar karena baru keluar dari gunungapi dan belum ada vegetasi karena tanah belum mengalami proses perkembangan. 3) Lereng Tengah : - Ditandai dengan tanahnya yang sudah mengalami perkembangan sehingga sudah ada vegetasi. - Sungai yang berkembang adalah sungai pada stadium muda yang dicirikan dasar sungai berbentuk huruf V karena erosi vertikal > dari erosi horizontal. Alirannya dikontrol oleh perbedaan tinggi tempat/ kemiringan lereng yang besar.
- Erosi permukaan yaitu erosi sehingga terjadi pemanjangan alur sungai, termasuk DAS Ello.
4) Lereng bawah : ditandai dengan keanekaragaman jenis vegetasi.
5) Kaki vulkan.
3. Kondisi Hidrologi
1) Puncak vulkan
Air tanah sulit didapat karena air hujan mengalami infiltrasi perkolasi. Kemiringan lerengnya sangat curam sehingga air hujan yang jatuh langsung mengalir menjadi run off karena kondisi litologinya banyak terdapat material batuan dan material-material yang masih muda/ masih segar sehingga dipuncak dan ini belum ada vegetasi.
2) Lereng atas
Banyak terdapat air permukaan yaitu banyak terdapat aliran sungai, sungai yang berkembang yaitu sungai influen yaitu sungai keberadaan airnya dipasok oleh air tanah dangkal.
3) Lereng tengah
Kondisi hidrologinya sangat baik, banyak air yang keluar melalui mata air/ spring.
4) Lereng bawah
Air tanahnya dangkal = banyak dibuat sumur.
5) Kaki vulkan
Banyak air tanah dangkal dan air permukaan.
4. Kondisi Tanah
- Puncak Vulkan: terdapat material segar karena baru dikeluarkan oleh gunungapi sehingga banyak terdapat batuan.tanahnya belum mengalami perkembangan.
- Lereng atas: terdapat material segar karena baru dikeluarkan oleh gunungapi sehingga banyak terdapat batuan.tanahnya belum mengalami perkembangan.
- Lereng tengah: berkembang tanah regosol yang dicirikan sifat utamanya > 70% bertekstur pasir.
- Lereng bawah: berkembang tanah regosol tetapi solum tanahnya lebih dalam dan perkembangan tanahnya sudah nyata.
- Kaki vulkan: berkembang tanah aluvial yang merupakan tanah aluvium muda, terdapat perlapisan-perlapisan tanah.
5. Kondisi Penggunaan Lahan.
• Jenis Penggunaan Lahan
- Tambang pasir.
- Sawah = di lereng bawah
- Hutan lindung = di lereng tengah
• Jenis Vegetasi
- Puncak dan lereng atas:
Tidak ada vegetasi karena tanah belum mengalami perkembangan dan banyak material yang masih segar banyak berbagai jenis batuan.
- Lereng tengah:
Vegetasi didominasi oleh vegetasi tahunan yang berfungsi sebgai hutan lindung (pinus).
- Lereng bawah dan Kaki vulkan:
Keanekaragaman vegetasi semakin besar karena tanahnya sangat subur dan kondisi hidrologi sangat baik sehingga berbagai macam tanaman dapat tumbuh subur.
• Pola
Pola tanam di lereng bawah dan kaki vulkan dengan cara terasiring/ sengkedan karena hal ini dapat mencegah terjadinya erosi dan dapat menjaga kesuburan tanah.
6. Kondisi Masyarakat
Kehidupan masyarakatnya masih dipengaruhi oleh budaya-budaya lokal. Permukiman penduduk mengikuti alur di sepanjang jalan dan permukimannya sampai pada lereng tengah.
7. Potensi Sumberdaya
- Tambang bahan galian C yaitu batu dan pasir
Pertambangan ini paling banyak dilakukan di kabupaten Magelang, Sleman, dan Klaten. Menurut data tahun 2002 tiap hari mampu menambang 25709 m3. Hal ini dilakukan karena pasir Merapi kualitasnya sangat bagus.
- Pusat agrobisnis
Karena di Merapi tanahnya subur sehingga berbagai macam vegetasi dapat tumbuh (mempunyai berbagai macam keanekaragaman hayati).
- Pariwisata
Dapat menarik wisatawan karena pemandangannya sangat bagus serta wisatawan mampu menyasikan proses erupsi gunung Merapi melalui pemutaran film serta dapat menyaksikan dan mengamati Merapi secara jelas melaui gardu pandang.
- Sebagai sarana pembelajaran yang sangat baik
8. Potensi Bencana
- Bahaya primer = langsung dihasilkan oelh aktivitas gunung Merapi yaitu aliran lava, lahar, wedhus gembel, hujan abu, dll.
- Bahaya sekunder = bahaya yang ditimbulkan akibat dampak bahaya primer.
Aliran lavanya mengarah ke barat dan selatan karena di bagian utara ada endapan Merapi tua (yang berbentuk tapal kuda) sehingga mulut Merapi mengarah ke selatan dan barat., yaitu di sepanjang kali Krasak, dimana merupakan tempat mengalirnya lava. Di sepanjang kali Krasak banyak dilakukan penambangan bahan galian C (pasir dan batu) ini mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah pasir yang ada di Parangtritis, sehingga sand dunes di Parangtritis juga akan berkurang.
Di kawasan gunung Kendil dan Batu Lawang merupakan kawasan yang aman karena aliran lava dan wedhus gembel akan dibelokan oleh bukit. Di sepanjang alur sungai terjadi erosi yang intensif (erosi tebing) karena tanahnya regosol, jadi mudah tererosi..
Untuk mengurangi besarnya daya eksplosif yang dikeluarkan Merapi, maka dibuat suatu rekayasa Merapi, yaitu dengan cara:
- Dibuat lubang-lubang gas agar gas dapat keluar sehingga daya eksplosif lebih kecil
- Dibuat tanggul di anak-anak sungai untuk menanggulangi banjir lahar.
Sedangkan untuk menanggulangi bencana di Merapi dibuat/ ditetapkan sonasi daerah bencana, yaitu:
- Daerah yang terlarang = karena terkena dampak secara langsung, kawasan ini tidak boleh untuk permukiman.
- Daerah bahaya 1 dan daerah bahaya 2 = daerah ini terkena dampak sekunder.
Di daerah bencana 1 dan 2 boleh digunakan untuk tempat permukiman. Di kawasan ini baru dilakukan evakuasi apabila status Merapi “awas merapi“. Bencana Merapi terbesar terjadi pada tahun 1672. Pada saat itu kepadatan penduduknya masih jarang, namun korban meninggal mencapai 5661 jiwa dan rumah yang rusak mencapai 1480.
K. STOP SITE 3.2
Lokasi : Putat (Tempuran Kali Opak dan Oyo)
Lokasi Adminstratif : Desa Putat, Kecamatan Mesiri, Kab. Bantul, DIY.
Kondisi Geosfer :
1. Iklim
Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun.
2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi
• Kondisi Geologi
- Di sungai Oyo terdapat struktur sesar yang ditunjukan dengan adanya garis putus-putus dan antara garis tersebut terjadi kesejajaran. Adanya pola pelurusan dari selatan dan ke utara sehingga membelah pulau Jawa dan berakhir di daerah candi yang ada di Semarang. Sesar ini berasosiasi dengan gunungapi dan sungai-sungai besar.
- Sungai Opak merupakan zona yang lemah yang terjadi akibat proses struktural. Ini merupakan batas blok sesar naik dan turun. Merupakan sungai yang sudah tua. Penampangannya tidak lagi membentuk huruf U, tetapi sudah berbentuk seperti cawan/ piring. Sungai Opak merupakan sungai antisedent artinya sungai yang tetap mempertahankan arah alirannya meskipun di daerah sekitarnya terjadi proses endogen berupa pengangkatan.
- Di muara sungainya banyak terdapat material-material yang diendapkan berupa point bar yaitu merupakan akumulasi sedimen ditengah badan sungai. Sehingga berdasarkan pada drainasenya, pola aliran sungai ini tergolong “pola braided” yaitu pola aliran yang dipengaruhi oleh muatan/ material yang diendapkan sehingga alirannya dipecah/ dipisahkan oleh bar (poin bar) tersebut.
- Di Sungai Opak ini terdapat dataran banjir. Alirannya semakin kecil, kanan kiri sungai terdapat material sungai yang berukuran rounded (membulat) sampai well rounded yaitu umumnya material permukaannya bundar (bulat), ujung dan tepi butirannya juga bulat sampai semua permukaan konveks, hampir equidimensional, sferoidal. (lihat gambar)
Indikatornya : fragmen ini sudah dipisahkan dari tempat asalnya dan telah mengalami berbagai macam gaya.
Fragmen andesit yaitu berupa batuan beku, sedimen (pasir), dan gamping. Dibagian hulu mempunyai kompleks stratigrafi yang bermacam-macam.
- Struktur sedimennya graded bedding, yaitu struktur batuan sedimen yang dicirikan oleh perubahan yang granular dari ukuran butir penyusunnya. Struktur batuan sedimennya tergolong normal graded bedding karena butiran penyusunnya pada bagian bawah kasar semakin ke atas semakin halus.
- Pemilahan butirannya berdasarkan pemilahan ukuran materialnya. Karena hal ini terkait dengan kekuatan arus pembentuk. Fragmen yang besar dibawa oleh arus yang kuat sedangkan fragmen yang kecil (halus) dibawa oleh arus yang lemah. Dari fargmen besar sampai halus merupakan 1 kali proses pembentukan. Periode banjir yang terjadi berkali-kali dan kekuatannya bervariasi. (lihat gambar)
Di tempuran sungai Opak dan Oyo terdapat beberapa satuan bentuklahan, yaitu:
o Perbukitan terkikis batuan breksi dan lava
Batugamping terdapat di atas batuan andesit tua, jenis batuannya dari breksi dan konglomerat. Terjadinya batugamping lebih tua daripada batu andesit. Batugamping ini kemudian terangkat membentuk klip. Batuan breksi berwarna coklat (breksi nglanggran) merupakan batuan sedimen piroklastik yang terbentuk dari endapan gunungapi pada saat itu. Diperkirakan berasal dari gunungapi bawah laut yang kemudian terangkat. Fragmennya berupa andesit dan matriksnya berupa batupasir vulkanik.
Kondisi batuannya sudah sangat lapuk karena terjadi erosi yang lebih lanjut. Garis potong (tanda silang) menunjukan adanya kekar gerus yang terjadi akibat adanya gaya kompresi (tekanan) yang berlawanan arah menuju ke satu titik. Dicirikan adannya garis yang berpasangan, lurus, dna perpotongan. Terjadinya pelapukan yang membola (sperohidral weathering/ pelapukan mengulit bawang). Pelapukan ini terjadi akibat 3 hal yaitu: (1). Akibat adanya sesar gerus, (2). Adanya pelapukan yang intensif, yaitu pelapukan fisis dan mekanis yang terjadi akibat adanya perbedaan temperature yang besar, akibat adanya suatu tekanan dan akibat adanya erosi. (3). Adanya curah hujan yang intensif yang melalui kekar tersebut, karena kekarnya berbentuk segi empat, maka air hujan akan masuk melalui garis-garis tersebut.
Pelapukan mengulit bawang ini akan terjadi, apabila batuannya keras (tidak harus batuan beku) dan adanya kesar gerus. Pelapukan ini khas untuk di daerah tropis. Hal tersebut menunjukan salah satu bidang patahan (kekar dan breksiasi). Breksiasi terbentuk karena batu breksi yang terbreksiasikan. Batuan breksi ini menunjukan/breksiasi). Breksiasi terbentuk karena batu breksi yang terbreksiasikan. Batuan breksi ini menunjukan/ merupakan indikator suatu patahan turun.
o Lereng kaki
o Dataran kipas alluvial
Merupakan kipas/ kerucut rendah dari akumulasi grafel dan pasir pada mulut suatu jeram/ lembah.
o Dataran banjir
Terbentuk dari proses pengendapan/ sedimentasi kearah samping. hal ini terjadi karena proses sortasi/ pemilahan pada tiap periode pengendapan. Sortasi yang terjadi adalah sortasi vertical (normal graded bedding). Perlapisan yang ditunjukan tidak membentuk garis lurus karena dicirikan arusnya tidak tenang. Dataran banjir terbentuk saat air berada di atas rata-rata. Tebal tipisnya perlapisan tidak sama karena tergantung besar kecilnya aliran dan debit air (banjir) debit besar banyak menghasilkan perlapisan.
• Kondisi Geomorfologi
- Berdasarkan fisiografinya, Tempuran sungai Opak dan Oyo ini berada pada zona selatan pada penampang zona subduction merupakan orogen yaitu daerah pegunungan/ perbukitan yang terbentuk karena proses pengangkatan dari gaya aplit sebagai konsekuensi logis dari zona penunjaman.
- Material-materialnya berupa material sedimen laut yang terangkat ke darat dan bercampur dengan material vulkanik. Bagian atas berupa sediment laut (lapisan batugamping dan terumbu karang) seperti tampak di Wonosari, Batugatak.
- Di sungai Opak dan Oyo ini tergolong bentanglahan asal proses fluvial yaitu: bentanglahan yang dibentuk oleh aktivitas/ kegiatan alam. Sungai Opak dan Oyo ini mempunyai sifat, debit, dasar, sungai, dan muatan suspensi yang berbeda, yaitu:
Sungai Opak Sungai Oyo
Hulu didominasi oleh batuan hasil proses vulkanik muda. Hulu didominasi oleh batuan yang mengandung karbonat dan vulkanik tua
Karakateristik sungainya mengalir sepanjang tahun (sungai Perenial) karena air sungai disuplai oleh air tanah yang ada disekitarnya sehingga tergolong sungai influen, yaitu sungai yang keberadaan airnya disuplai oleh air tanah di sekitarnya. Karena didominasi oleh batuan vulkanik maka air hujan yang jatuh ke DAS Opak lebih banyak yang terinfiltrasi dan terperkolasi karena tanah dan batuannya bersifat permeable. Karakteristik sungainya karena didominasi oleh batuan karbonat, gamping, andesit tua maka bersifat semipermeabel, sehingga air hujan sulit terinfiltrasi dan akhirnya menyumbang ke air permukaan lebih besar. Berdasarkan kestabilan alirannya tergolong sungai Intermitten karena pada saat musim kemarau debitnya lebih kecil karena air sungai tidak disuplai oleh air tanah disekitarnya tergolong sungai efluen, yaitu sungai yang keberadaan airnya tidak disuplai air tanah di sekitarnya.
Kualitas airnya lebih jernih karena muatan suspensinya kecil. Kualitas airnya keruh karena muatan suspensinya besar.
3. Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi di DAS Opak dan Oyo juga sangat berbeda. Di DAS Opak kondisi airnya lebih terjaga dan terpenuhi/ mengalir sepanjang tahun. Karena air sungainya disuplai oleh air tanah yang ada disekitarnya (sungai Influen). Sedangkan di DAS Oyo Keberadaan airnya tidak terjaga/ tidak stabil. Di musim kemarau sungainya kering karena air yang mengalir di sungai memasok air tanah yang ada di sekitarnya (sungai efluen).
4. Kondisi Tanah
Tanah di DAS Opak berbeda dengan di DAS Oyo. Di DAS Opak didominasi oleh tanah regosol yaitu > 70% tekstur tanahnya adalah pasir, karena bahan induknya berasal dari hasil proses vulkanisme dari gunungapi Merapi. Sedangkan di DAS Oyo didominasi oleh tanah mediteran yaitu tanah yang mempunyai tekstur lempung yang warnanya coklat kemerah-merahan.
5. Kondisi Penggunaan Lahan/ Land use
- Berdasarkan perbedaan kondisi hidrologi dan tanahnya, jenis penggunaan lahan yang ada di kedua DAS (Opak dan Oyo) juga berbeda. Di DAS Opak lahan digunakan untuk sawah irigasi maupun sawah tadah hujan karena irigasinya berasal dari air sungai (baik musim hujan dan kemarau) dan air hujan. Sedangkan di DAS Oyo lahan digunakan untuk sawah tadah hujan dan tegalan karena alirannya air tidak stabil, maka di musim kemarau sering terjadi kekeringan.
- Selain untuk usaha pertanian, juga digunakan untuk penambangan pasir, pasirnya mempunyai kualitas baik karena berasal dari gunung Merapi yang dibawa oleh aliran sungai Opak.
6. Kondisi Masyarakat
Mata pencaharian di kedua DAS juga berbeda karena karakteristik keduanya juga berbeda. Di DAS Opak tergantung pada alam, sehingga mata pencaharian penduduk adalah bertani. Sedangkan di DAS Oyo masyarakatnya banyak yang bermigrasi untuk mencari pekerjaan ke luar daerah karena lahan pertanian kurang mendukung. Dengan adanya tingkat perbedaan tersebut, maka tingkat kesejahteraan penduduk di Opak lebih baik dibanding di Oyo. Di daerah tempuran sungai Opak dan Oyo selain bertani, mata pencaharian penduduknya juga sebagai penambang pasir yang dibawa oleh sungai Opak yang merupakan material-material bahan galian C yang dikeluarkan oleh gunungapi Merapi.
7. Potensi Sumberdaya
- Secara fisik dimanfaatkan untuk penggalian/ penambangan bahan galian C, yaitu pasir dan kerikil untuk split (cor) serta batu yang digunakan sebagai bahan bangunan.
- Dari segi budaya digunakan sebagai tempat ritual karena adanya kepercayaan akan adanya tenaga mistis yang lebih besar.
8. Potensi Bencana
- Banjir banding karena DAS Opak dan Oyo berbentuk bulat memanjang, sehingga jika air hujan jatuh, airnya akan terkirim ke tempuran pada saat yang sam sehingga debit ari di tempuran menjadi lebih besar.
- Longsor yang bersifat ngeblok pada satuan bentuklahan perbukitan yang terkikis batuan breksi andesit dan lava.
L. STOP SIDE 3.3
Lokasi : Batuan Beku Intrusi, Parangkusuma
Lokasi Administrasi : Ds. Parangkusuma, Kab. Bantul, DIY
Kondisi Geosfer :
1. Kondisi Iklim
Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun.
2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi
Batuannya yaitu batuan beku yang jenisnya andesit. Kenampakan luarnya terpotong-potong, hal ini menunjukan adanya kekar tiang (coloumnar joint) yaitu kenampakan struktur batuan beku yang berbentuk seperti kolom yang memanjang (tegak). Strukturnya sangat umum pada tubuh batuan intrusi yang merupakan intrusi dangkal (dekat dengan permukaan bumi). Juga menunjukan adanya kekara gerus yang berpasangan.
Batuan beku menandakan bahwa pembentukannya berasal dari magma yang membeku. Kekar tiang (coloumnar joint) menunjukan kekar dengan bentuk kolom yang penjajarannya sama, jika dibelah membentuk suatu lapis. Kondisi tersebut mencirikan adanya suatu intrusi yang dangkal (dekat dengan permukaan bumi) pada waktu itu. Dahulu batuan ini berada di bawah permukaan bumi. Batuan ini muncul karena adanya erosi kemudian tersingkap. Kekar terbentuk karena pendinginan yang tidak sempurna. Juga terdapat kekar gerus yang memotong kekar tiang. Pelamparan batuan ini disepanjang Parang Tritis, bercabang samapi parang Wedang. Parang Wedang merupakan tempat pemandian air panas. Airnya hangat karena berinteraksi dengan magma.
Banyak para ahli yang masih mendebatkan tentang keberadaan batuan beku ini. Ada 2 pendapat yaitu :
Pendapat Pro Lava
Batuan beku ini diperkirakan berasal dari aliran lava dari gunungapi bawah laut yang tersingkap di pinggir jalan. Hal ini tidak mungkin berasal dari Merapi karena jarak dengan Parangkusuma sangat jauh, sehingga tidak mungkin batuan ini terbawa dari Merapu. Lava ini termasuk dalam kegiatan vulkanik pertama di Jawa yaitu pada akhir Jawa man oligosen/ awal miosen. Ciri khas batuan intrusive ini adalah keseragaman ukuran kristalnya, yaitu ukuran kristalnya sangat seragam karena proses pembekuan yang memakan waktu cukup lama, sehingga kristal-kristalnya mendapat kesempatan untuk tumbuh dari batuan cair.
Pendapat Pro Fragmen
Batuan tersebut tidak hanya satu karena disekitarnya juga terdapat batuan yang jenisnya sama.
Kekar tiang : Penciri adannya erosi.
Sistematis : Berkali-kali mengalami proses vulkanik
Kalsit : Warna hitam yang menunjukan batuan mengalami
pelapukan.
Pelapukan yang terjadi pada batuan intrusi di Parangkusuma adalah pelapukan membola/ mengulit bawang/ spherohydral weathering.
3. Kondisi Hidrologi
Air tanah dalamnya berupa air asin dan air tanah dangkalnya merupakan air tawar. Apabila pengambilan air tanah dangkal berlebihan, maka akan menyebabklan batas air laut dan air tawar akan naik sehingga terjadi intrusi. Jika ini dibiarkan terus menerus, maka air tawar akan habis dan akhirnya air tanahnya menjadi asin.
4. Kondisi Tanah
Tanahnya tergolong regosol yang dicirikan oleh tekstur pasirnya >70%. Material pasir ini sama dengan Merapi, karena asalnya dari sana yang diangkut oleh media air melalui kali Opak dan diendapkan di Parang Tritis. Akan tetapi kualitas pasir di Parang Tritis dan di Merapi sangat berbeda. Kualitas pasir di merapi lebih baik dibandingkan di Parang Tritis karena pasir yang terdapat di Parang Tritis telah berasosiasi dengan air laut sehingga mengandung unsur klor. Ini tidak baik (kualitasnya buruk) jika digunakan untuk bahan bangunan. Umumnya tanah jenis ini kurang subur sehingga hanya vegetasi tertentu saja yang dapat tumbuh.
5. Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di daerah Parangkusumo sebagian besar adalah untuk permukiman dan fasilitas-fasilitas umum seperti hotel dan restouran/ rumah makan karena merupakan daerah objek wisata.
6. Kondisi Sosial dan Masyarakat
• Kondisi Sosial
Parangkusuma merupakan suatu daya tarik bagi daerah tujuan wisata. Khususnya pada hari-hari tertentu dikunjungi oleh para peziarah (malam 1 suro). Karena daerah ini khususnya pada endapan batuan beku yang lebih kecil itu dipercaya sebagai tempat kanjeng Penembahan Senopati bertapa menemui Ratu Selatan. Campur tangan pemerintah yaitu dibangun aula-aula di sekitar tempat itu untuk kenyamanan para pengunjung sehingga dapat menambah income penduduk.
• Kondisi Masyarakat
Umumnya masyarakat sekitar bermata pencaharian sebagai nelayan, namun ini dalam jumlah yang sedikit karena pantai selatan ombaknya sangat besar sehingga sulit untuk dilayari. Selain itu mereka juga menyewakan suatu penginapan untuk para wisatawan serta berjualan.
7. Potensi Sumberdaya
Sebagai tempat pariwisata baik wisata budaya maupun wisata alami.
8. Potensi Bencana
- Gelombang pasang dan tsunami = karena air laut yang naik/ pasang sehingga dapat menyapu daerah sekitar.
- Gempa tektonik = karena zona selatan berdekatan dengan zona penunjaman (zona subduction) oleh lempeng samudera Hindia yang menunjam lempeng benua Asia (Eruasia).
M. STOP SITE 3.4
Lokasi : Gumuk Pasir (Sand Dunes)
Lokasi Administratif : Ds. Parangkusumo, Kab. Bantul, DIY
Kondisi Geosfer :
1. Kondisi Iklim
Iklim daerah Jawa Tengah termasuk tropis basah dengan curah hujan yang beragam antara daerah yang kering dan basah berkisar antara 800-8.890 milimeter setiap tahun. Suhu udara beragam antara 18,7°C-30,2°C setiap tahun.
2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi
Di sekitar gumuk pasir terdapat beberapa macam bentuklahan, yaitu:
a. Sebelah utara = bentuklahan struktural.
Ciri: bentuklahan struktural yang masih terlihat yaitu adanya clif/ dinding patahan. Dahulu perbukitan utara yang menghadap ke sekolah adalah tegak lurus, karena terjadi proses erosi.
b. Sebelah timur = berupa clif dari batugamping formasi wonosari.
Batugamping berlapis-lapis miring ke selatan. Semakin ke barat perlapisan makin tipis. Terdapat selang-seling batugamping. Makin lama hilang kemudian muncul kembali karena adanya longsor.
c. Sebelah selatan = bentuklahan Terbentuk oleh aktivitas laut.
d. Bagian tengah = bentuklahan asal proses Aeolian yaitu gumuk pasir.
Merupakan hasil kerjasama antara terrestrial (darat) dan laut (marine) serta oleh tenaga angin.
• Syarat terbentuknya gumuk pasir di Yogyakarta:
- Tersedia material yang cukup banyak dalam ukuran yang kecil (pasir dan debu). Setiap tahun pasir diproduksi karena pasir berasal dari Merapi yang dibawa melalui media air, yaitu sungai Opak dan kali Progo.
- Pantainya datar dan luas
Merupakan hasil proses penurunan dari formasi Wonosari dan andesit tua. Dahulu lurus dengan sebelah timur, tetapi sekarang turun (graben)
- Adanya angin yang kuat
Parangtritis langsung berhadapan dengan laut terbuka dan dibantu oleh clif batugamping di sebelah timur (sebagai penghalang sehingga angin menabrak tebing). Bentuk pantainya berupa cekungan dan didukung oleh angin yang kuat.
- Tersedianya material kering dan ringan.
Pasirnya ringan karena kering, bergerak intensif saat musim kemarau.
- Pantai tidak banyak gangguan dari vegetasi maupun aktivitas manusia.
• Bentuk Gumuk Pasir ada 3 yaitu:
a. Memanjang/ membunjur
Terjadi jika angin kecepatannya tinggi.
b. Melintang/ tegak lurus
Terjadi jika gundukan psir tegak lurus dengna arah angin. Kecepatan angin kecil.
c. Barchan/ bulan sabit
• Di Parangtritis tergolong gumuk pasir Barkan/ Bulan Sabit. Berdasarkan umurnya gumuk pasir dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Gumuk Pasir Muda
Ciri :
- Masih terjadi penambahan dan pemindahan (pengurangan karena jauh dari laut) material pasir.
- Material pasir masih lepas, belum banyak vegetasi.
- Proses perkembangan tanah belum ada.
b. Gumuk Pasir Tua
Ciri :
- Sudah ada penambahan dan pengurangan pasir secara intensif
- Telah terjadi proses perkembangan tanah walaupun masih ada dalam permulaan.
- Vegetasi sudah mulai dapat hidup.
Bahan gumuk pasir tua dan muda dipisahkan oleh lekukan yang berisi air laut yang terjebak pada suatu cekungan yang disebut Lagune (rawa belakang). Cekungan tersebut tertutup oleh pasir sehingga sekarang permukaannya rata dan air laut tersebut masih berda di dalam sehingga disebut Connate Water (air jebakan).
3.Kondisi Hidrologi
Kondisi air tanah tawar sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut. Jika penggunaan air tawar di daerah ini berlebihan dan tidak terkendali maka dimungkinkan persediaan air tawar berkurang/ habis dan digantikan oleh air asin.
4.Kondisi Tanah
Jenis tanah di daerah ini adalah berupa tanah regosol yang berasal dari material gunungapi Merapi yang dibawa sungai oleh sungai Opak. Pasir di daerah ini tidak cocok untuk bahan bangunan dikarenakan sudah berasosiasi dengan air laut sehingga kandungan klor dan garamnya tinggi. Tanah di daerah ini tidak subur sehingga hanya cocok untuk tanaman tertentu saja. Jenis vegetasi yang dapat tumbuh adalah Baringtonia karena tahan terhadap situasi yang kering, seperti Widuri dan Pandan. Vegetasi tersebut dicirikan daunnya tebal dan berduri bertujuan untuk mengurangi penguapan.
5.Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahannya digunakan sebagai tempat pariwisata. Di daerah ini pusat permukimannya agak jauh ke timur karena daerah ini merupakan fenomena alam yaitu berupa sand dunes tipe barchan/ bulan sabit dimana di Indonesia jarang ditemukan/ terjadi, sehingga terdapat peraturan pemerintah untuk melindungi kelestariannya agar tidak rusak/ punah.
6.Potensi Sumberdaya
-Angin
-Energi ombak
-Air laut
-Pariwisata alam dan budaya
7.Potensi Bencana
Potensi bencana yang dapat terjadi di daerah ini adalah tsunami, gelombang pasang, dan gempa tektonik, karena daerah ini terletak di zona selatan dimana berdekatan dengan zona penunjaman (zona subduction) oleh lempeng samudera Hindia yang menunjam lempeng benua Asia (Eurasia). Sehingga terjadinya tsunami dapat merupakan akibat oleh adanya gempa tektonik.
Keterkaitan Antara Jawa Tengah Bagian Selatan, Tengah, Dan Utara
Secara geomorfologi dan geologi, pulau jawa dapat dibagi dalam tiga zone yaitu :
a. Zone Selatan
Kurang lebih berupa plato, berlereng miring kearah selatan menuju ke laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang-kadang zone ini begitu terkikis-kikis sehingga kehilangan bentuk platonya. Di jawa tengah sebagian dari zone ini telah diganti dan ditempati oleh dataran alluvial. Sedangkan dari sudut geologinya zone selatan merupakan lapisan yang lebih tua yang terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan seperti alus anulatus yang terlihat pada waktu periode meosin tengah .bagian ini ditutupi secara tidak laras (unconfonform) oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari meosen atas. Di banyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi oleh gerakan miring. Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) meosen atas ini terdiri dari batu kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari meosen muda mungkin pleosen tua hampir tidak ada.
b. Zone Tengah
Di kawasan zone tengah muncul kelompok gunung berapi yang besar dan terletak pada jalur sesar. Gunung ini umumnya baru tumbuh sejak beberapa ratus ribu tahun yang lalu dan banyak diantaranya lebih muda.karena itu sampai sekarang masih banyak yang aktif dan sering meletus.
Sedangkan menurut geologinya terdapat gerakan orogenesa meosen tengah dan meosen muda yang sanat kuat (terkuat) di zone ini dan sering menyebabkan lipatan menjungkir terbalik atau membentuk struktur yang menjorok (Thrusting/imbricated) menyebabkan batuan tertier atau juga lapangan preterrier tertutup. Pada periode neogene terdapat juga beberapa lapisan tidak selaras dan sedikit lipatan yang terjadi pada atau setelah akhir neogen.
c. Zone Utara
terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan yang dikelilingi oleh beberapa gunungapi. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran alluvial.
Selama plestosen tengah orogenesa dihasilkan dari lipatan yang keras dengan lipatan yang terbalik. Di jawa tengah bagian utara terdapat igir pegunungan kendeng yang merupakan pengendapan pada geosinklinal yang berjalan terus sampai pada plestosen tengah. Di sebelah utara pegunungan kendeng terdapat perbukitan rembang yang memiliki lapisan neogen yang lebih tipis dari pada di pegunungan kendeng. Beberapa pengendapan berjalan terus selama periode atau bagian dari era plestosen.
O.Keterkaitan antar stop site.
Pulau jawa mempunyai kenampakan fisiografi yang khas dan beragam. Hal ini disebabkan oleh beberapa keadaan. Salah satunya dipengaruhi oleh peristiwa subduksi (subduction).yaitu suatu peristiwa tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudra. Di mana pulau jawa ini merupakan wilayah pertemuan antara lempeng samudra Indo-Australia dan lempeng benua Eurasia atau lempeng benua asia. Proses tumbukan atau penunjaman lempeng ini mengakibatkan terbentuknya beberapa kenampakan bentang lahan di pulau jawa. Dimana antara bentang lahan yang satu dengan yang lain mempunyai morfokronologi yang saling berkaitan :
a.Orogen
Kawasan ini terbentuk akibat hasil dari pengangkatan dari gaya uplift sebagai konsekuensi logis adanya zone penunjaman. Materialnya merupakan materi sedimen laut yang terangkat kedaratan dan tercampur dengan material volcanic. Material tersebut dulunya terendam di dasar laut. Kemudian laut mengalami masa penyusutan dan pengembangan air laut. Pada saat sedimen berjarak kurang dari 200 m dari permukaan air laut maka akan terjadi proses pembentukan terumbu karang, kemudian terjadi penambahan air laut sehingga jaraknya lebih dari 200 m sehingga proses terumbu karang terhenti. Lalu mengalami pengangkatan lagi sehingga bagian atas sudah berupa batu gamping, tetapi bagian bawah masih berupa material vulkanik.
Endapan batu gamping berupa terumbu karang di jawa tengah terkenal dengan sebutan gunung seribu, yang tersebar dari wonosari ketimur sampai daerah pacitan. Menurut penelitian terbentuknya gunung seribu menyebabkan terjadinya perubahan arah aliran bengawan solo. semula bengawan solo bermuara ke samudera Hindia, tetapi sekarang berubah aliran dan bermuara di laut jawa.
b. Volcanic arc
Keterbentukannya berkaitan dengan proses subduksi. Di dalam pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia tersebut selain menyebabkan gaya up lift di zone selatan, juga menimbulkan retakan-retakan intensif di lempeng benua (dalam hal ini pulau jawa). Retakan – retakan ini disebabkan oleh adanya gaya sesar tau patahan yang besar atau adanya gaya naik sehingga menimbulkan retakan yang intensif di daratan. Retakan-retakan tersebut akan menghasilkan volkan-volkan baru di daratan. Di jawa tengah, yang termasuk daerah vulkanik arc atau daerah gunungapi yaitu gunungapi Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran.
b.Terjadinya Sruktur Graben dan Horst ( Pantai Utara Jawa)
Struktur graben dan horst merupakan suatau kenamapakan yang disebabkan karena suatu proses geologi yaitu adanya gaya sesar atau patahan yang besar atau adanya gaya naik sehingga menimbulkan sesar naik maupun sesar turun. Sesar-sesar turun dan naik inilah yang disebut dengan graben dan horst. Sesar naik disebut horst sedangkan sesar turun disebut dengan graben. Graben dan horst akan membentuk sebuah cekungan. Cekunagan atau kawasan ini kadang terisi oleh air dan kadang tidak.cekungan ini jika di pulau jawa adalah bagian tengah antara pulau jawa dan pulau kalimantan. Cekungan tersebut berupa laut jawa.
c.Retro Arc Basin
Merupakan sebuah dataran rendah yang diapit oleh craton rrdge dan vulkanik arc. Komposisi litologinya terdiri atas material-material sedimen vulkanik asal gunungapi sekitar. Kawasan ini mudah tererosi sehingga banyak terdapat sungai. Kawasan tersebut juga mudah banjir.selain itu kawaan ini juga rawan gempa.
Di jawa tengah kawasan ini diintrepetasikan seperti daerah surakarta dimana sejak lima juta tahun yang lalu terdapat laut yang terperangkap akibat pembentukan pegunungan lipatan seperti perbukitan kendeng dan rembang yang membentang dari Purwodadi di Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur. Selama ini terjadi endapan batu lempung berwarna abu-abu dan pada saat ini sudah menjadi daratan yang luas. Laut tertutup yang terbentuk di daerah Surakarta, makin lama makin menyusut airnya dan akhirnya kering sama sekali. Laut ini kemudian berubah menjadi bukit akibat kegiatan geologi yang kemudian rusak oleh kegiatan pengkikisan. Di tempat ini berbagai sisa kehidupan purba yang telah membatu yang disebut fosil banyak ditemukan. Tempat ini sudah terkenal di seluruh dunia dengan nama sangiran, yang terletak 12 km di sebelah utara Surakarta.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan proses geologi dan geomorfologi antara jawa khususnya jawa tengah bagian selatan, tengah, dan bagian utara. Kenampakan fisiografi di jawa tengah bagian selatan, bagian tengah , dan bagian utara berbeda dan beragam, tetapi antara ketiganya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Salah satu keterkaitan antara ketiganya yaitu bentuk bentang lahan di jawa tengah bagian selatan, bagian tengah, dan bagian utara mempunyai morfokronologi yang saling berkaitan yang diawali dengan adanya zone penunjaman antara lempeng samudra Indo-australia dan lempeng benua Eurasia yang mempengaruhi terbentuknya bentuk lahan di jawa bagian selatan. Dengan adanya zone penunjaman tadi maka di jawa bagian selatan terjadi satu proses pengangkatan material dari dasar laut yang mengakibatkan terbentukanya endapan batu gamping yang tersebar antara wonosari sampai pacitan yang sering disebut dengan pegunungan seribu.
Kemudian adanya zone subduksi di jawa selatan pulau jawa tersebut juga menyebabkan timbulnya retakan-retakan pada benua, dimana disini retakan-retakan tersebut terdapat di bagian tengah dari pulau jawa. Retakan-retakan ini sering disebut dengan sesar yang merupakan pintu keluar yang sering digunakan oleh nagma untuk keluar dari dasar lempeng, tepatnya di lapisan astenosfir paling atas untuk keluar menuju permukaan bumi. Sehingga muncul banyak gunungapi di jawa bagian tengah sehingga jawa tengah merupakan suatu zone gunungapi.
Sedangkan di jawa bagian selatan, proses subduksi tersebut juga mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan seperti perbukkitan kendeng dan rembang yang memnjang dari daerah Rembang dan Purwodadi di jawa tengah ke timur, dan menyebabkan terjadinya laut tutup di Surakarta. Laut tersebut terperangkap sejak lebih dari lima juta tahun yang lalu, dan mulai tertutup hubungan dengan laut bebas beberapa juta tahun berikutnaya. Selam itu terjadi endapan batu lempung berwarna abu-abu dan pada saat ini sudah berubah menjadi daratan yang sangat luas.
BAB VII
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil dan pembahasan laporan KKL I dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
1.Sangiran merupakan sebuah dome/ komplek perbukitan yang terbentuk karena proses pengangkatan. Dimana terdapat 4 formasi batuan yaitu: formasi Notopuro, Kabuh, Pucangan, dan Kalibeng. Di sangiran mengalir sebuah sungai yaitu disebut sungai Cemoro yang merupakan sungai antisedent. Tanah di Sangiran berjenis grumusol yang memiliki sifat kembang kerut. Penggunaan lahannya sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian dan mata pencaharian masyarakatnya selain petani juga sebagai pengrajin. Salah satu Potensi yang dimiliki yaitu terdapat objek pariwisata yang disebut musium Sangiran. Potensi bencana yang dimungkinkan terjadi di Sangiran yaitu tanah longsor dan kekeringan.
2.Perbukitan Kendeng terjadi karena proses pengangkatan dimana didominasi oleh batuan Tmfk yaitu formasi Kalibeng yang terdiri atas napal pejal dibagian atas, napal bersisipan batupasir tufan bintal batugamping dibagian bawah. Tanah yang ada di perbukitan Kendeng berjenis mediteran dan grumusol. Di Perbukitan Kendeng tidak cocok untuk permukiman karena sifat tanahnya yang kembang kerut. Potensi sumberdaya yang dimiliki yaitu kayu putih dan pohon jati. Kemungkinan bencana yang terjadi adalah longsor.
3.Daerah Jono terbentuk karena proses pengangkatan yang berulang kali karena pada jaman pleosen daerah ini berupa laut tertutup. Kondisi air yang ada di tambak garam Jono berupa air jebakan atau connate water yang memiliki kandungan garam tinggi. Jenis tanah di kawasan Jono adalah regosol dari bahan induk endapan pasir dari pantai dan endapan fluvial marin di dataran aluvial pantai. Penggunaan lahan di Jono yaitu selain untuk tambak garam juga digunakan sebagai lahan pertanian. Sebagian masyrakat Jono bermatapencaharian sebagai penambak garam dan sebagian lagi berkerja sebagai petani.
4.Terjadinya Bledug Kuwu karena proses diafer dimana tekanan dari bawah ke atas dipengaruhi oleh tenaga dorong dalam bumi yang tinggi. Material yang dikeluarkan berupa uap, gas, air dan lumpur. Kondisi tanah di Bledug Kuwu sangat labil. Jenis tanahnya mediteran sedangkan menurut Dr. AJ Panekoek tanah yang terdapat di bledugnya adalah jenis tanah aluvial plains. Penggunaan lahannya untuk tempat pariwasata, tambak garam, dan pertanian. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar sebagai petani dan penambak garam. Bencana yang kemungkinan terjadi yaitu bahaya letupan yang sewaktu-waktu pusatnya pindah tempat.
5.Antiklinarium rembang di Sendangharjo merupakan antiklin yang panjang. Batuannya yaitu batugamping terumbu koral dan Jenis batuan breksi berfrakmen andesit. Deep Strike batugamping ini merupaakan cermin sesar. Di daerah ini sulit untuk mendapatkan air permukaan karena jenis batuannya yang mengandung kapur sehingga tidak mampu menyimpan air/ mempunyai porositas yang tinggi (mudah meloloskan air). Tanah di antiklinarium Rembang adalah berjenis latosol dimana memiliki solum yang dangkal dan langsung berbatasan langsung dengan batuan induk. Penggunaan lahannya yaitu untuk perkebunan dan didominasi oleh hutan milik pemerintah. Potensi bencana yang mungkin terjadi adalah erosi dan longsor. Potensi sumberdayanya adalah hutan jati.
6.Material di pantai Kartini adalah berupa hasil proses fluvial dan vulkanisme. Batuan dasarnya berupa granit dimana pada bagian atas terdapat sedimentasi dari darat dan marine. Kondisi air di daerah sekitar pantai Kartini dimungkinkan akan terjadi intrusi air laut jika penggunaan air tawarnya berlebihan. Di pantai Kartini tanahnya berjenis regosol yang dicirikan teksturnya yang pasir. Masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Potensi sumberdayanya yaitu untuk pengembangan di sektor pariwisata, penghasil minyak bumi, dan tambak garam. Potensi bencana yang dapat terjadi adalah banjir dan gelombang pasang.
7.Tambak bandeng dan garam di Karangsekar jenis batuannya berupa sedimen, struktur batuannya perlapisan/ stratigrafi. Air tanah dangkal merupakan air tawar, sedangkan air tanah dalam berupa air asin. Tanahnya berjenis aluvial yang terbentuk karena proses fluvial. Penggunaan lahan pada musim penghujan lebih diutamakan untuk tambak bandeng, sedangkan pada musim kemarau lebih dimanfaatkan untuk tambak garam. Kondisi masyrakatnya yaitu sebagai petani garam dan penambak bandeng. Potensi bencana yang terjadi yaitu banjir karena drainase daerah tersebut buruk.
8.Sungai Jajar merupakan sungai stadium dewasa, dimana dasar sungainya membentuk huruf U akibat erosi vertikal yang tidak efektif. Kondisi tanah pada dataran banjir bendung Gerak Kalijajar yang meliputi sungai Serang, sungai Juana, dan sungai Lusi yaitu berjenis aluvial akibat proses fluvial. Kondisi hidrologinya berupa aliran sungai sehingga debit air yang tersedia sangat melimpah. Lahannya digunakan untuk bendungan dan daerah di sekitar bendungan dimanfaatkan untuk areal permukiman dan persawahan. Jenis vegetasi yang tumbuh di sungai adala enceng gondok. Aspek sumberdaya di Bendung Gerak Kalijajar yaitu dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian, pencegah banjir, dan juga dimanfaatkan untuk PLTA. Kemungkinan bencana yang terjadi adalah banjir.
9.Rawa Pening itu terjadi karena adanya penyumbatan Kali Tuntang akibat lava dari gunung Telomoyo yang membeku./ terjadi karena proses eksternal yang dipengaruhi oleh tenaga endogen. Di dasar rawa jenis tanahnya yaitu gambut. Kondisi masyarakat di sekitar Rawa Pening bermatapencaharian sebagai petani dan usaha sampingan yaitu memanen enceng gondok yang tumbuh subur di rawa yang kemudian dijual tanpa diolah. Potensi sumberdaya yaitu untuk perikanan dengan sistem keramba, Pariwisata, pemanfaatan tanah gambut untuk pupuk organik, tanaman enceng gondok sebagai bahan industri kerajinan. Potensi bencananya adalah banjir.
10.Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di dunia, dimana keterbentukanya berkaitan dengan desakan lempeng samudera Hindia yang menunjam lempeng benua Asia (lempeng Eurasia). Akibat desakan lempeng samudera Hindia dibagian sentral Jawa banyak muncul gunungapi seperti gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran, dan Lawu. Kondisi airnya di puncak vulkan sangat sedikit, lereng atas banyak terdapat air pemukaan, lereng tengah kondisi airnya sangat baik, lereng bawah air tanahnya dangkal, di kaki vulkan air tanah dangkal dan banyak terdapat air pemukaan. Kondisi tanah di puncak vulkan dan lereng atas belum mengalami perkembangan karena materialnya masih baru, lereng tengah dan bawah tanahnya berjenis regosol, dan di kaki vulkan berkembang tanah aluvial. Penggunaan lahannya yaitu untuk tambang pasir, sawah, dan hutan lindung. Potensi sumberdayanya yaitu berupa bahan galian C seperti batu dan pasir, pusat agrobisnis, dan pariwisata. Bencana yang terjadi adalah gunung meletus.
11.Sungai Opak merupakan zona lemah yang terjadi akibat proses struktural. Sungai Opak merupakan sungai stadium tua dimana penampanganya tidak lagi membentuk huruf U, tetapi sudah berbentuk seperti cawan/ piring. Sungai Opak merupakan sungai antisedent. Di muara sungai Opak terdapat dataran banjir dimana ditandai dengan struktur sedimennya yang graded bedding. Struktur sedimennya tergolong normal graded bedding karena butiran penyusunnya pada bagian bawah kasar semakin ke atas semakin halus, sehingga dapat diperkirakan daerah tempuran sungai Opak dan Oyo pernah berulang kali terjadi banjir dengan intensitas yang tidak sama. Kondisi tanahnya di DAS Opak berjenis regosol sedangkan di DAS Oyo jenisnya mediteran. Penggunaan lahannya di DAS Opak untuk sawah irigasi dan sawah tadah hujan, sedangkan di DAS Oyo untuk sawah tadah hujan dan tegalan. Kondisi masyarakatnya di DAS Opak yaitu bermatapencaharian sebagai petani, sedangkan di DAS Oyo masyarakatnya banyak yang bermigrasi untuk mencari pekerjaan ke luar daerah karena lahan pertanian yang kurang mendukung. Potensi yang dimiliki adalah bahan galian C berupa pasir dan kerikil. Bencana yang terjadi yaitu banjir dan longsor.
12.Di Parangkusuma terdapat batuan beku intrusi berjenis andesit dimana ditandai dengan adanya kekar tiang pada batuan (coloumnar joint). Kondisi airnya yaitu air tanah dalamnya berupa air asin, sedangkan air tanah dangkalnya berupa air tawar. Tanahnya tergolong regosol yang dicirikan oleh tekstur pasirnya >70%. Penggunaan lahan di daerah Parangkusumo sebagian besar adalah untuk permukiman dan fasilitas-fasilitas umum seperti hotel dan restouran. Kondisi sosial masyarakatnya yaitu pada malam 1 suro banyak para peziarah yang datang, karena daerah ini khususnya pada endapan batuan beku yang lebih kecil itu dipercaya sebagai tempat kanjeng Penembahan Senopati bertapa menemui Ratu Selatan. Masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, berjualan, dan juga menyewakan jasa penginapan untuk para wisatawan. Potensi sumberdaya untuk pariwisata baik wisata budaya maupun wisata alami. Potensi bencana yang mungkin terjadi adalah gempa tektonik, gelombang pasang dan tsunami.
13.Di sekitar daerah Sand Dunes atau gumuk pasir terdapat beberapa macam bentuklahan, yaitu sebelah utara bentuklahan struktural, sebelah timur berupa clif dari batugamping formasi Wonosari, sebelah selatan bentuklahan yang terbentuk oleh aktivitas laut, bagian tengah bentuklahan asal proses aeolian yaitu berupa gumuk pasir. Gumuk pasir yang terbentuk di daerah parangtritis adalah tipe barkan/ bulan sabit. Kondisi air tanah tawar sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut. Kondisi tanahnya berjenis regosol yang berasal dari material gunungapi Merapi yang dibawa oleh media air yaitu sungai Opak. Penggunaan lahannya digunakan sebagai wisata alami yaitu wisata sand dunes/ gumuk pasir. Potensi sumberdayanya antara lain: Energi ombak, air laut, dan angin (yang belum dimanfaatkan), serta pariwisata alami maupun budaya. Potensi Bencananya adalah tsunami, gelombang pasang, dan gempa tektonik.
B.Saran
Dari penulisan laporan Kuliah Kerja Lapangan I ini dapat ditarik beberapa saran, antara lain:
1.Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.
2.Melakukan koordinasi yang intensif antar panitia terutama bagi mereka yang memegang alat-alat agar alat tersebut dapat bermanfaatdengan baik.
3.Perlunya melakukan koorinasi pada saat sebelum, saat dan sesudah KKL.
4.Perlunya persiapan dalam pembuatan laporan agar laporan yang dihasilkan lebih sempurna dari laporan-laporan yang telah dibuat sebelumnya.
Daftar Pustaka
A.J. Panekkoek. 1989. Garis Besar Geomorfologi Pulau Jawa. Jakarta.
Anonim, www. jateng. go. Id
Endarto, Danang. 2005. Geomorfologi Dasar. Surakarta: UNS Press.
Sendarto Danang. 2004. Geologi Dasar. Surakarta: UNS Press.
TIM Fakultas Geografi UGM. 1996. Pengenalan Bentanglahan Jawa Bali. Yogyakarta.
Jumat, 16 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 comments:
Posting Komentar