geografi lingkungan

Khoirunnas anfa'uhum linnas

Minggu, 25 Desember 2011

Ekowisata (Impian) Indonesia


Industri pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki peran strategis, selain berperan sebagai penghasil devisa negara dan sumber pendapatan daerah, industri pariwisata juga dapat menimbulkanmultiplier effect kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Pariwisata di Indonesia terdiri dari tiga kategori objek wisata yang terdiri dari objek wisata alam, budaya, dan campuran alam dan budaya. Ketiga objek wisata tersebut ada di Indonesia sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Sektor pariwisata tidak dapat berdiri sendiri, eksistensinya sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan (termasuk keamanan). Jika secara simultan ketiga faktor tersebut saling bersinergi maka pariwisata akan tumbuh, tetapi jika ada satu faktor saja yang bermasalah maka pariwisata secara otomatis akan terganggu pula. Pariwisata Indonesia dengan beragam keindahan alam dan budayanya harus didukung secara penuh oleh ketiga faktor diatas, indikatornya bisa kita lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Jumlah kedatangan wisatawan macanegara ke Indonesia menurut negara tempat tinggal periode 2002 - 2009
Sumber : Berita Resmi BPS

Pemberdayaan pariwisata melalui ekowisata bisa menjadi salah satu strategi untuk menghadapi persaingan sektor pariwisata di situasi yang penuh dengan ketidakpastian. Ekowisata merupakan kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar Daerah Tujuan Ekowisata (The Ecotorism Society. PACT, April 1995).

Riset Ekowisata
Artikel ini akan membahas ekowisata berdasarkan sudut pandang pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata sebagai dua elemen yang tidak dapat dipisahkan. Hal yang pertama kali perlu diperhatikan dan dilakukan oleh kedua elemen adalah riset ekowisata. Mengapa perlu diadakan riset ekowisata? Karena secara umum para pelaku bisnis pariwisata di Indonesia akan dihadapkan pada suatu kondisi dimana terjadi perubahan perilaku wisatawan, teknologi dan ekologi/iklim. Selain itu pluralitas masyarakat (domestik dan mancanegara) yang ada akan menciptakan kesulitan untuk menentukan objek wisata apa atau seperti apa yang cocok dipromosikan kepada mereka serta bagaimana cara mempromosikannya.

Sebenarnya yang dimaksud dengan riset ekowisata ini adalah suatu sistem yang dipakai untuk menetapkan dan menangani masalah atau peluang pariwisata. Sistem ini dapat dilakukan dengan pengumpulan data pariwisata secara terorganisir dan sistematis, serta pengaplikasian hasil temuan data tersebut berdasarkan analisis yang dilakukan. Dengan demikian hasil akhirnya adalah studi yang lebih lengkap dan lebih lebar yang memadukan kemampuan wisatawan, kondisi tempat wisata, serta pendekatan apa yang paling baik untuk para pelaku bisnis pariwisata tersebut terapkan dalam mempromosikan pariwisata.

Kemudian dari sudut pandang pemerintah, mereka bisa menggunakan 2 macam riset ekowisata. Yang pertama adalah riset langsung atau riset primer, biasanya riset jenis ini akan membawa si periset langsung pada sumber datanya (dalam hal ini wisatawan). Selain itu pemerintah dapat mengumpulkan keterangan tentang calon wisatawan dengan mengirimkan intelejen ke negara sasaran yang biasanya berkunjung ke Indonesia tentang bagaimana preferensi mereka dalam kebutuhan wisatanya serta menganilisis daya saing antar objek wisata. Riset langsung atau riset primer membawa pemerintah langsung ke sumber informasi yang ia butuhkan tanpa rasa khawatir akan intrepretasi oleh sumber kedua yang belum tentu benar.

Yang kedua adalah riset tidak langsung atau disebut juga riset sekunder. Riset ini berasal dari sumber-sumber selain wisatawan. Dari sini pemerintah mungkin akan dapat menemukan data berharga seperti pola kecenderungan waktu kunjungan, informasi populasi pengunjung dan pola pembelian wisatawan dalam membelanjakan uang mereka (misal berapa banyak uang yang bisa dikeluarkan, untuk pembelian barang/jasa apa saja, dll). Data sekunder ini seharusnya dapat dipakai untuk memperkuat informasi primer yang dikumpulkan langsung dari wisatawan. Riset ekowisata dapat dilakukan semurah atau semahal mungkin sesuai yang diinginkan oleh pemerintah, tetapi pemerintah dapat mengumpulkan pengetahuan atau informasi yang amat berguna sebagai tuntunan berpromosi.

Secara umum, langkah awal yang harus diambil oleh pemerintah ini bertujuan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan daerah tujuan wisatanya. Caranya adalah dengan menganalisis daya saing ekowisata secara keseluruhan yang ada di Indonesia dengan melihat 8 variabel yaitu aksesbilitas, keindahan dan keunikan, sarana pendukung, ketersediaan akomodasi, sosial dan budaya, pendidikan dan penelitian, rekreasi, petualangan dan olahraga (Pramana dan Kuncoro, 2005). Dengan demikian kita bisa mengetahui tipe objek wisata seperti apakah yang diinginkan oleh wisatawan ini, apalagi mengingat daerah yang ingin dipromosikan oleh pemerintah belum tentu seperti Bali yang memiliki brand image di mata para wisatawan (domestik dan asing). Sehingga riset pariwisata tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara objek wisata yang sudah dikenal luas dengan objek wisata yang akan kita promosikan.

Observasi Pariwisata
Langkah selanjutnya yang harus ditempuh oleh pemerintah adalah observasi pariwisata yang terdiri dari 3 macam tahap yaitu menentukan segmentasi ekowisata, menentukan target ekowisata, dan positioning objek ekowisata di daerah wisata.

Yang pertama adalah segmentasi ekowisata, maksudnya adalah pemerintah harus bisa menentukan kepada siapa jasa pariwisata ini akan di promosikan, apakah ke wisatawan domestik atau wisatawan mancanegara, masyarakat berpendapatan menengah ke atas atau menengah ke bawah. Dalam kasus ini ada 2 lapisan masyarakat secara general yaitu lapisan yang peduli pariwisata impian [1] dan lapisan yang hanya mementingkan harga tanpa melihat atau mengabaikan kekurangan dari konsep pariwisata impian. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa menentukan akan ditujukan kepada kalangan seperti apakah objek wisata yang akan ditawarkan.

Kemudian yang kedua adalah pemerintah harus menentukan target ekowisata dalam artian yang hampir sama dengan segmentasi ekowisata namun perbedaannya pada ”targeting”. Pemerintah menentukan target pariwisatanya apakah penduduk negara maju atau negara berkembang, atau kepada masyarakat perkotaan ataukah pedesaan. Jadi cakupan dari proses ”targeting” ini lebih spesifik.

Hal selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memposisikan objek ekowisatanya kepada daerah atau negara tujuan promosi. Pemerintah harus menentukan objek wisatanya ini adalah objek wisatanya yang berorientasi pada harga, keindahan alam atau pelayanan yang diberikan. Contohnya objek ekowisata yang berorientasi pada keindahan alam sebagai andalannya umumnya hanya mementingkan faktor ”bentuk” dari objek wisata yang dimaksud tetapi kurang memperhatikan pelayanan sehingga mudah dilupakan (wisatawan hanya akan berkunjung satu kali saja) dan beralih ke daerah tujuan wisata lainnya pada saat kunjungan berikutnya. Objek wisata yang mementingkan harga pada umumnya memasang tarif dengan harga yang murah tetapi tidak memperhatikan pelayanan terutama objek wisata yang memang memiliki keindahan alam dan infrastruktur yang serba tanggung (dipaksakan menjadi objek wisata). Objek wisata yang mementingkan kualitas pelayanan umumnya memiliki kesan yang baik karena dengan pelayanan yang baik akan makin sempurna karena ditunjang dengan keindahan alam yang cukup baik dan fasilitas menunjang yang terdapat didalamnya. Kegunaan dari proses ”positioning” ini adalah untuk memudahkan si pemerintah untuk menentukan segmentasi dan target ekowisata.

Sedangkan tujuan dari segmentasi ekowisata dan menentukan target ekowisata adalah agar si pemerintah dapat lebih efektif dalam mempromosikan tempat, produk & jasa wisata sehingga bisa meminimalisir investasi dan risiko. Hal yang perlu digarisbawahi disini adalah sungguh tidak mungkin apabila pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata harus mempromosikan berbagai jenis pariwisata untuk semua kalangan, lagi pula objek wisata akan lebih mudah diterima di masyarakat karena pangsa pasarnya lebih terspesifikasi. Faktor lainnya yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah adalah :
1. Price (harga), harga menjadi salah satu indikator keberhasilan promosi ekowisata. Dalam hal penentuan harga terhadap segala sesuatu di tempat objek wisata yang dipromosikan sangatlah penting. Sebaliknya harga dengan kualitas ekowisata yang dipromosikan itu seimbang.
2. Place (tempat), tempat promosi ekowisata adalah satu hal penting dan harus dipikirkan secara hati-hati oleh pemerintah. Dalam hal ini, berdasarkan hasil analisis, hendaknya pemerintah mempromosikan objek ekowisata di tempat yang benar-benar lahan subur untuk ’menggaet’ wisatawan. Karena tempat tujuan promosi yang strategis akan mempermudah proses promosi serta mempengaruhi minat berkunjung wisatawan.
3. Promotion (promosi), promosi ekowisata adalah hal terpenting dalam memasarkan ekowisata, khusunya objek ekowisata baru. Sebenarnya ada begitu banyak promosi diantaranya, promosi 1 arah atau promosi yang bentuknya hanya seperti iklan tanpa melibatkan konsumen didalamnya sehingga bentuknya hanya bersifat pemberian informasi saja. Ada juga promosi 2 arah seperti membuat acara-acara interaktif atau sistem ”direct promotion” dengan metode visit Indonesia year dimana bisa dibuat promosi gencar ke luar dan dalam negeri dengan membuat beberapa event pendukung yang menarik atau memilih duta-duta wisata seperti ajang Abang None untuk tingkat DKI Jakarta dan acara sejenis lainnya untuk masing-masing daerah dengan tujuan mempromosikan pariwisata. Hal yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah adalah mengingat objek wisata yang dijual ini masih baru adalah membuat promosinya seatraktif mungkin serta promosi langsung dan promosi 1 arah (melaui iklan saja). Namun tentu saja pemerintah bebas memilih cara promosi apa yang akan digunakan berdasarkan hasil riset dan observasi sebelumnya.

Strategi Ekowisata Terhadap Perubahan Ekologi / Iklim
Imam Ernawi (Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum) pada tanggal 3 April 2008 mengatakan bahwa ”Pada tahun 2030 terjadi peningkatan permukaan air laut 8-29 sentimeter per tahun. Kenaikan air laut itu menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau terluar yang menjadi batas acuan teritorial”. Tentu saja kita tidak mau kehilangan pulau-pulau tersebut apalagi yang memiliki potensi pariwisata. Oleh karena itu kita semua tidak boleh tinggal diam duduk manis setelah mendengar dan mengetahui bahaya diatas. Pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata dapat menerapkan 9 aksi penyelamat dari bahaya perubahan iklim di sela-sela aktifitas pariwisata.
Pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata dapat memberikan dukungan penuh dengan menciptakan kebijakan berupa peraturan dan infrastrutur yang menunjang agar terwujudnya 9 aktivitas penyelamat [2] yaitu hemat kertas, mengurangi sampah, hemat air, naik sepeda/jalan untuk jarak dekat, naik bis untuk jarak jauh, menceritakan perubahan iklim ke orang lain, mengganti lampu dengan yang hemat energi, menggunakan alat elektronik hemat listrik, dan pilih produk lokal. Kesembilam aksi nyata yang bisa kita terapkan tersebut dapat dilakukan dalam aktivitas kita sehari-hari, tujuannya selain bisa menimbulkan sensasi tersendiri di tempat tujuan wisata juga dapat menyelamatkan bumi dari bahaya global warming.

Strategi Ekowisata Terhadap Perubahan Teknologi
Pemerintah harus menciptakan iklim investasi dan persaingan yang sehat agar pertumbuhan pariwisata sesuai dengan yang diharapkan ditengah teknologi yang terus berkembang. Jika di masa depan peranan tour travel akan menurun karena semua reservasi akan dilakukan secara elektronik maka pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata harus bekerja sama dengan pihak terkait (misal perusahaan penerbangan, pihak hotel, penyedia jasa internet, dll) untuk membenahi sarana dan prasarana serta melatih SDM yang akan memberikan jasa pariwisata tersebut. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan dengan pihak hotel / tempat penginapan adalah dengan menyediakan akomodasi yang mudah diakses, terjangkau, dan memenuhi syarat minimum standar internasional.

Karena wisatawan lebih senang mencari sendiri seluruh informasi tentang tempat pariwisata yang dituju lewat internet maka kerjasama dengan pihak jejaring internet agar mereka bisa selalu online dalam transaksi di internet, selalu meng up date informasi yang diberikan dan bisa menyediakan keterangan yang lengkap dan terpercaya tetang objek wisata yang akan dipromosikan. Terakhir kerjasama dengan pihak penerbang, pelayanan terbaik, harga yang bersaing, dan jaminan keamanan lah yang dicari oleh setiap orang yang akan menggunakan jasa penerbangan tersebut.

Strategi Ekowisata Terhadap Perubahan Perilaku Wisatawan
Apabila saat ini kebanyakan wisatawan bepergian dalam jumlah besar dengan ikut tour travel, di masa depan wisatawan cenderung bepergian dalam jumlah kecil (5-10 orang) tanpa menggunakan tour travel. Tidak seperti perubahan teknologi dan perubahan ekologi / iklim, perubahan perilaku wisatawan ini tidak bisa kita cegah apalagi kita hindari. Cara mengakalinya yaitu dengan menerapkan strategi pada perubahan ekologi dan teknologi sehingga daya saing dari ekowisata tersebut benar-benar memiliki ciri pariwisata impian untuk para wisatawan, yaitu aman, rekreatif, edukatif, informatif, indah, unik, dan berkesan.

Strategi Promosi Ekowisata
Posisi pemerintah pada saat mempromosikan ekowisata adalah sebagai penantang negara tujuan pariwisata lainnya (dalam hal ini terutama yang berada di Asia Tenggara dan sekitarnya). Oleh karena itu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mengadakan promosi besar-besaran atau gencar, yang cakupan wilayahnya harus luas dan merata berdasarkan hasil analisis yang mendalam.

Yang kedua adalah seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah harus mampu membentuk segmentasi melalui ceruk pasar. Maksudnya adalah pemerintah harus dapat memanfaatkan karakteristik objek wisata yang unik untuk berbagai kalangan masyarakat, karena dengan besarnya tingkat pluralitas maka tentunya ada suatu keinginan yang belum terpuaskan oleh jasa pariwisata sebelumnya (dalam hal ini adalah objek wisata).

Hal yang perlu diingat adalah pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata harus siap menanggung risiko. Maksudnya adalah setiap objek wisata apabila dipromosikan perlu waktu untuk menjadikannya ”laku” di masyarakat. Oleh karena itu hasil keuntungan yang didapat pertama kali mungkin tidak akan langsung maksimum, namun diharapkan pendapatan dari sektor ini akan terus bergerak ke arah yang positif (naik).

Footnote :
[1] Penulis (Duta Baca DKI Jakarta 2007-2010) bersama dengan Iwan Sukmawan (Duta Pariwisata DKI Jakarta 2007) mendefinisikan pariwisata impian dengan tujuh kata. Parisisata impian adalah pariwisata yang memiliki ciri aman, rekreatif, edukatif, informatif, indah, unik, dan berkesan.
[2] Olivia Tanujaya. Kuliah tamu Ekonomi Lingkungan FEUI, 7 Mei 2008

0 comments:

Posting Komentar